24

9.6K 1.4K 57
                                    

Raden Ajeng menepati janjinya untuk kembali berkunjung ke kediaman Pram pagi itu. Jenaka sudah siap. Semalaman ia memperhatikan Jati dengan seksama. Pemuda itu seusianya, dia lebih pendiam dari yang Jenaka kira. Sampai saat ini ia masih belum mengerti mengapa Pram dan Jati bisa dekat. Sejauh yang Jenaka ketahui, Pram hanya dekat dengan ayah angkat Jati, Raden Panji, tapi keduanya terasa terlalu dekat.

Jenaka sudah mempersiapkan semuanya. Pagi-pagi buta bahkan sebelum matahari muncul, Jenaka telah berkutat di dapur. Ia memang tidak pandai memasak. Ia juga agak kesulitan menggunakan kayu bakar. Pram ingin membantu tetapi Jenaka menolaknya mentah-mentah.

Awalnya Pram tertidur di sofa ruang tamu tapi terbangun setelah mendengar suara sendok yang terjatuh dari dapurnya. Ketika ia melihat, ternyata Jenaka tengah mengacak-ngacak dapurnya. Pram sempat bertanya, "Apa yang sedang Nona lakukan?"

"Bukan urusanmu. Tidur saja sana. Tinggalkan aku sendiri."

Sudah pasti semua orang waras pun tak akan mendengarkan perintah Jenaka barusan. Siapa yang rela dapur mereka dihancurkan oleh seorang gadis manis? Manisnya Jenaka pun tak bisa mengembalikan dapurnya jika sudah hancur.

Pram hanya mengawasi di pojokkan, memberitahu Jenaka dimana alat-alat yang diperlukan. Jika tidak, Jenaka akan mengeluarkan semuanya dari kabinet.

"Ne, Lieve. Papan potong ada di kabinet yang paling pojok."

Jenaka berjalan ke arah kabinet yang dimaksd. "Yang ini?" tanya Jenaka memastikan. Pram mengangguk. Pria itu mengusap keningnya melihat Jenaka naik ke atas meja untuk mengambil papan potong dari kabinet. Namun ia tidak bisa kesal karena Jenaka berbalik untuk mengucapkan terima kasih dengan sebuah simpul membuat jantungnya berdebar cepat.

Pram mencoba bertanya lagi. "Jadi, apa yang akan Nona buat?" tanya Pram mencoba keberuntungannya lagi berharap kali ini Jenaka akan memberitahunya.

"Rahasia," jawab Jenaka dengan singkat.

Dan setelah melewati peperangan dua jenis hidangan pun telah Jenaka selesaikan berkat buku resep yang ia temukan di rak buku milik Pram. Klapertart dan Panekuk, untuk penyegarnya ada teh bunga telang. Pram mengusap wajahnya. Ia tahu dari mana bunga telang Jenaka dapatkan. Pria itu menghembuskan napas berat, ia harap Jenaka tidak mengambil semua bunganya yang baru saja mekar.

"Boleh saya tahu, ini semua untuk apa? Jika Nona meminta bantuan, saya juga bisa membuat hidangan itu."

Jenaka menggeleng. "Ini hari yang spesial. Ini juga adalah caraku."

Jenaka kemudian membawa piring-piring hasil maskananya ke meja makan. Ia kembali ke dapur dan baru sadar atas kekacauan yang ia buat. Diliriknya Pram yang hanya bisa tersenyum.

"Aku yang akan bertanggung jawab membersihkan ini semua, ini. Tuan Pram bisa meninggalkan dapur."

Kali ini Pram tidak ingin mengalah. Pria itu mendekat sambil melipat kedua lengan kemejanya hingga ke bawah siku.

"Saya orang yang perfeksionis. Saya akan kesal jika benda-benda milik saya diletakkan di tempat yang tidak seharusnya. Jadi, kali ini saya harus ikut campur."

"Oh ... okey."

Pram menyuruh Jenaka untuk merapikan semua peralatan untuk dicuci dan menyuruh gadis itu menyapu lantai dapur yang penuh akan tumpahan gula, bubuk cocoa, tepung dan berbagai macam bahan yang Pram pikir seharusnya tidak ada di hidangan yang Jenaka buat. Pram mengembalikan beberapa toples bahan ke dalam kabinet.

Setelah semuanya bersih keduanya berdiri berdampingan dimana Pram mencuci piring dan Jenaka ditugaskan untuk mengelap hasil cucian dengan serbet.

"Ini," ujar Pram memberikan alat kocok untuk dicuci Jenaka.

Surat Untuk Jenaka (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang