He's Just Disappointed |Chapter 04

112 38 3
                                    

☘︎𓇢𓆸

Haikal
Gue tunggu di cafe

On my way


    Setelah membaca pesan dari sahabatnya yaitu-Haikal Archealus, Adrian langsung segera membalas pesan tersebut, dan setelah pesannya terkirim ia segera meninggalkan ruang sekretariat. Sebelumnya Adrian sudah terlebih dahulu merapihkan kembali ruangan yang telah dipakai untuk rapat hari ini bersamaan dengan pengurus inti BEM yang lain. Tentu saja mereka tak mungkin meninggalkan ruangan tanpa membersihkannya kembali. Apalagi mereka memiliki presma setegas Adrian.

     Didikan keras Caserdo memang tertanam erat pada diri anak lelakinya ini sehingga membuat jiwa kepemimpinannya terpancar jelas, tetapi. Adrian bukanlah sosok yang semena-mena kepada orang lain. Hanya saja ia keras kepala seperti papahnya, sama-sama tak mau mengalah. Namun, karena hal itulah membuktikan bahwa Adrian memang darah daging Caserdo.

    Adrian berjalan menuju parkiran universitas bina Indonesia, untuk segera meninggalkan area universitas, dan segera mengendarai mobilnya menuju tempat di mana sahabatnya menunggu- cafe Accord Mestro.

     Di sepanjang perjalanan Adrian bertanya-tanaya, sebenarnya apa yang ingin disampaikan Haikal. Kenapa dia tidak membicarakannya saat di kampus. Adrian dapat menyimpulkan bahwa akan ada hal penting yang ingin disampaikan oleh Haikal kepadanya. Setelah kurang lebih 12 menit di perjalanan akhirnya Adrian sampai juga di Accord Mestro cafe. Adrian memarkirkan mobilnya, di bawah pohon, dan melangkahkan kaki memasuki cafe Accord Mestro.

    Baru saja Adrian menginjakkan kakinya di dalam cafe salah satu pegawai yang tadinya sedang bersantai langsung menghampiri Adrian. “Selamat datang mas Adrian, owh ya itu temennya dari tadi nungguin.”

     Adrian membalasnya dengan senyuman, lalu bertanya, “Dia sudah lama di sini?”

     “Sudah sekitar 10 menit yang lalu,” Jawabannya, Adrian meresponnya dengan anggukkan kepala.

     Tanpa berlama-lama Adrian langsung segera menuju meja paling ujung, benar saja Haikal sudah berada di sana, dan tanpa disuruh Adrian segera duduk di sebelah sahabatnya.

    “Apa yang mau kamu bicarakan?” tanya Adrian. Setelah duduk.

    “Gue, kemarin liat anak buah bokap lo, ada di kawasan apartemen Teluk Intan,” ujar Haikal secara tiba-tiba sedangkan orang yang berada di sampingnya hanya mampu mengerutkan kedua alisnya.     
          
    “Dari pantauan gue, mereka kayanya disuruh bokap lo buat cari tahu keberadaan lo, Dri.”

     Setelah mengatakan itu Haikal pun langsung menunjukkan sebuah cupilika video yang ada pada laptopnya. Video tersebut menayangkan dua orang yang dia kenal sebagai kaki tangan Caserdo tengah menanyakan kepada resepsionis apartemen, ‘apakah seseorang yang bernama Adrian Martadinata semalam datang ke sana’.

     Setelah selesai menyaksikan tayangan itu, Adrian berucap, “Sesuai dugaan saya, papa pasti ngiranya saya akan tinggal di apartemen.”

     “Dri, kenapa lo enggak balik kerumah aja?” tanya Haikal kepada sahabatnya.

     “Sebenarnya saya juga ingin kembali ke rumah, Khal. Tapi kamu tau sendiri papa saya seperti apa, jika saya langsung kembali,” ucap Adrian. ‘‘Biarin saya menjauh dari papa dulu,” lanjutnya.

      “Okeh kalau itu mau lo,” kata Haikal.

     Entahlah sebenarnya di dalam lubuk hatinya yang paling dalam Adrian masih ada rasa tidak enak hati. Walaupun Caserdo mendidiknya dengan keras beliau tetap panutan Adrian. Mungkin saja waktu itu emosi papanya sedang meluap-luap jadi tanpa disadar melontarkan kata-kata pengusiran, tetap di sisi lain dia sudah cukup lelah dengan itu semua, masa kecilnya yang seharusnya ia habiskan bersama teman-teman malah ia habiskan untuk menuruti kemauan papanya. Apakah salah jika dia menginkan kebebasan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Apakah itu salah??

Liberta [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang