Part 1

99 13 3
                                    

Setiap cinta akan dikisahkan dengan apik oleh semesta.

Tetapi ...

Tidak ada jalan yang mulus untuk cinta. Badai akan mengajar dari segala sisi, tidak peduli betapa pedihnya sang pemilik hati. Tidak ada ruang yang lenggang untuk cinta. Halang rintang telah berdiri dengan kekuatan penuh guna meruntuhkan kegigihan bagi para pejuang hati. Tidak ada bahagia yang bertamu selamanya untuk cinta. Luka, lara, duka kapan saja  akan datang tanpa diundang tuk menggoyahkan kekuatan pemilik hati.

Tetapi ...

Itu semua tidak membuat kegigihan pemuda yang tengah melepas pelukannya dari sang ibu runtuh. Dia yakin, cintanya sudah cukup kuat  untuk menghadapi badai cinta, merobohkan halang rintang yang ada, menerima dengan ikhlas luka lara dan duka yang bisa sewaktu-waktu tiba. Hanya saja di sini ... dia teramat sibuk memikirkan kebahagiaan yang akan segera dia jemput di ratusan kilometer sana. Kebahagiaan bersama perempuan yang tiga tahun ini menjalin hubungan online antar negara.

“Kya hoga agar ....” (Bagaimana jika ...) Wanita paruh baya yang menutupi dadanya dengan selembar selendang hijau memandang putranya penuh tatapan ragu.

“Chinta mat karo, Maa. Tolong, jangan membuatku berubah pikiran. Lagi pula, ini permintaan Ibu untuk membawa calon menantu Ibu kemari ‘kan?(Tenang saja, Ibu ...)

“Haan. Lekin ....” (Iya. Tapi ...)  Amrita menunduk, dia tidak tega melepas putranya yang akan pergi beberapa minggu dalam misi menjemput sang  calon istri. “Ibu hanya ... hanya takut, Nisha. Nisha akan menolak permintaanmu, Nak. Secara, kau akan datang tanpa memberi kabar terlebih dahulu.”

Abhi tersenyum, mengelus kedua sisi lengan atas sang ibu, lalu turun menggenggam kedua tangannya. “Maa, semua akan baik-baik saja. Justru, kedatanganku akan menjadi kejutan besar untuk Nisha.”

Amrita tidak bisa apa-apa jika putranya sudah kekeh pada pendiriannya. Lagi pula, apa yang dilakukan Abhi juga karena pendapatnya untuk melamar gadis pujaan yang putranya kenal dari sosmed tiga tahun terakhir. Sebenarnya, Amrita tidak tahu banyak bagaimana hubungan Abhi dan Nisha. Putranya pernah berkata, dia sudah memiliki kekasih, kekasihnya tinggal di Indonesia. Dia mengatakan  itu dengan tujuan menolak drama perjodohan yang ibu dan sahabatnya lakukan tanpa sepengetahuannya. Walaupun pada  akhirnya, Abhi mengetahuinya saat tidak sengaja menguping pembicaraan keduanya.

Karena kekeh menolak perjodohan itu, Amrita pun menantang putranya untuk membawa Nisha kekasihnya itu ke hadapan sang ibu. Dan, hari ini pun  terjadi.

Main ja raha hoon, Maa.” ( Aku berangkat, Ibu) Abhi mengangkat koper yang sejak tadi menunggu dinaikkan ke dalam taksi.

Amrita melepas kepergian putra bungsunya untuk mengejar cinta seorang gadis yang baru sekali dia lihat wajahnya. Itu pun, di galeri foto ponsel Abhi. Ya, Amrita akui, gadis yang menjadi kekasih putranya cantik, seiman, dan berpendidikan. Hanya saja ... mungkin, dalam hati kecilnya, Amrita merasa tak terima, putranya yang tiga puluh dua  tahun dia cintai dan sayangi sepenuh jiwa raga telah mencintai wanita selain ibunya.

Amrita memecah lamunannya, kemudian melambaikan tangan pada Abhi yang sudah  duduk bersiap di dalam taksi. Senyum lebar Abhi berikan sebelum taksi yang ditumpangi melaju seiring waktu meninggalkan kediamannya.

“Maafkan aku, Ibu,” ucap Abhi lirih seusai menghempaskan punggung ke dinding kursi belakang. “Aku tidak bermaksud membohongi Ibu. Aku hanya tidak mau, Ibu terus menerus menjodoh-jodohkanku.” Kemudian, Abhi mengeluarkan ponsel. Mencari sebuah foto di galeri ponsel. Siapa lagi kalau bukan foto Nisha. Dia tersenyum pada sosok gadis berlesung pipi di dalam layar ponselnya itu.

“Mujhe nahin pata ki yah sahee baithak hone ja rahee hai ya yadi ....” (Aku tidak tahu ini akan menjadi pertemuan yang sempurna atau justru ....) Abhi menelisik keramaian jalan raya yang tak pernah mati oleh suara klakson. Dan mungkin, itu akan menjadi keramaian terakhir yang akan dia dengar sebelum pergi dari negera kebanggaannya, India.

Di tengah jalanan yang berkabut polusi, Abhi membalas pesan dari sang ibu bahwa dia masih terjebak macet. Seusai itu, dia membuka laman Instagram, melihat pesan yang belum jua dibalas oleh perempuan yang dia cintai. Bahkan, pesan itu sudah terkirim seminggu yang lalu, tapi tak mendapat respon apapun. Abhi memberanikan diri untuk mengirim pesan pada Nisha yang isinya memberitahu bahwa dia akan datang menemui perempuan itu. Pesan terkirim, lalu Abhi menutup laman Instagram dan beralih mencari sebuah kontak untuk dihubungi.

Karena nomor yang dia telpon tidak juga diangkat, Abhi mengirim pesan singkat pada pemilik nomor itu. Dalam pesannya, Abhi berpesan agar orang tersebut diminta menjaga ibunya sampai dia pulang.

Akhirnya, kemacetan dapat terurai dan membuat taksi yang ditumpangi Abhi dapat melenggang kembali menuju bandara. Sepanjang perjalanan itu pula, Abhi tidak berhenti mengatur napas, sungguh, dia sangat gugup tak karuan karena akan bertemu perempuan yang tiga tahun ini menjadi labuhan mimpinya.

Sekarang. Abhi telah duduk manis di dekat jendela, menikmati sajian makanan yang disediakan pihak maskapai. Setidaknya, perutnya yang sejak pagi kosong terisi sesaat. Senyuman Abhi tidak juga putus saat membayangkan pertemuannya dengan Nisha nanti.

“Kau pasti lebih cantik dari yang kulihat di foto ini.” Jempol Abhi mengusap pelan wajah Nisha yang terpampang di layar ponsel.

Guna mengurangi intensitas kebosanan selama perjalanan yang memakan waktu tempuh hampir tujuh jam, Abhi memasang headphone di kedua sisi telinga, mendengarkan lagu India yang sedang naik daun.

Kelopak mata Abhi perlahan turun, menghayati bait-bait lagu yang dia dengarkan. Dia terus memutar lagu yang sama sepanjang perjalanan. Tidak ada kata bosan. Sesekali, dia merubah posisi duduk. Sesekali dia berusaha membuat dirinya tenggelam dalam rasa kantuk. Naas, dia tak berhasil, matanya bersikeras tak mau tertidur seperti penumpang lain. Abhi terus saja berkecamuk memikirkan pertemuannya dengan Nisha. Hanya saja sekarang, masalahnya ... perempuan itu tidak juga membaca pesannya.

Tiba-tiba, Abhi menepuk kening. Dia sudah teledor.

“Astaga, aku menghancurkan semuanya. Seharusnya aku tidak memberitahu kedatanganku pada Nisha. Astaga, kau ini kenapa Abhi?” Kesalnya pada diri sendiri. Sekarang, dia justru sangat berharap, pesannya tidak dibaca oleh Nisha.

Setelah menempuh tujuh jam untuk sampai ke Jakarta. Abhi buru-buru turun, mengambil koper dan bergegas menyalakan ponsel.  Abhi mengecek laman Instagram, penasaran apakah pesannya sudah dibaca oleh Nisha apa belum. Dia mendesah lega. Pesannya belum dibaca.

“Syukurlah,” ujarnya usai menghapus pesan. Dia tidak tahu, mengapa dia seteledor itu, mungkin karena dia terlalu senang akan bertemu perempuan itu.

Baru sedetik meninggalkan laman message, Abhi dikejutkan oleh postingan Nisha di insta story Instagram. Perempuan yang mengenakan hijab hitam itu tengah berswafoto dengan seorang pria berlatar hamparan awan di sebuah puncak gunung. Ya, perempuan itu tengah mendaki.

“Pantas saja pesanku tidak dibalas.” Batin Abhi menaruh pesan singkat di postingan Nisha itu, berharap pesannya akan segera dibaca.

***

Dekh Lena [END] (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang