18

10.4K 1.4K 66
                                    


Setelah berbincang sesaat, Raden Ajeng kemudian kembali pulang. Pram membantu Jenaka untuk merapikan semua barang yang dibawa oleh Raden Ajeng. Jenaka memasukkan semua pakaiannya ke dalam lemari. Pram ikut izin masuk untuk membawa peti berisikan benda-benda lain seperti buku, lilin, cermin, sepatu dan yang lain

"Ah! Sepertinya kita butuh kelambu untuk kamar Nona!"

"Apakah Nona tidak khawatir nyamuk? Sekarang sedang musim hujan jadi rumah saya akan banyak nyamuk karena di belakang banyak pohon juga tanaman dimana tanahnya memiliki air yang menggenang."

"Tapi Cantika membawakan lilin aromaterapi yang katanya bisa mengusir nyamuk?"

"Tetap saja! Itu tidak akan cukup. Baiklah sepertinya saya akan meminjamkan kelambu yang ada di kamar saya dulu malam ini."

"Apakah tidak apa-apa? Sepertinya tidak usah. Itu terlalu merepotkan."

Pram memasang wajah sedih kemudian memegang dadanya. "Saya lebih baik bermandikan keringat saat ini daripada melihat Nona Jenaka sakit di kemudian hari. Ini adalah keinginan saya sendiri."

"Tapi saya sudah banyak merepotkan?"

Pram meletakkan kedua tangannya di atas pinggang. Pria itu kemudian memegang dagunya sambil berpura-pura berpikir panjang. Jenaka masih menunggu keputusan pria itu. Ia sama sekali tidak masalah dengan nyamuk. Jenaka anak yang sehat. Dia hampir tidak pernah sakit sebelumnya. Belum pernah diopname, atau sakit lainnya.

"Kalau Nona merasa direpotkan bagaimana jika besok Nona bayar dengan sebuah kencan?"

Jenaka menghela napas panjang. Hal seperti ini lah yang membuat Jenaka tidak ingin menerima kebaikan orang lain. Tak ada yang benar-benar pamrih dan pasti akan meminta balasan. Jenaka mendorong tubuh Pram untuk keluar dari kamar.

"Eh? Maaf-maaf! Saya hanya bercanda! Nona! Saya janji tidak akan meminta apa pun lagi tapi izinkan saya memasangkan kelambu untuk kamar Nona! Malam ini sepertinya akan hujan!"

Dan baru Pram berkata seperti itu, hujan benar-benar mengguyur area setempat.

Jenaka tak peduli dan mendorong Pram lebih kuat lagi untuk meninggalkan kamarnya kemudian menutup pintu. Hari masih sore. Jenaka tak memperdulikan ketukan di pintu kamarnya ketika Pram terus memanggil. Ia sibuk dengan meletakkan lilin-lilin aromaterapi yang Raden Ajeng bawakan untuknya di atas meja.

Ia juga memasang cermin kecil di atas meja rias yang sudah memiliki cermin lebih besar. Ia juga mengeluarkan beberapa peralatan dandan yang tak mungkin Jenaka kenakan. Jenaka berjalan menuju lemari dan membuka tasnya dimana ia mengeluarkan botol besar tabir surya miliknya yang masih penuh. Baru ia beli sehari sebelum ia terjebak di era ini.

Jenaka meletakkan pelembab bibirnya juga di atas meja rias. Ia hanya mengenakan dua benda tersebut kemudian melipat beberapa pakaian yang dibawakan oleh Raden Ajeng.

Dan malam pun tlah tiba. Pintu kamar Jenaka kembali diketuk.

"Nona ... makan malam? Saya akan memanaskan makanan yang dibawa oleh Raden AJeng. Marilah kita makan bersama."

"Sebentar!"

Jenaka tak bisa menolak makanan. Meski pun ia kesal kepada Pram tapi hanya pria itu yang satu-satunya menyediakan makanannya untuk saat ini. Jenaka yang berkeringat karena pengap dan banyak bergerak, mengangkat rambutnya dan dijepit mengenakan jedai. Tak lupa juga ia mengeluarkan jepit rambut dengan ujung gambar kepala kucing dari tempat pensilnya untuk menjepit poninya yang membuat keningnya gatal.

Jenaka melepaskan kancing teratas kemejanya karena butuh udara segar.

Gadis itu kemudian kembali keluar dan mencari keberadaan Pram. Pria itu ternyata sedang berada di dapur. Jenaka mendekat dan melihat sekeliling dapur. Jenaka tahu jika neneknya selalu menyebutnya dengan pawon. Kesan dapur milik Pram jauh lebih modern daripada milik Raden Ajeng.

Surat Untuk Jenaka (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang