10

18 9 9
                                    

Dita sedang mencuci peralatan makan yang sebelumnya dipakai olehnya, Darlan, dan Darti. Tapi gadis itu menghentikan kegiatannya karena mendengar suara ketukan pintu.

Dita mematikan keran wastafel lalu membalikkan tubuh, sang gadis ingin berjalan dan membukakan pintu rumah. Tapi apa yang akan Dita lakukan terhenti karena suara Darti yang menginterupsinya.

"Biar Ibu aja yang buka, kamu lanjutin aja cuci peralatan makan, Nak."

Dita mengangguk, lalu kembali melanjutkan aktivitas yang sempat tertunda. Begitu selesai mencuci semuanya, Dita ingin berjalan menuju kamar, tapi belum sempat Dita melangkah, ia sudah dikejutkan dengan apa yang ibunya lakukan.

Bagaimana tidak? Darti tiba-tiba menghampiri dan berhenti di samping Dita, wanita itu tidak mengatakan apa pun, tetapi beliau langsung memberikan uang 300 ribu kepadanya.

"Kenapa Ibu kasih ini?" tanya Dita dengan kening berkerut.

"Kamu diajak jalan ke mall sama Disha. Dia udah nunggu kamu di ruang tamu tuh."

Penjelasan Darti membuat Dita terkejut untuk kedua kalinya. "Kok mendadak banget, Bu?" Disha nggak chat atau telepon aku dulu loh."

Darti mengangkat bahu. "Ibu juga nggak tahu."

Ketika Dita sudah membalikkan badan, Darti mendorong bahu sang putri pelan. "Sekarang kamu harus siap-siap, jangan lama-lama, ya."

Dita mengangguk. "Iya, Bu. Oh iya, makasih karena Ibu udah kasih uang ke aku."

"Sama-sama, Nak."

###

"Gue minta maaf ya Ta, karena gue ngajak lo pergi mendadak malam ini," ucap Disha saat ia dan Dita sudah ada di perjalanan, Disha berharap keheningan bisa hilang diganti dengan topik pembicaraan.

Dita mengarahkan pandangan pada Disha yang masih fokus menatap jalanan kota. "Nggak apa-apa Sha. Selama gue diizinin sama orangtua, sih, gue nggak masalah."

"Jujur, tadi gue agak kaget. Habis cuci piring langsung dikasih duit gitu aja, gue merasa jadi Mas Deri kalo terima gaji. Bedanya, kalo gajian kan ada tanggal pastinya, kalo ini tiba-tiba. Tapi rasa senangnya sih sama."

Ternyata pengalaman mengajak teman jalan-jalan untuk memperbaiki suasana hati masih berlaku bagi Disha. Buktinya sekarang rasa kesal Disha mulai berkurang dan kesenangan mulai mengambil alih perasaannya.

"Besok pulang sekolah, lo harus ngasih tahu Mas Deri kalo lo udah ngerasain kesenangan gajian, Ta," ucap Disha sambil tertawa lepas.

Dita mengangguk sebelum ikut tertawa. "Pasti gue bakal lakuin itu besok."

Perbincangan Dita dan Disha terus berlanjut sampai mobil Disha berhenti di basement pusat perbelanjaan. Mereka turun dari mobil, mereka berdua mengambil tas yang terletak di jok belakang terlebih dulu sebelum melangkah menuju pintu masuk.

"Kita mau ke mana?" Dita melontarkan pertanyaan ketika mereka sudah ada di dalam pusat perbelanjaan.

"Makan martabak kuah kari," jawab Disha.

Sesampainya Disha di tempat yang dituju, ia langsung memesan satu porsi martabak lengkap dengan air mineral dingin. Sedangkan Dita disarankan untuk duduk di salah satu kursi yang ada di tempat tersebut.

Satu menit kemudian Disha menyusul Dita, gadis itu sekarang duduk di kursi yang terletak di samping Dita. Setelah Disha menaruh totebag miliknya di belakang punggung, gadis itu juga sudah membawa dua air mineral dingin di kedua tangan.

Beberapa saat kemudian, satu porsi martabak kuah kari yang Disha pesan sudah datang. Pelayan yang mengantar pesanan Disha tersenyum lalu ia meletakkan nampan berisi satu porsi martabak, satu mangkuk kuah kari, dan satu piring cabai rawit yang sudah diiris.

"Ini pesanannya, Kak. Silakan dinikmati," ucap pelayan itu.

Dita tersenyum. "Terima kasih, Kak."

Disha juga menimpali ucapan Dita dengan tiga kata yang sama. Setelah pelayan itu pergi, Disha dan Dita mulai menyantap makanan yang sudah tersaji. Lambat laun otak Dita mulai mencari alasan terkuat kenapa gadis di sampingnya ini mengajaknya ke sini.

Jawaban yang paling memungkinkan di pikiran Dita adalah, Disha membutuhkan orang lain untuk mendengarkan keluh-kesahnya.

Tapi Dita tidak ingin bertanya lebih dulu. Alasannya simpel, Dita tidak mau dicap sebagai orang yang terlalu ingin mengurusi masalah orang lain.

Disha sudah menelan suapan pertama makanannya. Tiba-tiba gadis itu tertawa.

Dita mengerutkan kening karena ia bingung. Jujur aja, gue makin penasaran. Sebenarnya apa yang dipikirin Disha sekarang? tanya Dita dalam hati.

Beberapa detik kemudian, tawa Disha sudah mereda. Gadis itu pun berkata, "Fakta yang gue tahu tadi siang tuh kocak banget, Ta. Gue nggak bohong, beneran."

"Maksud lo?" tanya Dita. Terselip rasa senang di hati Dita karena Disha sudah mau berbagi cerita padanya.

Disha menarik dan mengembuskan napasnya perlahan. "Oke, gue cerita dari awal, ya. Jadi seminggu sebelum pendaftaran SMA Gunadarma dibuka. Papa dan Mama gue ngajak gue diskusi."

"Papa ngasih tahu kalo beliau ada rencana buat daftarin gue ke SMA Gunadarma. Tapi waktu diskusi itu gue belum cari info apa pun tentang SMA ini. Gue tanya ke Papa. "Papa dapat info SMA Gunadarma dari siapa?"

"Papa gue jawab. "Papa dapat info dari tiga pekerja di kantor Taranto Group, ada tiga anak dari pekerja kantor Papa yang akan sekolah di sana juga."

Mendengar cerita Disha sejauh ini, pikiran Dita sudah menyimpulkan, tapi ia membiarkan Disha melanjutkan ceritanya sampai akhir. Gadis itu menjentikkan jarinya satu kali sebelum meneruskan kata.

"Lo tahu bagian yang paling kocak? Ternyata tiga orang yang kasih rekomendasi SMA Gunadarma ke Papa adalah Papa-papanya geng norak.''

Disha meneguk air mineral sebanyak tiga kali, setelah air itu melewati kerongkongan, barulah ia melanjutkan kalimat.

"Andai gue tahu kalo sekolah di SMA Gunadarma gue bakal ketemu geng norak, gue nggak bakal ikut daftar jadi murid di sekolah kita, Ta."

Dita mengangguk setuju, tangannya bergerak mencelupkan satu potong martabak ke dalam kuah kari. "Gue juga bakal buang jauh-jauh keinginan gue buat daftar ke SMA Gunadarma."

"Tapi ada salah satu dari banyak dampak positif gue sekolah di sana. Dampak itu adalah, kita berdua bisa ketemu. Iya nggak?"

Senyum di bibir Disha muncul. "Iya."

Begitu martabak kuah kari yang mereka santap sudah habis. Dua gadis itu bangkit berdiri. Disha berjalan menuju kasir, Dita pun mengikuti Disha di sampingnya. Dita pikir, Disha hanya ingin membayar. Tapi dugaan Dita salah.

"Kak, saya mau martabaknya dua porsi lagi, tapi take away, ya," ucap Disha pada kasir yang ada di outlet itu.

"Baik, Kak," jawab kasir itu.

Sembari menunggu pesanannya disiapkan, Disha menoleh ke Dita "Gue beli lagi. Buat orangtua gue dan orangtua lo, harga satu porsinya 40.000. Sebenarnya, gue bisa bayarin semua pesanan kita, sih."

Dita menggeleng. "Tapi gue nggak mau."

"Gue udah nebak kalo lo bakal nggak mau gue traktir."

*Yaudah, gimana kalo kita bayarin masing-masing porsinya? Lo satu, gue satu." Disha memberi opsi.

"Deal."




Yeay, Grateful update lagi! Jangan lupa vote and comment ya, Teman--Teman!

Salam cinta,

Anak Mama yang paling cantik

GratefulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang