17

10.1K 1.6K 33
                                    

Song of the day: Kasmaran by Iga Mawarni

Jenaka begitu tenggelam di dunianya hingga tak sadar jika Pram bangun untuk membukakan pintu untuk tamu yang datang berkunjung.

"Maaf saya terlambat, Tuan Jaksa. Apakah Jenaka baik-baik saja?"

Pram melihat Raden Ajeng yang terengah di depan pintunya.

"Tuan Putri, kenapa begitu berkeringat? Apakah Tuan Putri tidak naik delman?"

"Saya naik delman, tapi saya membawa ini bersama saya. Ini sangat berat."

Pram melihat peti kayu kecil yang berada di dekat Raden Ajeng. Pria itu menyingkir untuk memberikan jalan agar Raden Ajeng masuk terlebih dahulu.

"Masuklah terlebih dahulu. Jenaka ada di dalam."

Pram menyentuh peti itu lebih dahulu.

"Biar saya saja yang bawa ini."

"Ah, terima kasih, Tuan. maaf merepotkan Anda."

Raden Ajeng langsung masuk dan mencari Jenaka. Pram mengangkat peti itu dan mengernyit bingung. Peti itu sungguh berat bagi dirinya yang seorang pria dewasa. Bagaimana bisa tubuh kecil Raden Ajeng membawa ini seorang diri? Pram jadi penasaran dengan apa yang ada di dalamnya.

"Jenaka ada dimana, Tuan?" tanya Raden Ajeng yang tak menemukan Jenaka di ruang tamu.

"Dia sedang sibuk membaca di ruang kerja saya. Izinkan saya memanggilnya sebentar."

Setelah meletakkan peti yang dibawa oleh Raden Ajeng masuk, pria itu pergi menuju ruang kerjanya. Jenaka sedang membalik halaman selanjutnya. Pram tidak mengerti mengapa hal sekecil itu begitu terasa menghibur. Pram pun mengetuk pintu di tempatnya. Ketukan pertama tak didengar begitu juga dengan ketukan kedua.

Mau tak mau Pram pun menghampiri kemudian meraih buku yang tengah dibaca buku oleh Jenaka.

"Dalam hukum waris .. ah buku ini ... Nona begitu tertarik dengan buku hukum ya?" tanya Pram yang mengembalikan buku tersebut ke arah Jenaka karena gadis itu sudah melemparinya sebuah tatapan tajam.

"Kenapa menganggu di tengah-tengah bacaan?" tanya Jenaka kesal.

"Raden Ajeng tengah menunggu di ruang tamu. Dia membawakan sesuatu-"

"Cantika!? Ah, kenapa nggak bilang dari tadi!?"

Pram mengusap hidungnya merasa bingung. Jenaka sudah lari begitu cepat meninggalkannya seorang diri. Bukannya kesal akan sikap gadis itu, Pram justru tertawa sendirian. Pria itu pun menyusul ke ruang tamu.

"Cantika?" panggil Jenaka.

"Jenaka?" balas Raden Ajeng.

Jenaka dan Cantika kemudian berlari menuju satu sama lain dan berbagi sebuah pelukan.

"Apakah kamu baik-baik saja di sini? Maaf saya datang terlambat karena Raden Panji kembali berkunjung tadi pagi jadi saya harus menemaninya dulu."

Jenaka ingin mengumpati pria itu tapi baru ingat bahwa Pram adalah teman dari Raden Panji.

"Tidak apa-apa. Yang penting kamu sudah datang. Aku senang."

Raden Ajeng berhenti sejenak untuk melihat pakaian yang dikenakan oleh Jenaka.

"Jenaka, kamu mengenakan pakaian siapa?"

"Tuan Pram meminjamkan pakaiannya karena aku tidak mungkin mengenakan pakaian yang sama berhari-hari."

"Oh! Aku sudah membawakanmu pakaian baru! Kemarilah!"

Raden Ajeng menyeret Jenaka untuk duduk di sofa kemudian membuka isi petinya. Pram sepertinya tak perlu banyak tahu jika itu mengenai urusan wanita. Pria itu pun menghilang ke arah dapur untuk menyajikan tamunya beberapa minuman juga kudapan.

Surat Untuk Jenaka (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang