10

165 29 0
                                    

Woozi mengunyah makan siangnya dalam diam. Kedua matanya menyoroti isi chat anggota Seventeen yang sedang memperbincangkan tema Going Seventeen yang akan mereka lakukan minggu depan, setelah Woozi kembali dari Busan. Sesekali ia berhenti mengunyah, nyengir sambil mengetik pesan balasan untuk teman-temannya yang sangat ia rindukan keberadaannya saat ini. Ya, tentu saja Woozi rindu meski teman-temannya lebih sering menyusahkannya di studio.

Meski bisa berjalan-jalan dengan Jiho tanpa takut identitasnya diketahui (karena sepertinya orang tidak mengenal wajahnya tanpa make up selama berada di Busan), Woozi tetap ingin cepat-cepat kembali ke Seoul hingga ia meminta sang manager untuk membelikannya tiket tercepat--yang tidak dituruti oleh Sang Manager yang membelikannya tiket minggu depan sesuai arahan S.Coups yang menginginkan Woozi untuk bersitirahat lebih lama.

Woozi paham. Sikap S.Coups mungkin hasil dari apa yang pernah pria itu rasakan beberapa tahun lalu saat ketuanya itu terkena serangan kecemasan hingga harus hiatus selama beberapa bulan dari aktivitas Seventeen. S.Coups tidak ingin dirinya mengalami hal yang sama sehingga pria itu memaksanya beristirahat walau pada kenyataannya Woozi tidak beristirahat sama sekali. Kepalanya sudah membaik hingga ia bisa membuat banyak draft lagu. Yang jadi masalah malah kicauan Ibunya yang protes dengan kebiasaan tidurnya di pagi hari setelah berkutat dengan pekerjaan di malam hari.

Maka dari itu, setelah ia bangun, Woozi memilih keluar rumah. Mengajak Jiho, satu-satunya teman yang ia miliki di Busan (yang bisa diajak jalan kapan pun) untuk mengunjungi pantai-pantai yang ada di tanah kelahirannya.

Seperti hari ini. Setelah melakukan video call dengan Jiho via Zoom semalaman, mereka pada akhirnya memutuskan untuk mengunjungi Cheongsapo Daritdol Observatory untuk melihat senja, sekalian berjalan ke mercusuar yang ingin divideo oleh Jiho.

Sebenarnya tidak ada yang spesial dengan tempat itu. Tapi tidak ada lagi pantai terdekat yang bisa mereka kunjungi. Bahkan Songdo sudah cukup jauh bagi Woozi dan Jiho yang rumahnya berada dekat dengan kawasan Gwangan. Sedangkan Haeundae bukan pilihan utama karena pantai itu terlalu ramai dan Woozi enggan mencari masalah, takut kehadirannya di Busan terembus media atau fansnya yang bisa salah paham melihatnya bersama Jiho.

 Sedangkan Haeundae bukan pilihan utama karena pantai itu terlalu ramai dan Woozi enggan mencari masalah, takut kehadirannya di Busan terembus media atau fansnya yang bisa salah paham melihatnya bersama Jiho

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hari ini ke mana lagi?" Tanya Ibunya begitu melihat Woozi di dekat meja makan.

"Cheongsapo." Jawab Woozi sambil menaruh ponselnya ke atas meja, mempercepat kunyahannya agar makan siangnya bisa cepat tandas.

"Ibu pikir kau tidak punya teman di sini."

"Punya. Tidak banyak." Ujar Woozi lugas, melirik Ibunya lewat ekor mata. "Ibu tidak ke Salon?"

"Pulang sebentar, ada yang dilupa." Balas Ibunya melipir ke kamar untuk mengambil entah-apa berkaitan dengan peralatan hair-do sebagaimana Sang Ibu yang bekerja di industri tersebut. Bahkan Ibunya memiliki salon sendiri yang berada tidak jauh dari rumah mereka.

"Jangan pulang larut. Kau begadang lagi semalam, kan?"

"Aku tidur dengan cukup." Kata Woozi yang sudah menyelesaikan makan siangnya, yang langsung berdiri untuk menaruh piring ke westafel. Ia sama sekali tidak melihat ke arah Ibunya yang sudah keluar dari kamar dengan satu koper kecil berwarna hitam pada tangannya.

"Ibu tidak masalah kau ke sini membawa pekerjaanmu, Jihoon. Tapi ingat kesehatanmu." Jelas Ibunya dengan nada suara yang lirih, yang membuat hati Woozi terenyuh.

"Y-iya, Ibu."

"Padahal Ibu berharap kau bisa menghabiskan waktu dengan bersantai di rumah saat kau bilang ingin kembali." Kata Ibunya setelah menghela napas panjang, memandang punggung anaknya dengan hati berkecamuk. "Ibu paham kau suka bekerja, tapi terus bekerja tanpa istirahat bisa membuat mentalmu lelah, Jihoon. Ibu tidak ingin kau begitu."

~~~

"Kau bilang, sejak setahun lalu kau jarang mengambil hari libur, kan, Jiho?" Woozi bertanya tiba-tiba saat ia dan Jiho bersandar di pagar pembatas yang mengelilingi Mercusuar Cheongsapo.

Jiho langsung mengangguk. "Ya. Aku stress jika tidak melakukan apa-apa, jadi lebih baik aku bekerja saja."

"Aku mengerti perasaanmu." Kata Woozi mengamini perkataan Jiho. "Tapi, apakah kau pernah lelah? Maksudku, dengan tidak mengambil libur..."

"Tentu saja."

Woozi memandang Jiho yang memperhatikan riak ombak laut di hadapan mereka, menunggu perempuan itu berbicara lebih karena dari sorot matanya Jiho seperti ingin mengungkapkan sesuatu.

"Tapi, dibandingkan stress karena tidak melakukan apa-apa, aku lebih baik stress karena bekerja. Kepalaku bisa memikirkan berbagai macam hal jika aku tidak bekerja, Woozi. Dan itu menyebalkan."

"Aku merasakannya kemarin." Ungkap Woozi kemudian, mengangguk-anggukkan kepala sembari mengedarkan pandangan melihat langit yang mulai menguning. Sebentar lagi senja pikir Woozi.

"Aku jadi kepikiran kata-kata Ibuku." Ujar Woozi lagi, sedikit mengejutkan Jiho yang tidak menduga Woozi akan menyebut Ibunya dalam perbincangan mereka.

"Memangnya, Ibumu berkata apa?"

"Mental kita bisa lelah jika bekerja terus, Jiho. Dan aku tersadar, jika apa yang dikatakan Ibuku memang benar karena kemarin... aku pun merasakannya."

Jiho menggulum bibir, pandangannya masih ke arah laut di hadapan mereka. Meski tidak melihat Woozi, ia bisa menduga jika pria itu tengah tercenung setelah mengingat apa yang terjadi pada dirinya sebelum ke Busan. Stress karena terlalu sering bekerja hingga mentalnya pun lelah. Jiho paham karena ia pun sering merasakannya, apalagi pekerjaannya harus menggunakan otak. Jika stress itu tiba, ia seringkali merasa mual dan dadanya akan terasa sangat sesak.

"Apakah kita harus berlibur, Woozi?"

Woozi memanglingkan wajah dari langit, memandang Jiho dengan raut terkesiap. Kaget mendengar pertanyaan retoris Jiho yang seperti ingin mengajaknya berlibur bersama.

"A-aku sedang berlibur, sih..."

"Libur tanpa memikirkan pekerjaan, Woozi." Sergah Jiho menahan tawa, kali ini membalas pandangan Woozi dengan raut wajah yang lebih ceria.

"Apakah bisa?"

Jiho mengedikkan bahu. "Aku belum pernah mencobanya."

"Aku pun..."

"Ya, makanya, ayo mencobanya! Berlibur!" Seru Jiho tak tertahankan, meski jauh di dasar hatinya, ia tidak yakin bisa melakukannya--sama halnya dengan apa yang dirasakan Woozi yang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, tersenyum penuh melihat Jiho yang membentangkan kedua tangannya ke udara.

Thank you for reading! If you like it don't forget to like and comment ^^

Ocean (바다) [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang