"Uciiii"
"Ape?"
"Mau solat?"
"Engga gue mau pemujaan di pojok sekolah. CK! Yaiyalah mau solat make nanya si babik!"
"Hehe ikut dong!" Rengek Kinan yang telah melihat sahabat sebangkunya ini sudah bersiap pergi sambil menenteng tas kecil berisikan mukena di tangannya
"HAH? IKUT? Alhamdulilah yaawloh Kinan sudah menentukan agama yang ia pilih. Ayo syahadat dulu yu nak turutin kata gue! Ashadualla--"
"Apaan sih anjier maksud gue ikut ke masjidnya. Lu solat gue nunggu sambil duduk di teras depan. Di sini panas siapa tau disana adem"
Raut wajah Suci yang tadi berbinar kini mendadak menjadi datar.
"Si tai! Gue kira beneran mau sign in ini anak"
Alhasil, Kinan dan Suci pun kini berjalan beriringan menuju masjid sekolah.
Di saat Kinan sedang duduk dan mengamati Suci yang kini tengah melepas sepatu dan kaos kakinya, tiba-tiba saja suara adzan yang begitu merdu dan menggelegar ini mengambil seluruh perhatian Kinan.
Spontan padangan Kinan kini berpencar mencari sumber suara dari orang yang saat ini sedang mengumandangkan adzan dengan merdu.
Entah mengapa, rasanya hatinya begitu tersentuh. Seumur hidupnya, tidak ada suara dan lantunan apapun yang bisa membuat Kinan menjadi sepenasaran ini.
Semasa hidupnya, Kinan hanya mendengar musik-musik yang selalu menggelegar di tempat-tempat hiburan yang bisa membuatnya meliuk-liukkan badannya mengikuti irama. Pantas jika saat mendengarkan adzan rasanya jauh berbeda dari biasanya.
Tenang, dan indah sekalai rasanya.
"Gue masuk dulu ya? Kalo mau balik mah balik aja sono gak usah nungguin" kata Suci, namun tidak di sahut apapun oleh Kinan yang terlihat masih fokus pada sesuatu
"Oh iya gue nitip hp dong!"
Detik ini, Suci sadar bahwa kesadaran dan kefokusan Kinan tidak sedang berada pada dirinya. Ada sesuatu yang Suci rasa telah menyita seluruh perhatian Kinan tanpa tersisa.
"WOI!"
"Eh hah? Apa?"
"Gue ngomong dari tadi gak lu denger?"
"Iye-iye sorry, lu ngomong apaan emang?"
"Liatin ape sih lu?" tanya Suci penasaran yang kemudian ia ikut melihat arah pandangan Kinan sebelumnya
"Itu loh. . . siapa sih itu yang nyanyi islami?"
Mendengar pertanyaan itu, Suci lantas menyentil dahi Kinan
"Itu adzan namanya bodoh! Bukan nyanyi islami," koreksi Suci
"Oh iya itu lah gak ngerti gue. Siapa tuh?" tanya Kinan yang masih penasaran akan sosok pria tersebut.
Entah mengapa, seluruh tubuhnya terasa tersengat hingga ke tulang-tulang.
"Oh itu si Naufal"
"Naufal? Ih merdu bener anjir suaranya, kayak mau ngajak kawin"
"Jelaslah merdu, orang ketua rohis"
"Rohis tuh apa?"
Suci menarik dan menghembuskan nafasnya kasar. Terkadang ia perlu menjelaskan hal-hal menyangkut agama yang memang tidak Kinan ketahui. Dan jujur itu membuatnya sedikit lelah. Tapi tidak masalah, Suci tetap menyayangi Kinan sebagai sahabatnya.
"Rohis tuh semacam anak-anak yang taat agama, ya intinya sering ngelakuin ajaran sesuai syariat Islam yang baik dan bener lah," jelas Suci singkat
Sementara Kinan, ia hanya memangut-mangut mengerti sambil terus melihat dan mengamati lebih seksama pada Naufal yang masih mengumandangkan adzan merdunya.
Suci yang menyadari Kinan tidak bisa melepas pandangannya walau satu detik pun dari Naufal lantas menyenggol lengan sahabatnya itu untuk kembali menyadarkannya.
"Heh! Serius amat liatinnya. Hati-hati naksir loh!"
"Kayaknya emang otw deh"
"Seriously Kinan? Semua cowo terpopuler di setiap sekolah masih belum cukup buat lu?"
"Kali ini spesiesnya beda dari yang laen. Bole nih dicoba"
"Gak! Lu ga bole macem-macem sama yang ini!" Titah Suci yang terdengar lebih seperti larangan keras
Karena ia tahu, Kinan pasti akan berubah menjadi brutal jika dia sedang dilanda rasa suka pada seseorang yang memang ditaksirnya. Terlebih, Naufal juga merupakan teman dekat Suci. Ia tidak mau jika Naufal harus dijadikan mangsa dan korban dari kelakuannya Kinan.
Walaupun Suci sendiri tahu, Naufal tidak akan semudah itu untuk didekati.
"Lah ngapa kok jadi lu yang ngatur? Suka-suka gue lah! Jarang-jarang kan gue naksir duluan sama cowok," jawab Kinan sambil kembali mengalihkan pandangannya pada pria bernama Naufal itu.
Hatinya mendadak senang meskipun ia hanya dapat meilihat Naufal dari belakang punggungnya saja. Tak bisa Kinan pungkiri jika ia penasaran dengan paras Naufal dari depan.
"Aduhh tapi kalo kata gue mah yang ini skip dulu deh"
"Lu gak percaya sama pesona gue? Banyak testimoni nya loh"
"Bukan gitu Kinan! Masalahnya yang ini anti-romantic, udah gitu untouchable lagi. Mana si Naufal kan ketua rohis loh. Sekuat apapun lu usaha nih ya gue yakin hati si Naufal gak akan tergerak"
Mendengar itu, Kinan lantas menatap Suci tidak suka. Ia hanya kesal mengapa sahabatnya itu malah melarang, menceramahinya, dan tidak sedikitpun mendukungnya seperti biasanya.
"Kalo gitu ayo taruhan! Kalo gue bisa bikin si Naufal itu meleleh gue bakal masuk Islam deh" tawar Kinan dengan entengnya
Suci lalu menggelengkan kepalanya sambil kembali menghela nafas beratnya.
"Gak sepatutnya lu jadiin agama gue taruhan, Kinan! Kalo mau deketin si Naufal yaudah sana coba aja! Gue udah ingetin lu tapi ya!" itu adalah kalimat terakhir Suci, sebelum akhirnya ia berdiri dan pergi meninggalkan Kinan seorang diri di teras Masjid.
"Ishh sensi amat si Uci! Pedahalkan gue cuma mau have fun aja niatnya,"
"Apa emang gue kelewatan kali ya? Lah gue kan gak tau kalo agama sepenting dan seberpengaruh itu loh,"
"Tapi siapa tadi namanya? Naufal? Gue tandain lu sekarang!"
•••
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Naufalinisme
Teen Fiction"Kejarlah akhirat, maka dunia akan mengikutimu" Apa jadinya jika seorang remaja alim ditaksir oleh perempuan cantik yang famous dan super nakal? Berkisahkan tentang seorang pemuda bernama Naufal Ramadhan, yang masih dilanda gejolak semangat pada usi...