Cahaya matahari terlihat perlahan menurun untuk memberi tanda bahwa malam hari akan segera tiba. Elysia yang tak tahu bagaimana kehidupan kaum manusia menjadi bingung harus pergi kearah mana, sedangkan Astra salah satu manusia yang bisa saja menjadi temannya telah pergi karena tingkah Elysia yang menganggap mereka bisa berteman baik jika ia membantunya.
"Mengapa ia melarikan diri?"
"Apa aku membuat kesalahan?""Aku kan hanya membantunya. Aaah perilaku manusia memang aneh" celoteh Elysia.
"Mmm.. Apa aku harus melakukan itu?" tanyanya seraya mengakhiri celoteh saat itu.
Ketika cahaya bulan berada diatasnya, suara retakan rantingpun terdengar dari balik pohon Doerner Fir yang pernah ia tempati. Mata Elysia berubah menjadi Hazel terang dan menampakkan kepadanya seluruh tempat yang gelap saat itu. sesosok tubuh yang tak jelas wajahnya sedang berdiri membelakangi Doerner Fir. Elysia pun tersenyum.
"Kau kembali?" tanya nya. Seorang pria tinggi dengan sepatu putih itu perlahan-lahan berjalan mendekat ke arah Elysia.
"Aku hanya tersesat. Itulah kenapa aku kembali" ucapnya yang tak lain adalah Astra dengan jarak sedikit jauh dari Elysia.
"Mendekatlah, aku tidak akan melukaimu" ucap Elysia seraya menjaili Astra dengan memerintahkan ranting pohon untuk mengangkat dan memindahkannya tepat di samping Elysia.
"Woow" teriak Astra yang mulai terbiasa dengan kelebihan Elysia.
"Aah.. a...aku akan menyalakan api" ucapnya gelagapan karena suasana sangat gelap ditambah lagi hanya mereka berdua di tengah hutan belantara.
"Apa yang kau maksud? Apa kau mau membakar hutan ini?" tanya Elysia
"Aah b..bukan, aku hanya mau membuat penerangan"
"Penerangan dari api? Jangan, itu berbahaya" seru Elysia seraya mengucapkan sebuah mantra "Accedere ad Lumina Sivae (Mendekatlah para penerang hutan)" lalu melambaikan tangannya hingga puluhan kunang-kunang keluar dari hutan dan berdiam diantara pepohonan. Tempat Elysia dan Astra pun seketika menjadi lebih terang dari sebelumnya. Saat itu mata Astra terpana melihat kecantikan Elysia yang ikut bersinar dibawah sang rembulan dan sinar kunang-kunang.
"Apa yang sedang kau tatap?" tanya Elysia.
"Ah tidak" jawab Astra singkat seraya mengalihkan pandangannya. Elysia tertegun heran, namun wajahnya perlahan memerah karena perasaan yang bercampur aduk antara gugup dan Bahagia.
"Bagaimana kau bisa ada disini? Apa hanya kamu saja manusia yang ada di dunia manusia?"
"Hah? Apa maksudmu?" tanya Astra yg tak berani menatap wajah cantik itu.
"Aku hanya heran, apa yang harus di takuti dari dunia manusia jika keadaannya hanya seperti ini?" ucap Elysia.
"Mengapa kamu takut dengan manusia?"
"Ceritanya panjang." Tutup Elysia. Tak ada percakapan lagi, Astra menjadi ragu untuk memulai pertanyaan.
"Kamu kenapa bisa berada disini?"
"Kamu kenapa bisa berada disini?" pertanyaan yang sama."Ah, kau saja lebih dulu menjawab" pintah Astra.
"Aku ingin mencari sahabatku Allegra, kita terpisah saat portal itu terbentuk"
"Portal? Maksudnya?" tanya Astra.
"iya.. portal yang membatasi dunia manusia dan negeri Nubibus."
"Negeri Nubibus?"
"Ia.." jawab Elysia dengan polosnya.
"Maaf aku ingin bertanya, maksud kamu negeri Nubibus itu apa? Apa dia semacam negara?" Tanya Astra
KAMU SEDANG MEMBACA
NUBIBUS (Pertarungan di dua dunia berbeda)
FantasySeorang wanita pertama yang menjadi penerus suatu negeri bernama Nubibus dari kaum Viridi Capillus/Rambut Hijau. Semua berawal saat peperangan terjadi dinegeri Nubibus yang dilakukan oleh peneliti dari dunia manusia, mereka berhasil menemukan letak...