Winter memalingkan pandangannya dari layar Macbook, sembari menghapus pelan jejak air mata di pipinya. Lagi-lagi Winter termenung, memikirkan apa yang selama ini menjadi beban pikirannya. Entah kenapa dada wanita itu terasa sesak, ketika kembali mengingat perkataan menyakitkan yang dilontarkan Jaemin padanya, saat pertemuan mereka di restoran kemarin.
Selama hampir sepuluh hari tinggal bersama putranya, Winter memanfaatkan waktunya sebaik mungkin—menjalankan perannya sebagai seorang ibu, yang kemungkinan tidak akan pernah bisa dilakukannya lagi setelah Jisung keluar dari apartemen ini.
Pilihan yang begitu sulit bagi Winter.
Actually dia sangat tidak mau melepaskan Jisung. Tapi, mau tidak mau, Winter harus bisa menjalaninya sebagai konsekuensi, karena dirinya telah menolak menikah dengan Park Jaemin, ayah dari putra sematawayangnya itu.
Dan hari ini, adalah hari terakhir Winter tinggal bersama Jisung. Mengingat fakta tersebut membuat Winter pun jadi semakin tak berdaya. Winter tidak akan pernah lagi bisa menemui Jisung. Dia juga tidak tahu harus ke mana lagi menghabiskan sisa hidupnya yang sudah tidak 'Berarti'. Mengingat orang-orang yang disayanginya, terutama Park Jaemin, sudah tidak menginginkan lagi kehadiran dirinya di kehidupan mereka.
Yeah.
Winter akui. Semua yang telah terjadi memang murni kesalahannya. Keadaan mereka pasti tidak akan sekacau ini, kalau saja wanita itu mau mengikuti syarat Jaemin yang sempat menawarkan sebuah pernikahan padanya.
Winter bisa saja menerima syarat tersebut. Toh, perasaannya pada Jaemin juga belum berubah, malah semakin hari semakin bertambah besar. Namun, Winter masih belum yakin dengan kondisinya saat ini.
Dia hanya tidak mau mengambil resiko, saat dirinya belum dinyatakan sembuh secara total. Karena sewaktu-waktu, penyakit itu bisa saja kembali menyerangnya.Hal itulah yang ditakutkan Winter selama ini. Wanita itu tidak mau lagi terjebak pada situasi yang sulit. Dan cara satu-satunya yang bisa Winter lakukan hanyalah—sebisa mungkin menjaga jarak dengan Park Jaemin. Sosok lelaki yang amat sangat dicintainya.
Tidak.
Winter tidak boleh lagi menjalin hubungan dengan pria itu. Terlebih lagi, Jaemin pantas mendapatkan wanita yang jauh lebih baik darinya. Untuk itu, Winter pun lebih memilih menghindar. Meski dirinya akan merasakan sakit setiap kali membayangkan Jaemin akan menikah dengan wanita lain, Winter harus bisa menerimanya dengan lapang dada.
"Mommy."
Panggilan kecil tersebut berhasil menyadarkan Winter dari lamunannya. Wanita muda itu tersenyum gugup, melihat Jisung tengah berdiri di ambang pintu kamar—yang entah sejak kapan telah terbuka lebar. Menyadari kedatangan putranya yang tiba-tiba, membuat Winter pun jadi khawatir. Takut kalau Jisung ternyata sudah lama berada di sini, dan bahkan telah melihat kondisi terburuknya.
Seharian yang Winter lakukan hanyalah menangis. Tahu kalau Jisung sore ini sedang keluar bermain ke rumah salah satu teman sekolahnya, membuat Winter pun semakin leluasa menumpahkan semua perasaan sedihnya tanpa perlu lagi menahan diri. Dia akan selalu begini. Duduk sendirian meratapi nasib, dan sama sekali tidak tertarik untuk membagi kisahnya pada siapa pun.
Winter yakin, Jisung pasti telah melihat semuanya. Dan yang menjadi ketakutan Winter kali ini adalah 'pertanyaan menjebak' yang kemungkinan akan dilontarkan Jisung untuknya.
Hah!
Winter mendesah frustasi. Dia sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana respon Jisung setelah tahu apa yang sedang dipikirkannya. Winter belum sanggup menceritakan semua rahasia yang disembunyikannya selama ini. Tidak dengan Jaemin, apalagi pada Jisung.