029 - Terlalu Egois Kah?

28 7 2
                                    

Dua hari setelah Ellisa mengalami kecelakaan kecil karena kucing waktu itu, hari ini perempuan itu pergi ke tukang bakso tempat Gisa bekerja dahulu, bukan tanpa alasan, dia ingin mengenang kembali tentang sahabatnya tersebut.

Disaat sedang menunggu baksonya disiapkan, Ellisa tidak sengaja melihat Bobi yang baru saja menghentikan motornya, sepertinya akan makan bakso di sini juga.

Maka tanpa banyak pertimbangan lagi, perempuan itu langsung beranjak, mengambil langkah untuk bertindak karena hatinya kuat mengatakan kalau Bobi adalah pelaku pelecehan terhadap Gisa.

"Gue mau ngomong sama lo." ucap Ellisa begitu ia berdiri di hadapan Bobi.

Bobi yang sedang berusaha mematik api untuk menghidupkan rokoknya pun sejenak terdiam dengan alis yang menukik, menatap bingung kehadiran Ellisa yang tiba-tiba, entah dari mana.

Laki-laki itu mengantongi mancis api nya, kemudian menyesap rokoknya dalam-dalam dan setelah itu mengeluarkan asapnya dari mulut dan hidungnya, untuk beberapa saat ia menatap Ellisa tanpa ekspresi.

"Oh? Kamu yang Kakak temuin di gang waktu jogging itu, ya? Mau ngomong apa?" tanya Bobi lembut, ekspresi arogannya langsung berubah menjadi keramahtamahan.

Ellisa menghela napas pendek dan samar, tanpa menjawab pertanyaan Bobi, perempuan itu beranjak melangkah menuju meja yang ia tempati sebelumnya.

Bobi menggidikkan bahunya kemudian memesan seporsi bakso kepada sang penjual sebelum akhirnya menyusul Ellisa di tempat duduknya.

Ellisa langsung menunjukan foto Gisa kepada Bobi bahkan laki-laki itu belum sepenuhnya mendudukkan diri di seberang nya. "Kenal?" tanyanya to the point.

Sesaat Bobi terdiam, ia mendadak merasakan sesuatu yang tidak aman, ada hal yang membuat jantungnya berdebar seakan ketakutan, namun laki-laki itu tidak menunjukkan ekspresi itu, ia memiliki kendali yang baik bahkan di bawah tekanan seperti ini pun ia mampu untuk tetap terlihat tenang.

"Gisa Alkila? Kakak kenal kok sama dia, kenapa?" tanya laki-laki itu.

Ellisa menghela napas lagi, kali ini lebih panjang dan terdengar lebih jelas, membuat Bobi mengerutkan dahinya tanda mempertanyakan ada apa.

"Lo tahu gak kalo Gisa udah meninggal?" tanya Ellisa dengan nada bicara yang tidak mengenakkan sama sekali.

Mata Bobi langsung terbelalak, "Meninggal? Kapan?" tanya nya, karena memang ia tidak mengetahui apa-apa lagi setelah perempuan itu berhenti bekerja di sini.

"Karena melahirkan." jawab Ellisa kemudian tersenyum miring, menatap Bobi dengan tatapan mengintimidasi, tatapan yang seakan berbicara: gara-gara lo!

"Gue mau lebih sopan lagi sama lo." kata Ellisa setelah mereka berdua terdiam beberapa saat.

Bobi menoleh pada perempuan itu, jari-jemarinya di bawah sana bergerak tak karuan, menampakkan kegelisahan yang tersimpan dalam dirinya.

"Kak Bobi, Gisa korban pemerkosaan, dan kelahiran anaknya pun kalo dihitung dari tanggal Gisa curhat di buku diary nya, itu tepat 9 bulan 10 hari." ucap Ellisa tak memutuskan kontak mata sama sekali dari laki-laki itu.

Bobi di tempatnya hanya bisa membisu, namun kegelisahan itu semakin menjadi-jadi, kali ini ia merasa begitu sulit untuk mengendalikan dirinya.

Bakso yang mereka pesan datang secara bersamaan, menjeda obrolan penting yang sedang memenuhi ruang dalam diri mereka masing-masing.

Buru-buru Bobi mengambil tomat, kecap dan sambal untuk melengkapi baksonya, seakan memang ingin menghindari pembicaraannya dengan Ellisa.

"12 Februari 2020, waktu Gisa pulang dari sini, dia ketemu dua cowok yang lagi mabuk, dan dia dilecehkan malam itu." Kata Ellisa menatap Bobi dengan tatapan tenang.

Sementara yang ditatap nampak melahap baksonya dengan terburu-buru. Seketika Ellisa berdecih kecil, "Lo sama temen lo, ya?"

Bobi sudah menduga pertanyaan itu akan ia dengar, jadi ia tidak tersedak, namun hal itu sukses membuat jantung Bobi berpicu dengan cepat. Ia bahkan merasakan panas dan dingin secara bersamaan.

"Lo juga pernah mau ngelecehin gue kan?" tanya Ellisa lagi dengan tatapan datar yang sepenuhnya tertuju pada laki-laki itu, ia sama sekali tak memiliki niat untuk menoleh pada baksonya.

"Gue punya alasan kenapa lo jadi orang pertama yang gue curigain, yang pertama, karena lo pernah mau ngelecehin gue, yang ke-dua gue nemu nama lo di buku Gisa, dia nulis nama lo pakai tinta merah terus nama lo dilingkarin sama dia, dan yang ke-tiga, gue ketemu foto lo di HP Gisa." jelas Ellisa dengan nada yang tenang namun penuh dengan ketegasan, ia sama sekali tak memberi celah untuk Bobi mengelak.

"Itu cuman asumsi lo." akhirnya setelah membisu sekian saat, Bobi bersuara dengan terburu-buru.

"Gue cuman menyampaikan apa pikiran gue, biasa aja dong respon lo." kata Ellisa kemudian tertawa kecil di ujung kalimatnya. Perempuan itu menghela napas pendek kemudian menarik mangkok baksonya.

Bobi terdiam, ia menatap Ellisa dengan begitu lamat untuk beberapa waktu.

"Kenapa?" tanya Ellisa yang menyadari kalau Bobi tengah memperhatikannya.

Gue harus hati-hati sama nih cewek
Dalam hati Bobi berujar, kemudian ia menggelengkan kepalanya untuk merespon Ellisa.

--

"Aku pengen jatuh cinta lagi, Sa. Tapi kamu terlalu membekas di aku. Dosa aku pun kayaknya enggak akan kasih izin buat aku punya hubungan asmara sama orang baru."

Hanya keheningan yang membawa kalimat Ajun pergi mengudara. Di tengah area pemakaman, di antara segala kegelisahan, Ajun menghela napas dengan berat begitu kalimat yang ia ucapkan hilang membias di udara tanpa adanya respon dari siapa-siapa.

"Aku senang ketemu Ellisa, aku suka sama dia, tapi aku terlalu hina buat jatuh cinta sama dia, Sa, aku malu." ucap Ajun.

Lagi, kalimat itu hanya bisa pergi mengudara, menyampaikan lara pada cantik dan harum nya bunga kamboja.

"Pantes gak sih Sa, kalau aku jatuh cinta lagi? Apa terlalu egois kalau aku jatuh cinta sama orang lain selain kamu?"

Semuanya terasa semakin rumit setelah Ajun menyadari bentuk perasaan yang mulai tumbuh di hatinya, ketika sebuah rasa menghadirkan asa untuk Ajun, dan semakin ke sini rasanya semakin sulit.

Ia merasa menjadi manusia yang sangat egois jika jatuh cinta lagi, sebab Gisa baginya adalah yang pertama dan terakhir. Namun ternyata semesta memberinya rasa, hidupnya harus terus berjalan, dan Ajun ternyata memiliki keinginan untuk tetap di tempat. Di masa lalu yang seharusnya sudah lama ia lepaskan, masa lalu yang sudah seharusnya ia tinggalkan.

"Kalau menurut kamu, aku harus tes DNA gak sama Nara? Nanti jawab di mimpi ya, Sa?" ucap laki-laki itu sambil mengusap nisan Gisa dengan lembut.

Ajun tertunduk dalam, menumpu kepalanya pada nisan perempuan itu hanya untuk menangis, jujur saja rasanya masih terlalu sulit berada di situasi ini, masih terlalu sukar untuk Ajun lalui.

Bahu laki-laki itu bergerak naik turun tak beraturan, isak kepedihan itu pun kembali terdengar, membias di udara, menyampaikan pada semesta kalau dirinya sungguh lelah dengan segala rasa sakit yang sudah lama mengendap di dasar hatinya.

Renjana akan kasih yang tak pernah bisa tertuntaskan.

"Terlalu egois ya, Sa? Atau terlalu nggak tahu malu kalau aku suka sama orang selain kamu?"

"Jun?"




Bersambung

"Apakah terlalu egois jika aku jatuh cinta lagi? Apa terlalu tak tahu malu kalau aku mencintai seseorang selain kamu?"

~Ajunda Radeva~

Renjana Kasih Ft. Junkyu TREASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang