Song of the day: Jangan Ada Dusta di Antara Kita by Broery Marantika ft. Dewi Yull
"Ini, Tuan. Tolong lihatlah ini. Benda-benda ini sama sekali bukan buatan teknologi saat ini. Benda-benda ini terlalu canggih untuk digunakan kita."
Jenaka merengut melihat Raden Ajeng yang begitu santainya menunjukkan barang-barang miliknya kepada Pram. Pria itu memeriksa semuanya dengan seksama. Jenaka berlari cepat dan merampas gelang pemberian Ayutnya.
"Jangan sentuh benda ini. Ini adalah peninggalan..." Jenaka teringat akan Ayutnya kemudian menoleh ke arah Raden Ajeng yang tengah menatapnya kebingungan juga. "Ini ... ini adalah peninggalan seseorang yang kusayangi. Jangan menyentuhnya sembarangan," jawab Jenaka dengan lebih pelan.
"Maaf."
"Tidak apa-apa."
Jenaka memegang gelang pemberian Ayutnya dengan penuh perasaan. Setelah melihat gelang itu lagi entah kenapa sebuah kenyataan menamparnya. Ia berada di sebuah tempat asing. Meski pun di depannya kini terdapat Raden Ajeng tapi ... ini bukan rumahnya.
Tidak ada ibu, papa, Jetis atau pun neneknya di sini. Napasnya tiba-tiba menjadi lebih berderu. Ia terengah-engah tanpa alasan. Dadanya juga semakin terasa sesak dan kepalanya berputar seperti orang pusing. Jenaka memegang gelang pemberian Ayutnya dengan lebih erat.
"Cantika," panggilnya yang tiba-tiba menjadi panik akan kondisi tubuhnya.
"Cantika .. tu-tubuhku."
Jenaka meraih sebuah tangan besar yang hangat. Tubuhnya hampir luruh ke lantai jika saja Pram tidak menahannya. Raden Ajeng juga memegang tangan Jenaka untuk tetap berdiri.
"Jenaka? Kamu kenapa?" tanya Raden Ajeng panik melihat Jenaka yang tiba-tiba sesak napas dan hampir terjatuh ke atas lantai.
Tubuh Jenaka yang terasa berat terangkat ke atas udara. napasnya belum stabil. Ia tidak bisa mengucapkan terima kasih ketika Pram mengangkat tubuhnya. Raden Ajeng membukakan pintu dan memberikan jalan kepada Pram yang menggendong Jenaka untuk masuk ke dalam kamar. Ia menyuruh Pram bergerak secepat mungkin agar tidak ada yang melihat.
Di dalam kamar, Pram meletakkan tubuh Jenaka dengan perlahan. Jenaka memegangi dadanya yang terasa sesak tapi setelah berbaring perlahan ikatan yang melilit di tubuhnya perlahan mulai terlepas dan Jenaka bisa bernapas dengan lega lagi. Ia merasa pandangannya sempat berkunang-kunang untuk sejenak tapi sekarang dirinya sudah baik-baik saja.
"Saya akan memanggilkan dokter," ujar Pram.
"Jangan! Saya... saya sudah baik-baik saja sekarang."
Jenaka memegang lengan jas milik Pram agar pria itu tidak pergi memanggil dokter. Ia tidak ingin menambah orang lain untuk mengetahui identitasnya.
"Saya tidak mau ada yang tahu tentang identitas saya lagi. Sayamohon."
Pram menyentuh tangan Jenaka yang memegang lengan jasnya. Pria melepaskan cengkraman tangan Jenaka dengan pelan dan berjanji tidak akan memanggilkan dokter jika itu yang Jenaka inginkan. Raden Ajeng duduk di samping Jenka dan memeriksa suhu tubuh Jenaka yang terasa sangat dingin.
"Jenaka ... apa yang terjadi?' tanyanya dengan khawatir.
Jenaka hanya menggeleng. Ia juga tidak tahu apa yang terjadi kepadanya. Ia hanya teringat keluarganya yang ia tinggalkan dan tiba-tiba dadanya terasa sangat sesak.
"Hanya sedikit pusing," jawabnya singkat.
Raden Ajeng memanggil Pram.
"Tuan Jaksa, bisakah Anda menampung Jenaka untuk beberapa hari? Saya sudah berjanji kepada Jenaka untuk mencarikan Jenaka sebuah tempat tinggal sendiri nantinya tai kondisi tubuh saya belum meyakinkan. Dan saya juga tidak bisa membiarkan Jenaka untuk terus-terusan tinggal bersama saya di sini. Pelayan mulai mencurigai perubahan perilaku kami. Saya takut jika Wedana juga mulai mencurigai ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Untuk Jenaka (Complete)
Historical FictionJenaka adalah seorang kutu buku yang tengah mempersiapkan Ujian Akhir Sekolah. Jenaka tinggal bersama nenek buyutnya yang mengidap Dementia. Suatu hari tanpa disengaja, Jenaka menemukan sebuah rahasia yang selalu disembunyikan oleh neneknya. Jenaka...