11

160 31 2
                                    

"Traffic artikelmu meningkat tapi kau tidak menyelesaikan deadline-mu dengan baik Jiho. Kau kenapa? Sudah tidak bersemangat menulis?"

Jiho meneguk ludah dengan susah payah, ia tidak berani memandang tepat ke mata Creative Directornya, Yoon Inha, yang menatapnya dengan tajam di balik kacamata yang ia gunakan. Jiho sedikit menunduk, jemarinya saling memijit di bawah meja dan otaknya sedang mencari alasan yang mungkin sulit diterima oleh Inha tapi masih aman untuk menjawab cecaran perempuan itu.

Dan seperti inilah kenyataan yang harus dihadapi Jiho. Bukannya berlibur seperti yang ia katakan kepada Woozi saat mereka berada di Mercusuar Cheongsapo. Ia malah harus ke kantor beberapa hari setelahnya untuk bertemu dengan Inha yang menyoroti kinerjanya yang sering telat akhir-akhir ini meski trafficnya cukup bagus. Memang balada. Jiho langsung merada stress sampai tadi pagi ia sengaja bangun telat karena pikirannya berkelana membayangkan tatapan Inha yang mengerikan.

"Aku tidak tahu kau kenapa akhir-akhir ini, Jiho. Kalau kau ada masalah di rumah, cepat selesaikan. Dari awal kami juga sudah memberikan keringanan kepadamu untuk wfh. Dibandingkan kinerja temanmu di kantor, kau kalah jauh dengan mereka." Jelas Inha menceluskan hati Jiho yang tidak mengelak sama sekali. Jiho tahu, ia salah karena terlalu sering keluar akhir-akhir ini bersama Woozi.

Sempat Jiho berpikir jika keluar dengan Woozi ia bisa menjadi lebih produktif dengan membuat tulisan baru. Memang benar, ia memiliki banyak ide tapi waktu untuk menyelesaikannya sangat kurang hingga Jiho harus tertinggal beberapa postingan artikel selama beberapa hari. Sampai ia dipanggil Inha ke kantor.

"Sesuai kesepakatan, ya, Jiho. Kalau jumlah artikel yang kau unggah tidak sesuai target bulan ini, gajimu akan dipotong."

Pasrah. Jiho menganggukkan kepala. Tidak ada yang bisa ia lakukan karena pekerjaannya memang tidak memenuhi ekspetasi Inha--juga dirinya sendiri. Pemotongan gaji adalah hukuman yang masih terbilang ringan daripada dipecat atau disuruh mengundurkan diri.

"Kau ingat besok ada iklan dari perusahaan game, kan?"

"I-ingat, Kak."

"Jangan sampai telat. Cepat kerjakan biar aku bisa revisi tulisanmu."

Jiho menganggukkan kepala, ia masih belum berani menatap Inha langsung di matanya dan berkata dengan pelan. "B-baik, Kak."

~~~

Woozi

Kau pulang jam
berapa?

Pesan Woozi muncul pada layar ponsel Jiho, mengejutkan perempuan yang sedang melihat-lihat note kecil yang berisi informasi mengenai game yang harus ia sebut dakam artikelnya itu. Perlahan ia pun meraih ponsel, mengetik pesan balasan selagi ia masih bisa, sebelum kembali fokus mengerjakan deadline yang enggan ia bawa pulang ke rumah.

Jiho

Malam sepertinya
Aku harus mengerjakan
banyak tulisan

Woozi

Hmm...
Semangat. Jaga kesehatan

Kedua alis Jiho terangkat. Bisa-bisanya seorang Woozi mengirimkannya pesan seperti itu. Ia pun hanya bisa tersenyum lalu kembali menaruh ponselnya di atas meja sebelum sebuah tangan meremas bahunya dengan cukup kuat.

"Tumben kau masih di sini." Kata sang pemilik suara yang membuat Jiho meraih ponsel dan menaruhnya ke dalam saku sweater yang ia kenakan.

"Aku harus menyelesaikan deadline, Naeun. Sebentar lagi kau pulang, kan?"

Ocean (바다) [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang