Selamat membaca
Maaf banyak typo
-
-
-
DUGGG!!
"ARRGGGHH!"
Gracio mengerang kesakitan, refleks memegangi kepalanya setelah merasakan hantaman keras. Ia menatap sekeliling dengan bingung, berusaha mencari tahu apa yang baru saja terjadi.
Kemudian, seorang wanita datang menghampirinya dengan tergesa-gesa.
"Maaf-maaf, aku nggak sengaja!" ucap wanita itu, terlihat sangat menyesal. Wajahnya memucat seakan dia baru menyadari dampak dari apa yang ia lakukan.
Gracio hanya diam menganggukkan kepalanya, lalu meninggalkan wanita yang masih terlihat khawatir. Ia melangkahkan kakinya menuju tepi pantai, tempat di mana suara ombak berkejaran dengan lembut dan angin sepoi-sepoi menyapu wajahnya.
Sambil berjalan, Gracio menatap ke arah langit yang mulai memerah, menandakan matahari akan segera tenggelam. Ia tidak benar-benar pergi ke basecamp; sebaliknya, ia memilih untuk menikmati momen ini sendirian, jauh dari hiruk-pikuk dan segala pikiran yang mengganggu.
Di tepi pantai, Gracio berdiri, merasakan pasir yang hangat di bawah kakinya. Ia menghirup udara segar yang penuh aroma laut, dan seolah semua beban di pundaknya sedikit terangkat.
Melihat matahari yang perlahan-lahan tenggelam di ufuk barat, Gracio merasakan ketenangan yang mulai meresap.
"Cio kangen banget sama mama, mah," gumam Gracio, menatap lurus ke depan, matanya berkilau oleh sinar matahari yang mulai meredup. Suara ombak yang berdebur seolah mengiringi ungkapannya.
“Mama di sana udah bahagia, kan? Maafin Cio yang nggak bisa jagain mama.” Ia merasakan beban di dadanya semakin berat, kenangan akan sang mama kembali menghantui pikirannya. "Kenapa mama nggak pernah dateng ke mimpi Cio lagi, mah? Mama marah ya sama Cio?"
Suara Gracio terdengar lirih, penuh kerinduan dan kesedihan. Ia menundukkan kepalanya, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya.
Setiap malam, ia berharap bisa bermimpi bertemu dengan Veranda, merasakan pelukan hangatnya sekali lagi. Namun, seiring berjalannya waktu, harapan itu semakin samar. “Cio cuma pengen denger suara mama, pengen bilang kalau Cio sayang sama mama,” ucapnya, suaranya nyaris tak terdengar.
Tanpa Gracio sadari, ada seseorang yang berdiri di belakangnya, mendengarkan semua yang ia katakan. Ia tidak bermaksud mengganggu, tetapi ketika mendengar suara Gracio yang penuh kerinduan dan kesedihan, ia merasa tergerak untuk mendengarkan.
Gadis itu terdiam sejenak, merasakan hati pemuda dihadapannya itu terluka. Ia bisa merasakan betapa dalamnya rasa kehilangan yang dialami pemuda itu. Tanpa ingin mengganggu momen pribadi Gracio terlalu jauh, ia memutuskan untuk pergi perlahan, menyelinap pergi sebelum Gracio menyadarinya.
Namun, di dalam hati Mia, muncul rasa empati yang mendalam. Dia ingin membantu Gracio, meskipun dia tahu bahwa kata-kata saja tidak cukup untuk menyembuhkan rasa sakit yang dirasakan. Sambil berjalan menjauh, Mia berjanji pada dirinya sendiri untuk lebih memperhatikan Gracio, agar dia tidak merasa sendirian dalam menghadapi kesedihan ini.
Setelah menikmati keindahan senja yang memukau, Gracio bangkit dari tempat duduknya. Ia mengambil satu nafas dalam-dalam, merasakan angin sepoi-sepoi yang membelai wajahnya, seolah memberi semangat baru untuk melanjutkan perjalanan.
Dengan langkah mantap, ia berjalan menuju motornya yang terparkir tidak jauh dari tepi pantai..
Di tengah perjalanan menuju tempat motornya, Gracio melihat seorang wanita berdiri di depan sebuah mobil, tampak kebingungan. Mobil tersebut terparkir di pinggir jalan, dengan kap mesin terbuka dan wanita itu mengusap wajahnya, seolah mencoba memahami masalah yang dihadapinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEMBAYUNG SENJA (END)
Ficção Adolescente"Kamu tau kenapa aku suka liat lembayung?" "Kenapa?" "Karena itu adalah waktu antara batas siang dan malam. Dari situ aku bisa belajar bahwa tidak ada yang abadi. Semua akan berakhir pada waktunya. Datangnya mungkin hanya sesaat tapi kepergiannya se...