19

9.8K 1.5K 42
                                    

Song of the day: Hati tertusuk Duri by Rafika Duri

Jenaka menemani Pram di dapur. Pram tengah mencuci piringnya dan Jenaka membaca buku menunggu Pram di dekat dapur. Jenaka sudah bilang bahwa biar dirinya saja yang mencuci piring tapi Pram lebih memaksa lagi meminta Jenaka untuk tidak mencuci piring.

"Saya tidak bisa membuat tangan Nona Jenaka yang cantik itu menyentuh benda kotor ini."

"Kotor dari mana? Itu bekas makan kita?"

"Kalau Nona Jenaka benar-benar ingin membantu, maka Nona Jenaka bisa berdiri di sana mungkin ... sambil membaca buku? Oh, volume ketiga membicarakan tentang pemikiran dari seorang filsuf timur tengah juga! Mereka memberikan implikasi hukum yang luar biasa. Jika Nona Janaka bisa menyelesaikan volume dua malam ini, maka Nona bisa membaca lebih cepat volume ketiganya."

Tubuh Jenaka seketika menegang. Ia mengerjap sesaat karena benar-benar tergoda oleh apa yang Pram katakan. Gadis itu Mengerucutkan bibirnya.

"Baiklah, saya sudah menawarkan untuk membantu. Apa daya, saya harus menuruti keinginan pemilik rumah."

"Betul sekali! Sekarang hus... hus ..." usir Pram agar Jenaka menjauh dari tempat cucian.

Berakhirlah dengan Jenaka mengambil bukunya kemudian membaca sambil berdiri di dekat Pram yang tengah berjongkok mencuci piring. Pram hanya tertawa kecil dan menyelesaikan cucian piringnya dengan lebih cepat.

Setelah Pram sudah selesai mencuci, Jenaka mengekor pada Pram sambil membaca bukunya. Pram menoleh ke belakang sambil berjalan. Wajah gadis itu sama sekali tidak terlepas dari buku. Barulah saat di depan kamar mereka berpisah. Jenaka masuk ke dalam kamarnya begitu juga dengan Pram.

Jenaka tengah asyik membaca sepuluh halaman terakhir ketika pintu kamarnya kembali diketuk.

"Ya?"

"Saya membawakan kelambu untuk Nona!" balas Pram dari luar.

"Kelambu?"

"Apa saya boleh masuk sebentar?" tanya Pram.

Jenaka mengerang karena sebentar lagi ia akan menyelesaikan buku volume II itu. Gadis itu tetap memaksakan diri untuk bangun dan membuka pintu. DIlihatnya Pram yang menggendong kelambu di atas tangannya.

"Tapi saya tidak meminta."

"Oh, saya memaksa, Nona. Nona Jenaka adalah tamu dan saya tidak ingin tamu saya merasa tidak nyaman."

Jenaka melihat Pram yang sibuk sendiri memasangkan kelambu ke atas ranjang.

"Lalu bagaimana dengan kamarmu?"

Pram menoleh ke belakang dimana Jenaka kini berdiri di dekatnya.

"Apakah Nona tahu fakta bahwa nyamuk menyukai darah yang lebih manis? Nona Jenaka sangat manis, saya takut jika banyak nyamuk yang akan mendekati Nona. Kesempatan saya akan semakin kecil saja nanti karena banyak bersaing dengan nyamuk."

"Maksudnya saya punya diabetes? Saya sedang tidak sakit diabetes, tahu! Saya sehat!"

"Diabetes?" tanya Pram. Pria itu mengernyitkan keningnya bingung. Pram mencoba mencerna jawaban Jenaka sejenak. Setelah ia sadar akan korelasi yang diucapkan dengan apa yang Jenaka jawab itu membuatnya tertawa sendiri. Dia benar-benar tak bisa menggoda seseorang yang membaca banyak buku.

"Maksud saya bukan seperti itu ... tapi ini lebih baik. Sangat lucu," jawab pria itu sambil tertawa lebar.

Pram mengikat ujung kelambu dengan kencang kemudian menyelesaikan semuanya dengan cepat. Pria itu membuka dan menutup kelambu itu dan mengangguk puas.

"Sudah, kalau begitu saya izin meninggalkan kamar. Sekarang Nona sudah tidur dengan nyenyak. Selamat malam."

Jenaka melihat kelambu di depannya. Padahal ia sudah sangat menolak. Setelah pintu kembali tertutup, Jenaka berlari mengumpulkan lilin-lilin aromaterapi pengusir nyamuk yang dibawakan oleh Raden Ajeng dan menyusul Pram.

"Tuan Pram!" panggil Jenaka kepada Pram yang akan masuk ke ruang kerjanya.

"Ya?"

"Ini!" Jenaka menyusul pria itu dan memberikan semua lilin aromaterapi pemberian Raden Ajeng kepada Pram.

"Ini apa?"

"Lilin aromaterapi yang Cantika bawakan untukku. Katanya itu untuk mengusir nyamuk. Oh, sama besok kita pergi jam berapa?"

"Jam berapa? Pergi kemana?"

"Itu ... bukankah tadi Tuan Pram bilang untuk mau berkencan sebagai ganti kelambunya?"

"Oh?"

"Tapi tidak ingin sebut itu kencan. Kencan hanya dilakukan oleh orang berpacaran. Dan saya sudah berjanji untuk tidak akan pernah mau berpacaran dulu sampai saya lulus kuliah. Jadi, besok kita mau jalan-jalan kemana? Jam berapa?"

Pram butuh waktu sebentar untuk mencerna ucapan Jenaka. Setelah sadar apa yang dimaksud oleh gadis itu wajahnya merona dengan bibir yang perlahan terbuka lebar tak percaya bahwa ajakannya diterima!

"Oh-oh! Nona akan tahu besok, ini akan jadi sebuah kejutan!"

Jenaka mengernyit.

"Saya tidak terlalu menyukai kejutan."

"Tenang-tenang ... ini bukan kejutan yang buruk. Nona pasti menyukainya!"

"Okey ... "

"PRAAMM!!!"

Jenaka dan Pram sama-sama menoleh ke arah pintu masuk dimana ada seseorang yang menggedor pintu dengan sangat kencang dan meneriaki nama Pram. Wajah Pram yang penuh keceriaan seketika menjadi serius.

"Jenaka, kamu masuk ke kamarmu."

"Itu siapa?"

"Sekarang."

Jenaka melihat ke arah Pram yang terdengar berbeda. Pria itu mengeraskan rahangnya dan menatap tajam pintu. Jenaka rasa itu bukan saatnya dirinya keras kepala kemudian berjalan kembali masuk ke kamarnya. Jenaka tak benar-benar masuk karena dirinya masih pasaran.

Ia mengintip di balik pintunya yang dibiarkan terbuka sedikit, dilihatnya seorang pria yang basah akan hujan langsung terjatuh ke atas lantai dan Pram membopongnya masuk. Jenaka tak bisa melihat wajah pria yang dibantu oleh Pram itu.

Jenaka segera menutup pintunya ketika Pram datang menghampiri.

"Jenaka, saya boleh minta tolong?" tanya Pram dari balik pintunya.

Jenaka langsung membuka pintunya.

"Apa?"

"Pemuda di ruang tamu itu sedang pingsan. Saya boleh minta bantuan kamu untuk menjaganya sebentar? Saya butuh memanggil dokter segera."

"Tapi..."

Pram memegang kedua pundak Jenaka jauh lebih keras dari sentuhan pria itu sebelumnya.

"Pria itu pingsan. dan dia orang kenalan saya. Dia tidak akan melakukan apa pun." Pram merogoh sakunya kemudian memberikan Jenaka sebuah jam saku.

"Lima menit. Pegang ini dan saya akan kembali sebelum lima menit," ujar pria itu.

Jenaka hanya mengangguk, Pram mengucapkan terima kasih kemudian meraih jasnya yang digantung pada tongkat tinggi di dekat pintu begitu juga dengan topi lebar. Jenaka menghampiri pria yang pingsan itu. Dan saat ia melihat siapa yang pingsan di sofa milik Pram, tubuh Jenaka membeku seketika.

Jati.

***

Hayooo... kira-kira ada apa dengan Jati?

Surat Untuk Jenaka (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang