4

876 103 4
                                    

" Kenapa kau tidak mati saja?! Dasar anak pembawa sial!"

Mark hanya bisa menangis sambil menyembunyikan kepalanya, membiarkan Ibunya yang membentaknya sambil menginjak kepalanya.

" Seharusnya ku bunuh saja kau dulu! Seharusnya aku tidak melahirkanmu! Karenamu kehidupan ku hancur! Mati saja kau sana!"

" Hiks... ibu... maafkan Mark ibu... Ampuni Mark ibu....hiks..." Tangan kecil itu berusaha sekuat tenaga menutupi kepalanya. Ketika meraskan kaki Ibunya yang tidak lagi menendangnya, Mark bersujud, menangis terisak sambil mencium kaki ibunya, meminta maaf.

" Ini semua salah mu! Bajingan!" Kesal Ibunya sambil menendang tepat pada tengah dada Mark, membuat pria kecil itu sedikit terpelanting.

Mark terbatuk, kaki kecilnya berusaha untuk berdiri, mengejar sang ibu untuk meminta maaf, tapi belum sempat Mark berdiri, ibunya sudah menutup pintu, menguncinya di gudan, dan Mark hanya bisa menangis, sambil menggedor-gedor pintu itu, meminta ampun pada ibunya agar sang ibu membukakan pintunya.

" Ibu....."

Mark tersentak pelan, membuka matanya perlahan, mengurut pelan kepalanya dan mengatur nafasnya, dadanya terasa sedikit sesak, ia pun bisa merasakan air matanya yang mengalir. Dalam setiap tidurnya, Mark selalu mengalami mimpi buruk, memimpikan trauma masa lalunya.

Mark mendudukkan tubuhnya, masih mengurut pelan pelipisnya, kepalanya begitu sakit dan pening, mungkin efek ia yang sedang banyak pikiran, belum semalam ia tidur cukup larut malam. Setelah kesadarannya terkumpul, Mark berjalan perlahan, mengetuk pintu kamarnya, tapi ia tidak bisa mendengar balasan dari Haechan. Mark pun membuka perlahan pintu itu dan tidak menemukan Haechan.

Mark mengecek kamar mandi, tapi ia juga tidak bisa menemukan Haechan. Ketika Mark ingin berlari keluar dari rumah, ia melihat di meja makan sarapan yang sudah siap dan sebuah notes yang Haechan tinggalkan.

Terimakasih, tenang saja, aku tidak akan kabur, aku hanya pulang, seperti rencanamu, aku akan mengurus surat pertukaran pelajar itu, aku tadi ingin mengirimkan pesan padamu, tapi kau memblokir nomorku karena masalah waktu itu, aku akan kembali setelah satu minggu"

.

.

.

Mark membuka matanya perlahan ketika mendengar suara pintu rumahnya yang di ketuk. Dengan masih setengah sadar Mark berjalan dan sedikit terkejut saat melihat Haechan.

" Maaf... mengganggu waktu istirahat mu..." Ucap Haechan melihat mata Mark yang tampak letih.

" Aku hanya tertidur, ku fikir kau akan kemari dua hari lagi, kenapa?" Tanya Mark membawa masuk koper dan ransel yang Haechan bawa.

" Ya, tapi semakin hari, perutku semakin mual dan aku tidak bisa menahannya, aku takut ayahku menyadarinya, karena itu aku bilang aku salah memesan tiket pesawa-huek" Ucap Haechan menjelaskan, tapi lagi lagi perutnya mulai dan ia bergegas berlari menuju kamar mandi.

Mark ikut menemani Haechan yang tengah memuntahkan isi perutnya, tangannya mengelus pelan punggung Haechan guna menenangkan pria itu. Mark sebenarnya ingin menanyakan Kau baik baik saja? Namun tentu saja jawabannya tidak, pria itu kesakitan dan walaupun Mark menanyakan Apa sangat sakit? Hal itu tidak perlu ditanyakan lagi, melihat bagaimana kini air mata Haechan yang keluar karena rasa yang tidak nyaman. Karena itu Mark memilih diam, menemani Haechan hingga pria itu sedikit tenang.

" Maaf merepotkan ...." Ucap Haechan tidak enak hati sambil menerima satu gelas teh hangat yang dibuat oleh Mark beberapa saat yang lalu.

" Tak apa... perutmu, sudah baik baik saja?" Tanya Mark sambil duduk di samping Haechan.

My Precious || MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang