Wadah

65 9 0
                                    

Begitu Blaire membuka mata, dia sudah berada di tempat yang berbeda.

Wanita itu memekik kaget saat melihat makhluk raksasa---mungkin tingginya hampir sama dengan bukit, sekitar 300 meter---wajahnya diselimuti rambut, terlihat menyerupai singa, namun memiliki tanduk yang kuat dan tajam seperti banteng, kedua matanya merah menyala, ketika mulutnya terbuka, gigi-giginya nampak runcing dan tajam.

Makhluk itu dapat berdiri tegak karena tubuhnya menyerupai manusia, namun memiliki ekor seperti kalajengking yang beracun---terbukti saat ekor itu mengenai para warga, tubuh mereka langsung membiru dan mulutnya mengeluarkan busa setelah mengalami kejang. Dan tak lama setelah itu orang tersebut meninggal dengan tubuh yang perlahan membusuk.

Entah apa yang membuat makhluk itu sampai mengamuk brutal seperti itu, mengaum keras seraya menghancurkan bangunan, juga menyerang para warga.

Melihat bangunan hancur, para warga yang terluka sampai bersimbah darah seperti itu membuat Blaire gemetar ketakutan, kedua matanya sudah berair karena saking takutnya.

Blaire ingin segera pergi dari sana, namun tubuhnya tidak bisa digerakkan. Sekadar menggerakkan tangannya untuk menutup kedua telinganya saja tak bisa, bahkan kini kedua matanya sulit untuk dipejamkan, seolah sengaja menyuruh Blaire agar menyaksikan semuanya.

Aku sudah tidak kuat! Carlos, bawa aku pergi dari sini. Aku mohon...

Begitu Blaire mengatakan kalimat tersebut di dalam hatinya, kini tubuhnya seolah terhempas pergi ke tempat lainnya.

"Tidak! Aku tidak akan pernah menyerahkan putriku"

Teriakan itu membuat Blaire bergegas membuka mata. Di dalam ruangan itu, ia melihat tiga pria yang sepertinya tengah membicarakan sesuatu yang serius, terlihat dari aura yang mencekam dan raut tegang ketiga pria itu.

"Aku mohon Edbert, hanya Navier yang bisa melakukannya"

"Aku tahu kau adalah Raja, Henry... selama ini, semua perintah darimu aku lakukan. Tapi untuk kali ini aku tidak bisa. Dengan tegas aku menolak. Aku tidak akan mengorbankan putriku untuk alasan apa pun"

"Aku tahu kau begitu menyayanginya, tapi Edbert---

"Kau tidak tahu apa-apa, Carlos! Kau bahkan tak memiliki siapa pun untuk kau lindungi. Kau tidak akan tahu bagaimana perasaan seorang Ayah yang harus mengorbankan putrinya hanya demi monster sialan itu! Kenapa harus putriku?! Kenapa tidak anakmu saja, Henry? Bukankah kau memiliki tiga putra dan satu putri? Kau bisa menggunakan salah satunya!"

"KAU!"

Pria bersurai merah itu berdecih, tersenyum remeh. "Lihat! Bahkan kau sendiri tak mau mengorbankan salah satu anakmu"

Pria bersurai silver itu menghela napas pelan. Merasa bersalah, lalu mencoba menjelaskan dengan lebih hati-hati.

"Edbert, hanya Navier yang bisa. Putrimu memiliki energi istimewa untuk menyegel monster itu" ucap pria bersurai silver menatap Edbert dengan tatapan memohon. "Saat ini, banyak nyawa yang bergantung pada putrimu. Aku tidak akan memaksa lagi. Benar apa katamu tadi, aku juga pasti tidak akan rela menyerahkan salah satu anakku. Maaf, karena tadi aku begitu egois"

Kini pria bersurai silver menundukkan wajahnya, merasa menyesal sudah melontarkan kata-kata yang terkesan memaksa.

Sejenak suasana menjadi hening. Hingga sebuah ketukan pintu terdengar membuat ketiga pria itu serempak melihat ke arah pintu.

"Navier" pria bersurai merah beranjak, menghampiri putrinya yang kini menyembulkan wajahnya melalui sela pintu yang terbuka sedikit.

"Maaf, apa Navier mengganggu pembicaraan Ayah?"

RUNAWAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang