Kemarin, tepat sebelum Dita terlelap dalam tidur, terbesit niat untuk berangkat ke sekolah lebih pagi dari biasanya, dan putri Darlan senang hari ini. Karena ia bisa mewujudkannya.
Dita menunggu sampai gerbang dibuka, beruntungnya teman Disha tersebut tidak berdiri terlalu lama. Karena pria yang memakai seragam satpam segera berlari menuju gerbang begitu ia melihat ada gadis yang sudah berada di luar gerbang.
"Tumben Mbak Dita udah di sekolah pagi ini? Masih jam 6.00 loh,'" balas pria itu, "Mbak Dita berangkat pagi gini, tujuannya biar nggak ditatap sinis dan diomongin sama murid lain ya, Mbak?"
Dita sedikit terkejut mendengar perkataan satpam itu jujur, lebih tepatnya bingung harus menjawab dengan kalimat apa.
Di satu sisi Dita sedikit tersinggung karena lewat perkataan sang lawan bicara—jadi tahu kalau ia dikenal sebagai korban perundungan di SMA Gunadarma. Dita akui, predikat itu sangat tidak enak untuk disandang.
Tapi di sisi lain dirinya juga tidak mau mengelak, karena yang dikatakan satpam ada benarnya juga. Jadi tidak membalas perkataan beliau saat ini adalah pilihan yang baik menurut Dita.
"Terima kasih," ucap Dita. Putri Darti melihat name tag sang lawan bicara agar bisa mengetahui nama beliau, Didik.
Didik tersenyum. "Sama-sama, Mbak Dita."
Dita berjalan memasuki area parkiran, tidak ada orang yang menatapnya sinis saat ini. Dita merasa tenang. Jujur, sang penjual bubur ayam tidak pernah merasa setenang ini setiap dirinya menginjakkan kaki di sekolah.
Dita menikmati suara langkahnya sendiri yang bergema di koridor, Dita tidak mendengar orang lain yang membicarakannya. Begitu sampai di kelas, Dita ingin mengeluarkan tas bekal yang tersimpan di tas sekolahnya karena belum sarapan.
Tapi apa yang akan Dita lakukan tertunda karena gadis itu mendengar suara ponsel berbunyi, lalu orang yang sedang bahagia itu nengambil alat komunikasi yang tersimpan di tas untuk melihat siapa orang yang menghubunginya.
Ketika melihat nama Dito tertera di layar, sang gadis langsung menjawab panggilan tersebur lalu menempelkan ponsel ke telinga sebelah kanan. "Assalamualaikum, To?"
"Waalaikumsalam, Ta. Lo di mana?"
"Udah sampai sekolah, gue mau sarapan di kelas. Kenapa, To?"
"Tadinya gue mau ajak lo ke sekolah bareng." Dito terdiam sejenak. "Yaudah, selamat sarapan, Dita. Gue tutup ya teleponnya."
"Jangan dulu!" seru Dita itu terdiam.
Dita ragu saat ingin mengutarakan keinginannya, tapi setelah dipikir-pikir. Apa yang Dita mau bukanlah hal yang sulit, jadi Dita memberanikan diri untuk bicara. "Lo mau nemenin gue sarapan nggak? Kalo mau, gue baca buku dulu sambil nunggu lo datang."
"Gue mau, kok. Tungguin gue, ya."
"Iya, lo hati-hati bawa kendaraannya. Jangan ngebut."
Sempat ada keheningan beberapa detik sebelum akhirnya pria di seberang sana bicara. "Oke Ta, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
###
Begitu Dito sudah memasuki kelas, ia melihat gadis yang membuatnya bahagia sedang membaca buku. Pria itu melangkah menuju tempat Dita duduk untuk menyapanya. "Selamat pagi, Dita."
Dita terlonjak kaget. Maka dari itu, ia mengelus dada untuk menenangkan diri Melihat putri Darti yang kaget karena suaranya, sang pria pun berkata, "Maaf ya Ta, gara-gara gue lo jadi kaget."
Setelah Dita benar-benar tenang, barulah ia menatap Dito lalu menjawab. "Lo nggak salah, kok. Gue yang terlalu asyik baca buku tadi, jadi nggak sadar kalo lo di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Grateful
Teen FictionMasa SMA yang dijalani Dita berbeda. Gadis itu sempat lelah menjalani hari-hari di SMA Gunadarma yang begitu berat, tapi Dita bersyukur karena tidak semua orang di sekolah Gunadarma mengukir kejadian buruk di memori otaknya. Ada orang-orang baik yan...