Bab XXII ✅

8 3 0
                                    

SMP Negeri 3 Pilar
25 September 2017

(Jamal's POV)

"Iya pak, terimakasih." Aku mengakhiri panggilanku sambil tersenyum lebar.

Aku menatap ponselku yang tengah menunjukkan rincian panggilanku barusan.

*Hamadi panggilan masuk 30 detik*

Mungkin kali ini aku akan berhasil. Rasanya tak sabar menunggu sore.

Aku kembali masuk kelas dan membubarkan semua murid, aku ingin segera pulang dan menyiapkan beberapa hal. Lihat saja Najmi.

****

Sore hari akhirnya tiba. Dengan membawa tas aku bergegas menuju kediaman salah satu rekan mancingku itu. Menyenangkan sekali rasanya, akan mendapatkan sesuatu yang telah lama aku impikan.

Jarak rumahku ke rumah Hamadi hanya butuh waktu setengah jam. Dan itu tak terasa karena perasaan senang ini membuatku terus bahagia.

Aku menghentikan motorku di depan rumahnya.

"Kulo nuwun."  Ucapku sambil mengetuk pintu.

"Eh,, pak Jamal." Rupanya Naya yang membuka pintu.

"Bapak ada??" Tanyaku basa basi.

"Sebentar." Dia langsung berlari tanpa mempersilahkan aku masuk .

Tak membutuhkan waktu lama Hamadi segera memunculkan batang hidungnya.

"Ehh,, pak Jamal. Silahkan masuk pak." Ucapnya penuh dengan senyuman.

"Terimakasih pak Hamadi. Gimana kabarnya??" Tanyaku sambil menyalaminya.

"Baik baik... Bapak gimana kabarnya??"

"Saya juga baik pak."

"Oh iya silahkan duduk. Saya panggil Najmi sebentar."

Aku tersenyum mempersilahkan.

"Najmi!!!! Najmi!! Gurunya udah Dateng nih. Cepet bawa buku kesini."  Pak Hamadi berteriak ke atas. Rupanya anak itu tidur di kamar atas. Hmmmmm.

"Dek,, bikinin teh buat tamu nih." Pak Hamadi berteriak pada istrinya di dapur.

Dia kemudian menghampiriku lagi. "Jadi bisa kan pak ya."

"Semoga aja bisa pak, soalnya setau saya tes buat ngejar masuk kayak gini lumayan susah pak. Dan kebanyakan pake pelajaran SMA yang mungkin Najmi kurang paham. Tapi nanti saya usahakan biar dia bisa lulus tes." Ucapku penuh keyakinan.

"Bagus itu bagus."

"Oh iya pak,, kata Najmi dulu bapak gak mau sekolahin dia. Kok sekarang bapak malah berkeinginan keras buat sekolahin najmi?? Maaf kalau saya boleh tau alesannya."

"Sebenernya banyak alesannya pak. Tapi intinya saya mau dia jadi orang. Ya namanya anak beda beda kemampuannya, dan saya rasa mungkin dia lebih berbakat jika meneruskan sekolahnya."

"Hmmm,, alasan yang bagus itu pak. Kemarin dia saya tawari kerja di tempat saya. Dia bilang gak boleh sama sampeyan,, ternyata ini alasannya."

Pak Hamadi terdiam sebentar lalu mengangguk setuju pada ucapanku.

*Tuk..tuk...tuk* suara langkah kaki menuruni tangga.

Aku menunggu kemunculannya. Dan baaaa. Dia terkejut melihatku, sedangkan aku memilih tersenyum padanya.

"Pak Jamal??" Dia menatapku seakan tak percaya.

"Najmi sini,, sekarang kamu ikut pak Jamal ya." Pak Hamadi memberi titah.

Bastaril Jarimati (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang