Selamat membaca
Maaf banyak typo
-
-
-
DUG
DUG
DUG
TANGGG
Suara bola basket terdengar menggema di lapangan sebuah universitas swasta ternama yang sudah sangat terkenal di Jakarta tersebut. Lapangan yang sepi, hanya diisi oleh bunyi pantulan bola dan suara sepatu yang menggesek lantai, menciptakan suasana yang tenang dan fokus.
Di sana ada seorang pria tengah bermain basket sendirian ketika tidak ada mata kuliah apapun yang mengajar di kelasnya. Sudah hampir 45 menit lamanya, ia bermain sendiri, menghabiskan waktu dengan melatih teknik dan keterampilannya. Bola basket berputar di tangannya, meluncur dengan lincah dari satu sisi lapangan ke sisi lainnya.
Sementara itu, di tengah tribun penonton, terdapat tiga orang pria yang tengah mengamati pria tersebut dengan seksama.
"WOI YO, BERHENTI DULU GAK SIH!" teriak salah satu pria teman dari pria yang dipanggil Yo itu. Suaranya menggelegar di lapangan.
Namun, pria tersebut tetap menghiraukan teriakan dari temannya itu. Saat ini moodnya sedang tidak baik; ia baru saja bertengkar lagi dengan sang ayah, dan emosi yang membara itu meluap saat ia bermain basket. Olahraga ini sudah menjadi pelarian dan kegemarannya sejak kecil, tempat di mana ia bisa mengeluarkan semua perasaan yang terpendam.
Setiap dribble dan tembakan adalah cara baginya untuk melepaskan ketegangan. Dia berlari ke lapangan, melompat tinggi, dan melepaskan tembakan yang kuat, seolah-olah setiap bola yang ia lepaskan adalah unek-unek yang ingin ia sampaikan kepada ayahnya. Meskipun teriakan temannya bergaung di telinga, pikirannya melayang jauh, terjebak dalam perdebatan dengan ayahnya yang selalu merasa tahu apa yang terbaik untuknya.
"GRACIO ARSHAKA HARLAN!!" teriak seorang wanita, suaranya keras dan penuh emosi, yang berhasil menghentikan kegiatan pria tersebut. Nama itu menggema di seluruh lapangan, membuat Gracio-pria yang dipanggil-berhenti seketika dan menoleh.
Gracio Arshaka Harlan, seorang pria tampan yang terkenal di kampus dengan julukan "si manusia es," adalah sosok yang sering mencuri perhatian di Universitas Arshaka. Meskipun memiliki wajah yang menawan, ia dikenal sebagai pribadi yang pendiam dan jarang bergaul, membuatnya terkesan dingin dan sulit didekati oleh teman-temannya.
Ia memiliki seorang kakak yang bernama Shania Junianatha Arshaka, atau kerap dipanggil Shanju oleh teman dekatnya. Gadis yang sangat cantik dan bertubuh tinggi. Dengan pesonanya yang menawan, Shania sering kali menjadi pusat perhatian di kampus. Meski mereka hanya terpaut beberapa tahun, hubungan mereka cukup dekat, dan Shania selalu mendukung Gracio dalam segala hal.
Saat ini, keduanya sedang menimba ilmu di kampus yang dimiliki oleh ayah mereka, Keynal Putra Arshaka. Meskipun latar belakang keluarga mereka menguntungkan, Gracio dan Shania berusaha untuk membuktikan diri dan tidak hanya dikenal karena nama besar keluarga mereka.
Gadis yang memanggil Gracio itu pun berjalan menghampiri pemuda tersebut dengan tatapan sendu. Tanpa ragu, ia langsung memeluk Gracio, tidak peduli dengan keringat yang membasahi tubuh tegap itu. Pelukan hangatnya membuat Gracio terkejut sejenak, tetapi perlahan ia mulai merasa nyaman dengan kehadiran kakaknya, Shania.
"It's okay. Kamu boleh marah, tapi jangan hukum diri kamu sendiri," bisik Shania lembut, suaranya seperti embun pagi yang menenangkan. Shania memperhatikan ekspresi Gracio dengan penuh kasih, berusaha meresapi perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEMBAYUNG SENJA (END)
Teen Fiction"Kamu tau kenapa aku suka liat lembayung?" "Kenapa?" "Karena itu adalah waktu antara batas siang dan malam. Dari situ aku bisa belajar bahwa tidak ada yang abadi. Semua akan berakhir pada waktunya. Datangnya mungkin hanya sesaat tapi kepergiannya se...