13

10.6K 1.6K 58
                                    

Song of the day: Slipping Through My Fingers by ABBA

Jenaka bangun cepat dan berlari untuk bersembunyi di balik tubuh Raden Ajeng. Pram juga bangun sambil merapikan kembali pakaiannya. Pria itu tersenyum simpul melihat sosok yang tengah menatapnya tajam dari balik punggung Raden Ajeng.

"Bukankah itu sedikit terlambat untuk bersembunyi, Nona?" tanya pria itu dengan nada menggoda.

Pram meletakkan kedua tangannya di pinggang dan memperhatikan dua perempuan di depannya.

"Jadi? Apakah Raden Ajeng yang saya temui beberapa hari terakhir adalah dirimu, Nona?"

"Kalian bertemu? Di mana?" tanya Raden Ajeng menoleh ke belakang ke arah Jenaka. Perempuan itu mengernyit bingung karena Jenaka sama sekali tidak menceritakan apa pun tentang pertemuannya dengan Pram.

"Hanya beberapa kali. Di toko pakaian, toko buku, juga pesta milik Tuan Aryadiningrat. Jadi, sejak kapan Tuan Putri memiliki saudara kembar? Ini pertama kali saya mendengarnya."

"Um .. sebenarnya ..." Raden Ajeng menoleh ke arah Jenaka yang masih bersembunyi di balik punggungnya.

"Tuan jaksa, bisakah saya meminta waktu sejenak untuk berbicara dengan Jenaka sebentar? Anda bisa menunggu di ruang tamu pribadi saya. Saya akan menemui anda dengan cepat."

Pram masih menunggu Jenaka kembali menatapnya tapi gadis itu sepertinya tidak ingin melihatnya. Pria itu mengerti bahwa mereka perlu berbicara sebentar dan izin meninggalkan kamar milik Raden Ajeng untuk menunggu di ruang tamu.

Setelah Pram meninggalkan kamar, Jenaka langsung menyentuh kedua pundak Raden Ajeng untuk meminta penjelasan.

"Yang tadi itu siapa? Kenapa dia bisa tahu? Terus apa yang harus kita lakukan?"

Raden Ajeng menutup bibirnya merasa lucu untuk pertama kalinya ia melihat Jenaka yang panik. Padahal gadis itu selalu terlihat tenang setiap kali bertemu dengan Wedana atau melakukan apa pun yang dimintanya tapi ini pertama kali Raden Ajeng melihat Jenaka sepanik ini.

"Jenaka ... jangan panik. Tidak apa-apa. Pria tadi adalah teman Tuan Aryadiningrat."

"Ini justru berbahaya! Bagaimana kalau dia memberi tahu keberadaanku kepada Aryadiningrat atau paling buruknya ia memberitahu ini kepada Wedana dan berakhir aku akan diusir? Aku tidak punya tempat tinggal lain selain di sini."

"Jenaka dengarkan saya dulu..."

Raden Ajeng menggenggam erat kedua tangan Jenaka untuk berhenti panik. Perempuan itu menyuruh Jenaka untuk menghirup udara panjang dan dihembuskan perlahan. Dan setelah beberapa instruksi yang Raden Ajeng berikan, Jenaka bisa lebih tenang sekarang.

"Tuan Jaksa adalah salah satu orang yang aku percayai di sini. Asalkan kita menjelaskan dengan jujur dan dengan sangat jelas, saya yakin Tuan jaksa akan mengerti kondisimu, Jenaka."

"Maksudmu kita harus mengungkapkan statusku yang berasal dari masa depan? Bagaimana jika dia tidak percaya dan menuduhkan macam-macam? Bagaimana jika dia menuduhku gila?"

"Kita tinggal tunjukkan buktinya. Seperti kau meyakinkanku menggunakan benda-benda yang datang bersamamu."

"Tapi ..."

"Jenaka ... percayalah, Tuan Jaksa adalah pria baik yang paling bisa kita percaya. Beliau adalah orang yang tajam dan teliti, akan lebih berbahaya jika kita menutupi dirimu yang sebenarnya dan berakhir diketahui oleh Tuan Jaksa sendiri."

Tiba-tiba Jenaka berada di posisi yang tidak menguntungkan. Ia sedang dalam posisi prisoner's dilemma. Ia tidak tahu keputusan apa yang paling membuatnya beruntung. Jika ia mengaku, ada kemungkinan pria itu akan percaya atau tidak percaya dan berakhir dirinya akan dituduh memanfaatkan kebaikan Raden Ajeng dan dihukum. Dan jika Jenaka tidak mengaku maka ada dua kemungkinan juga, pria itu akan membiarkan Jenaka lolos dengan kebohongannya atau bisa saja pria itu akan menyelidiki Jenaka diam-diam dan ketika kebenaran diketahui Jenaka akan dihukum lebih berat.

Surat Untuk Jenaka (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang