Part 3

21 5 3
                                    

Entah apa yang ditunggu pria itu, sebab, sejak tadi bus bersilerawan, tetapi dia tidak juga menaiki satu pun bus. Dia malah sibuk berkirim pesan dengan seseorang. Dan Aarvi? Dia sibuk menikmati ketampanan Abhi sembari memangku dagu.

Abhi berdecak lirih ketika menoleh mendapati  gadis itu bengong menatapnya.

“Kya problem hai?” (Apa masalahmu) tanya Abhi mengangkat satu tangan, seolah bertanya.

“My problem? You are so handsome, handsome, and very handsome. One more! You are so cute.” Aarvi berniat mencubit pipi Abhi, akan tetapi, pria itu buru-buru menepis tangan Aarvi. Dia tidak tahu mengapa gadis di sebelahnya seaneh itu.

Abhi yang tidak mau lagi diganggu oleh Aarvi memutuskan untuk naik ke bus yang baru saja berhenti. Namun ternyata, gadis itu membuntutinya lagi dan duduk bersebelahan dengannya. Abhi menggeser duduknya sedikit menghadap jendela, dia risih karena Aarvi tidak berhenti menatapnya.

Abhi mengintip singkat, berharap gadis di sebelahnya tidak lagi menatapnya. Dia salah, Aarvi masih tetap menatapnya, tidak peduli hanya menatap pria itu dari samping.

Sampai halte berikutnya, Abhi tidak berhenti berpaling dari sorot mata Aarvi. Begitu pula sebaliknya, gadis itu juga tidak berhenti menayapnya. Seakan Abhi magnet yang sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja.

Bus berhenti, Abhi main turun, meskipun belum mencapai tempat tujuannya. Baru saja hendak membayar ongkos, lengannya ditarik oleh Aarvi yang memasang muka memelas.

“Dompetku ketinggalan di rumah, maukah kau membayarkan ongkosku juga?” Aarvi memohon.

Tanpa mengiyakan, Abhi membayarkan ongkosnya dan gadis yang sama sekali tidak dia kenal itu. Keduanya turun beriringan.

Thank you. Bagaimana jika ... sebagai gantinya kau beristirahatlah sebentar ke rumahku. Letak rumahku tidak jauh dari sini. Sebelum pergi, aku sudah memasak banyak makanan, kau pasti lapar ‘kan? Atau kalau mau, kau bisa tidur sejenak, sepertinya kau baru melakukan perjalanan jauh.”

Abhi tak menggubris celotehan gadis yang tidak jera membuntuti kemana pun dia pergi, dia lebih memilih membalas pesan-pesan dari sang ibu daripada meladeninya. Selesai dengan urusan membalas pesan, Abhi beralih ke laman Google Maps, melanjutkan perjalanan menuju kediaman Nisha yang dia dapat dari seorang teman Indonesia yang kebetulan mengenal perempuan itu.

Tanpa mempedulikan Aarvi yang masih tak jera mengekorinya, Abhi meneruskan perjalanan dengan jalan kaki, menyusuri trotoar tergesa-gesa. Ingin rasanya dia berlari secepat mungkin, hanya saja, dia tidak bisa melakukan itu, sebab Aarvi kini justru berjalan di depannya dengan berjalan mundur.

“Kau belum memperkenalkan diri, Tuan Tampan. Namaku Aarvi, kau?”

Tidak ada tanggapan.

Hey you! Sebenarnya kau mau ke mana, ha?”

“Itu bukan urusanmu,” balas Abhi menoleh ke jalan lalu ke ponsel, memastikan apakah jalan yang dia lewati sudah benar apa belum.

Tanpa diduga, Aarvi main menahan dada Abhi dengan kedua tangan. Memaksa pria itu agar menjawab pertanyaannya.

“Dari wajahmu saja aku tahu, kau sedang kebingungan mencari sesuatu. Katakan! Apa yang sedang kau cari ha? Apa kau sedang mencari alamat seseorang? Ayo, katakan!” Aarvi sedikit menggertak.

Abhi segera menepis tangan Aarvi. “Mere suno, kita bahkan baru saja bertemu beberapa jam yang lalu, Nona. Mengapa Anda sepeduli itu kepada saya.” Abhi memohon dengan kedua tangan. “Anda bilang, rumah Anda tidak jauh dari sini bukan? Pulanglah, Nona. Kau tidak perlu mengurusi pemuda yang bahkan tidak Anda kenal.” (Dengarkan aku, ...)

Dekh Lena [END] (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang