Song of the day: Getaran Jiwa by Tan Sri P. Ramlee
Setelah itu Pram memaksa Jenaka untuk membeli kain panjang batik.
"Tapi Cantika sudah membawakan banyak kain batik. Jangan terlalu banyak membuang-buang uang."
"Ini tidak sampai 200 f. (1 florin atau 1 guilder = 100 sen mata uang Hindia Belanda),"
"Tapi itu terlalu mahal ..."
Pram memegang kedua pundak Jenaka. "Jadi begini, Nona. Kain panjang yang Nona gunakan itu bermotif yang selalu digunakan oleh para gadis yang sudah bertunangan. Saya tidak bisa membuat Nona terlihat seperti sudah bertunangan. Jika Nona tidak keberatan bahwa Nona menjadi tunangan saya."
Jenaka terus didesak oleh Pram untuk membeli beberapa lembar kain panjang batik yang sesuai dengan Jenaka. Dan Jenaka kalah. Ia harus menerima beberapa jenis kain panjang dari Pram.
Etika sore tiba, mereka kembali naik tram ke sebuah tempat lain. Pram mengajak Jenaka menuju Taman Sriwedari. Karena datang mengenakan tram, keduanya terhindar dari keramaian berdesak-desakan. Malam itu Sriwedari tengah mengadakan sebuah pagelaran.
Pram mengajak Jenaka untuk membeli karcis.
Lampu-lampu menyala begitu terang di Kebon Raja tersebut mengingatkan Jenaka akan pasar malam. Jenaka melirik para gadis muda yang mengenakan pakaian berkilau. Jenaka sempat kagum karena merasa terangnya lampu-lampu di taman itu kalah terang dari berkilaunya subang yang paragadis itu kenakan.
Sungguh indahnya hidup para gadis muda itu. Yang perlu mereka lakukan hanyalah berpakaian semenarik mungkin seperti seekor merak yang mengibarkan keor indah mereka agar lawan jenis semakin tertarik. Jenaka menggeleng. Ia merasa pikirannya terlalu naif. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada para gadis itu.
Seperti Raden Ajeng... Raden Ajeng sungguh berkilau dengan pakaian berkilau, subang mahal, ornamen emas hingga berlian namun ia tak sepenuhnya bahagia karena tidak bisa menikahi pemuda yang dicintainya. Selain itu ... dengan pendidikan yang sudah ia jalani, dirinya hanya bisa berkutat pada kehidupan berumah tangga saja.
Mereka pasti memiliki kesulitan mereka masing-masing.
Orang-orang yang ada di sana pun berpencar mengerumuni atraksi yang mereka suka masing-masing.
"Nona, atraksi seperti apa yang Nona suka? Bioscoop (bioskop) atau wayang orang?" tanya Pram.
Jenaka sudah pernah melihat wayang orang sebelumnya. Kakeknya pernah mengajaknya juga Jetis untuk melihat pagelaran wayang orang juga wayang kulit. Jenaka sedikit penasaran dengan bioskop pada era tersebut."
"Aku penasaran dengan bioskop," jawab Jenaka.
"Kalau begitu mari kita kesini. Tolong pegang erat, Nona. Saya tidak ingin Nona hilang di kerumunan ini.."
Mereka berdiri di tempat yang cukup jauh karena banyak tempat yang sudah penuh.Tinggal satu buah tempat duduk yang tersisa di bagian paling belang.
Jenaka akan duduk di sana untuk mendahului Pram tapi Pram dengan tidak sangat gentleman merebut kursi itu dan duduk terlebih dahulu menyisakan Jenaka yang berdiri tanpa tempat duduk.
"Siapa yang menyentuh lebih dulu, dia yang dapat," ujarnya sambil tertawa.
Wajah Jenaka langsung berubah menjadi masam. Namun pria itu menarik Jenaka untuk duduk di atas pangkuannya. Gadis itu ingin bangun tetapi Pram menahan agar tidak pergi.
"Nona Jenaka sudah pernah duduk di atas perut saya. Duduk di atas pangkuan saya tentu bukan sesuatu yang sulit kan? Lagi pula bukan hanya kita yang berbagi tempat duduk yang sama, lihatlah ke depan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Untuk Jenaka (Complete)
Historical FictionJenaka adalah seorang kutu buku yang tengah mempersiapkan Ujian Akhir Sekolah. Jenaka tinggal bersama nenek buyutnya yang mengidap Dementia. Suatu hari tanpa disengaja, Jenaka menemukan sebuah rahasia yang selalu disembunyikan oleh neneknya. Jenaka...