026 - Melepas Rindu

33 6 2
                                    

"Ra, kita ke makam Mama yuk?" ajak Ajun.

Nara yang sedang asyik memainkan unicorn warna merah muda pemberian Ellisa waktu itu, lantas langsung melepaskan mainan itu dan menatap Ajun dengan tatapan lugu, sebuah  tatapan lugu yang menyelipkan kesedihan dalam hatinya.

Sudah lama, lebih tepatnya delapan bulan yang lalu dari terakhir kali Ajun membawa Nara ke makam Mamanya tersebut, dan keesokan harinya balita itu berakhir demam tinggi.

"Ketemu Mama?" tanya Nara.

Ajun menghela napasnya dengan samar hingga menimbulkan rasa sesak, dengan penuh keterpaksaan ia mengangguk dan tersenyum, "Iya." jawabnya singkat.

"Sama nenek?" tanya Nara lagi.

Ajun menggeleng, "Berdua aja, sama Papa, Nenek lagi sibuk tuh." Jawabnya sambil menunjuk Ibu Lina menggunakan bibir yang  sedikit mengerucut.

Di posisinya, Ibu Lina sedang mengelap beberapa pajangan yang berdebu pun hanya bisa tersenyum membalas tatapan Nara.

Nara kemudian beralih menatap Ajun, "Ayo ketemu Mama." katanya sambil tersenyum.

Ajun tersenyum teduh memandangi Nara, kemudian ia langsung menggendong balita itu untuk dibawa ke kamar dan bersiap-siap untuk pergi, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk hal itu karena Nara juga tidak sedang rewel.

Setelah berpamitan dengan Ibu Lina, akhirnya Ajun dan Nara pergi menggunakan motor  menuju pemakaman umum.

Di perjalanan yang lumayan padat ini, Ajun mengobrol ringan dengan Nara. "Nanti kalo sampai di makam Mama, Nara mau ngapain dulu?" tanya Ajun.

"Peluk dong, biasanya kalo Nala ketemu Mama pas tidul Mama tuh selalu peluk Nala, Pa." jawabnya.

Benar, tidak ada luka hati Ajun yang berhasil sembuh dengan sempurna, bahkan untuk hal-hal sederhana seperti ini dapat dengan mudah merobek kembali lukanya dan menciptakan rasa sakit yang jauh lebih hebat.

"Kalo gak bisa peluk Mama, Nara bakalan gimana?"

Nara mendongak untuk melihat wajah Ajun yang tengah fokus memperhatikan jalanan, dan untuk sesaat laki-laki itu menunduk membalas tatapan Nara namun tak terlalu lama ia kembali fokus pada jalanan.

"Emang kenapa Mama gak mau peluk Nala?" tanya balita itu lagi.

Sekali lagi kalimat dari Nara berhasil dengan mulus merobek hati Ajun, mencabik-cabik dengan cara sederhana dan Ajun semakin kewalahan menghadapi rasa sakit itu, seolah ia tak memiliki celah untuk merasakan baik-baik saja setelah semua hal yang telah terjadi dihidupnya.

Mata laki-laki itu memanas, perlahan cairan bening mulai menumpuk di kelopak matanya, sekuat tenaga ia menahan namun tak berhasil. Hingga dengan sendirinya bulir bening itu jatuh melewati pipinya yang semakin tirus dan gugur tepat di pergelangan tangan Nara.

Nara mendongak lagi untuk melihat wajah sang ayah, dan ia menemukan laki-laki itu mengusap pipinya dengan tangan kiri.

Ajun menunduk dan tersenyum manis pada balita itu, "Kita mampir beli bunga dulu, ya?" katanya kemudian menepi setelah melihat kios bunga.

"Nara suka bunga yang mana sayang?" tanya Ajun sambil menurunkan balita itu dari motornya.

Dengan lincah Nara berjalan menuju deretan bunga-bunga yang di sana, kemudian jari telunjuk Nara menyentuh bunga berwarna merah muda yang entah apa namanya.

Nara kemudian menoleh ke arah Ajun setelah menyentuh bunga itu, dan Ajun tersenyum sembari mengangguk tanda ia tidak keberatan kalau Nara mau ambil bunga yang itu.

Renjana Kasih Ft. Junkyu TREASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang