Rutinitas Sialan

170 14 1
                                    

TRIGGER WARNING!!!

Chapter ini mengandung 21+
[Skip chapter ini jika masih di bawah umur, hokay?!!!]
__________________

Blaire merasakan perih di bagian punggungnya karena puluhan cambukan yang ia terima.

Semalam, ia membuat Hegger murka karena terus menolaknya. Pria itu kembali menempatkan dirinya di penjara, kedua tangannya terikat borgol dengan rantai yang terhubung di sisi kanan dan kiri atas jeruji besi itu.

“Kenapa kau tidak membunuhku saja?” Blaire menatap sengit ke arah pria yang dengan santainya duduk di atas kursi kayu seraya menikmati secangkir kopi panas.

“Karena aku masih membutuhkanmu” Hegger meletakkan cangkir itu di atas meja.

“Apa yang kau butuhkan dariku?”

“Darahmu… juga, tubuhmu yang indah”

“Benar-benar pria cabul!” Kesal Blaire. Rasanya ia ingin meninju—tidak, ia ingin meremukkan, menghancurkan kepala pria itu sekarang juga.

“Sebelum batu di cincinku berubah menjadi biru, jangan harap kau bisa kabur dari sini” ucap Hegger dengan seringaian sebelum beranjak pergi meninggalkan Blaire yang memaki dalam hati.


°°°°°°

Hegger memasuki ruangannya, mengambil duduk di sofa empuk di ruangan itu.

Pria itu mendongakkan wajahnya, menyenderkan kepalanya pada sofa.

“Apa aku terlalu kejam padanya?”

“Apa kau mulai melembek, Hegger?” Terdengar suara yang hanya bisa didengar oleh Hegger.

“Ingat! Ayah gadis itu sudah membunuh keluargamu, Hegger. Balaskan dendam mereka dan segera bunuh gadis itu!”

Hegger memegang kepalanya yang berdenyut. Tiba-tiba kilasan masa lalunya yang menyeramkan terbesit di kepalanya begitu saja.

"Jangan membunuh Navier, dia tidak bersalah, Hegger... juga, hanya Navier yang bisa melepas kutukanmu" tiba-tiba suara lain---suara pria tua---terngiang memenuhi kepala Hegger, membuat sakit di kepalanya berangsur menghilang.

‘Sial! Jika tidak mengingat kutukan sialan ini, aku pastikan sudah menghabisinya sejak lama’ Hegger menggeram frustasi.


°°°°°°

Selain punggung, Blaire juga merasakan perih di kedua pergelangan tangannya. Sedari tadi ia berusaha melepas rantai borgol di tangannya, namun tak kunjung berhasil.

‘Apa aku harus berpura-pura patuh saja agar selamat?’ Batin Blaire putus asa. ‘Haruskah aku diam saja saat di menyentuhku? Tidak! Aku terlalu takut dengan pria cabul menyeramkan itu. Astaga, apa yang harus aku lakukan?’

“Sedang memikirkan cara untuk kabur lagi?”

Blaire terlonjak dan menoleh, mendapati Albert yang tengah membuka pintu sel kemudian berjalan ke arahnya.

“Saya membawakan makanan untuk Nona” ucap Albert meletakkan nampan di bawah, kemudian bergerak membuka borgol yang mengikat pergelangan tangan Blaire.

“Kau mau membantuku kabur?”

“Tidak juga” balas Albert kembali menyimpan kunci itu ke dalam saku kemudian melangkah keluar dari sel dan mengunci gembok pada pintu.

'Sial, kenapa aku tidak menggunakan kesempatan tadi untuk kabur? Jika tadi aku bergerak lebih cepat dan mendorong Albert, bisa saja, kan aku berhasil?'

RUNAWAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang