012 - Membenci

47 8 2
                                    

"Kak, kenapa kamu kayak gini? Gak ada yang salah, bukan salah kamu, bukan salah siapa-siapa, tapi emang tuhan yang mau kita kayak gini." ucap Gisa rendah.

Wajahnya yang putih pucat, bibirnya yang menghitam, rambut lurus nya dibiarkan terurai begitu saja, menggunakan gaun di bawah lutut berwarna putih yang sangat indah. Menjadi pemandangan yang sangat menyakitkan untuk Ajun tatap.

Ajun mengedarkan pandangannya ke sekitar, berusaha mengenali tempat dimanakah sekarang ia berada, namun semua hal yang ada di sini tampak sangat asing bagi matanya.

Laki-laki itu kembali menoleh pada Gisa, "Ini kamu, Sa?"

Lengkungan indah di bibir perempuan itu perlahan-lahan terangkat, "Iya, aku datang lagi, karena cuman dimensi mimpi yang bisa mempertemukan kita."

Barulah Ajun tersadar kalau ia sedang bermimpi, tapi anehnya ia dapat merasakan sesuatu yang seharusnya tidak bisa dirasakan dalam dunia mimpi.

Ajun dapat merasakan bagaimana hatinya getir, bagaimana jantungnya berdetak tidak pada normalnya, semuanya dapat ia rasakan layaknya sedang berada pada dunia yang sesungguhnya.

"Kenapa harus menyesal?" Gisa kembali bertanya.

Dengan gerak lambat, kepala laki-laki itu mulai tertunduk, memperhatikan ujung kakinya yang tidak menggunakan alas kaki di bawah sana.

"Aku kehilangan kamu." lirih Ajun kemudian.

Gisa tersenyum, memperhatikan Ajun yang tertunduk semakin dalam, kalut akan kerinduan dan penyesalan yang mengaduk-aduk jiwanya.

"Kapan kakak mau berdamai sama diri kakak sendiri? Sampai kapan kakak terus menyesal kayak gini? Aku gak kemana-mana."

Lantas Ajun mengangkat pandangannya hanya untuk melihat wajah Gisa yang begitu tenang, "Sampai kamu balik."

"Gak akan pernah mungkin." sahut Gisa cepat dengan suara yang masih sama terdengar tenang.

"Bagi orang lain, pandangan terhadap kita yang melakukan hubungan diluar nikah kayak gitu adalah hal yang paling hina, kita gak bisa mengelak. Tapi, mereka gak pernah tahu udah sejauh mana kamu berusaha menebus dosa itu, udah semenderita apa kamu terhadap penyesalan itu."

Ajun tak bersuara sebab rasanya terlalu kelu.

"Kak, aku punya rahasia yang mungkin bisa bikin kamu jauh lebih tenang setelah ini, tolong cari tahu sendiri, ya?"

Perlahan bayangan Gisa menghilang seolah di bawa pergi oleh tuhan, menjadi pengakhir dari pertemuan dua insan berbeda dimensi itu.

Sekarang Ajun terdiam di tempat asing ini, kalut dalam pikirannya sendiri, bertanya-tanya dalam kebisuan lisan, apa yang harus ia lakukan? Apa langkah yang harus ia ambil selanjutnya?

--

Pagi ini Ajun dibangunkan oleh kerasnya suara tangis Nara dari arah kamar Ibu Lina.

"Kenapa, Bu?" tanya nya pada sang ibu yang sedang berusaha menenangkan Nara yang tantrum.

"Gak tau, Jun, dari tadi nangis terus, ibu juga gak ngerti, padahal suhu badannya normal aja, enggak demam."

Ajun menghela napas pendek sambil mendekat pada Nara yang menangis tersedu-sedu di tempat tidur, ia coba meraih tubuh mungil itu dengan berhati-hati, namun Nara menepisnya dan menangis semakin jadi.

"Kenapa sayang, hmm? Princessnya papa kenapa nangis?" tanya Ajun lembut.

Tapi, Nara sangat enggan untuk menjawab, balita itu terus saja menangis dan berguling-guling di atas kasur sampai terbatuk-batuk dengan sendirinya.

Renjana Kasih Ft. Junkyu TREASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang