Satu nama yang terucap dari bibir pucat Abhi. Nama itu menemaninya membuka mata setelah melalui fase kritisnya. Perlahan, kelopak mata yang dua hari lalu tertutup karena kecelakaan yang menimpa kembali menatap warna-warni dunia. Seberkas senyum dari seorang dokter menyambut. Dengan tenaga yang belum sepenuhnya pulih, sesekali dia menutup mata sejenak, lalu membukanya kembali, mencari tahu wajah-wajah orang yang ada di ruang rawat.
Anita yang menangis terharu di pelukan Meera berusaha menyungging senyum. Begitu pula Meera dan Satya.
“Alhamdulillah. Ini benar-benar di luar prediksi kami, kami sempat berpikir, pasien tidak akan secepat ini siuman setelah melewati fase kritis. Maha besar Allah atas kuasa-Nya,” kata dokter. “Kalau begitu, kami permisi. Jika ada apa-apa, panggil saja.”
“Baik, dok,” balas Satya mengantar dokter pria itu keluar.
Anita mendekat ke sisi samping hospital bad Abhi. Dia memberikan senyum terbaik pada pria yang dicintai putrinya itu.
“Syukurlah, akhirnya kau sadar, Nak. Ibu sangat panik ketika mendengar kabar kau kecelakaan.”
“Ibu, Abhi baru saja siuman. Jangan ajak dia bicara. Lagi pula, belum tentu dia paham apa yang kita katakan,” ujar Meera yang memberikan kursi untuk sang ibu.
“Baiklah. Ibu hanya ... sangat cemas padanya.”
“Aku tahu itu. Em, aku izin keluar sebentar memberitahu Satya untuk menjemput si kembar.”
Anita mengangguk, membiarkan putri keduanya beranjak. Tinggal dirinya dan Abhi yang masih diam menikmati rasa sakit di sekujur tubuh. Hanya langit-langit plafon yang menjadi titik perhatiannya. Walaupun kepalanya terasa berat, tatapan matanya begitu jenuh nan kosong. Tidak banyak yang dia pikirkan selain ...
Abhi menoleh dengan gerakan pelan. “A ... A-Aarvi.”
Sangking pelannya suara Abhi, Anita harus sedikit mendekat ke arah pria itu agar bisa mendengar apa yang dia katakan.
Dengan susah payah, Abhi mengulang nama yang sama. “Aar ... vi.”
Lekas, Anita paham seketikanya. “Aarvi?”
Abhi mengukir senyum tipis disela anggukan kecilnya.
“Aarvi. Dia ....” Karena minim berbicara dengan Bahasa Inggris atau pun Bahasa Hindi, Anita meraih ponselnya, mengetik ucapannya di Google Translate lalu memperdengarkannya pada Abhi.
Pria itu malah diam tak bergeming. Pikirannya semakin kacau saat Anita memberitahu melalui Google Translate bahwa Aarvi hilang.
Tidak ingin Abhi tertekan oleh hilangnya Aarvi, Anita kembali memberi pesan melalui Google Translate. Dia mengatakan, dia yakin, putrinya baik-baik saja dan akan segera pulang.
***
Hari ini, Abhi diperbolehkan keluar dari rumah sakit setelah hampir setengah bulan menjalani perawatan. Dengan kepala yang diperban, tangan kiri yang digantung menggunakan sling, Abhi memasukki kamar perempuan yang saat ini masih belum diketahui keberadaannya.
Telapak tangan Abhi mengambil frame foto yang di sana menampilkan foto Aarvi tengah tersenyum lebar bersama anggota keluarga. Dia mengembalikan lagi frame foto itu ke tempatnya. Lalu, dia menelisik setiap sudut kamar Aarvi dan berhenti di depan jendela.
“Mengapa seolah takdir tidak memberikan saya kesempatan untuk menemui Anda. Apa yang sebenarnya telah terjadi pada kita Aarvi. Jarak ini ....” Perhatian Abhi teralih ke meja rias Aarvi. Sorot matanya menangkap sebuah buku bertuliskan nama lengkap Aarvi di sampul buku. Dia mengambilnya, membuka lembar terakhir. Dia terkejut, ada foto polaroid dirinya yang diambil Aarvi diam-diam ketika Abhi tengah menjemur pakaian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekh Lena [END] (SEGERA TERBIT)
Любовные романыJuara 1 Wrileto Penerbit CMG Bekasi 03 [ROMANCE || RELIGI] *** Aarvi tidak pernah berhenti mengejar cinta Abhi. Dia tidak peduli seberapa besar cinta Abhi pada Nisha, perempuan yang ternyata sahabat lama Aarvi. Bahkan, Aarvi rela menemani Abhi memp...