Lima bulan kemudian
Kamar itu hening. Hanya ada suara angin yang berhembus pelan melalui pendingin ruangan, memberikan sedikit desiran hawa sejuk ketika menerpa wajah Jisung yang terlelap. Butuh beberapa detik sampai mata itu terbuka perlahan. Saat dimana telinganya mulai menangkap suara sayup-sayup yang dia yakini berasal dari luar kamar.
"Ugh!."
Jisung menggeliat sebentar. Jari-jari tangannya yang panjang merambat naik ke dahi—lalu merayap ke atas kepala, hanya ingin merapikan rambutnya yang berantakan khas bangun tidur, sambil menunggu nyawanya kembali menyatu.
Tidak berapa lama netra Jisung pun bergulir melirik jam di nakas samping tempatnya berbaring. Jam baru menunjukkan pukul empat dini hari, namun suasana di luar sana sudah tak hening lagi. Kedua telinganya bahkan bisa menangkap suara sayup-sayup yang terdengar samar. Bahkan semakin jelas lagi ketika Jisung menajamkan pendengarannya.
Penasaran, Jisung pun segera bangkit dari tempat tidur, dan membiarkan suara itu menuntun kakinya berjalan keluar dari kamarnya.
Jisung menyusuri lorong lantai dua, setelah menyadari kalau suara aneh itu terdengar semakin dekat. Dia terus melangkah dan berhenti tak jauh dari pintu kamar Jaemin dan Winter. Matanya kembali menatap nanar ke sekeliling, Dan terkesiap—saat menangkap sosok bayangan dalam keremangan, sedang menaiki anak tangga berjalan menuju ke arahnya. Jisung terlihat waspada. Namun setelah menajamkan mata dan mengenali bayangan tersebut, Jisung pun menghela napas lega.
Sosok tersebut adalah ayahnya. Pria tersebut berjalan mendekat ke arah Jisung sambil membawa sesuatu di tangannya.
"Jie, are you there?." Jaemin bertanya sekedar memastikan.
"Yes dad, i am." Jisung pun menjawab sekenanya sambil berjalan mendekat.
"Ini masih terlalu pagi. Kenapa kau bangun secepat ini?." Jaemin mengerutkan kening mendapati putranya sedang berkeliaran di luar kamar.
"Tadi aku mendengar ada suara aneh dari kamar daddy. Aku tidak mendengarnya begitu jelas. Tapi... suara itu sudah membuatku terjaga. Oyah, apa yang sedang daddy lakukan?."
Jaemin tersenyum kecil menyadari kalau putranya terus menatap benda yang sedang dibawanya.
"Daddy baru saja membuatkan susu untuk adikmu. Entah kenapa, malam ini Sakuya tidak bisa tidur nyenyak meski telah diberi ASI oleh mommy. Yah, mungkin susu formula ini bisa membantunya untuk tidur." Jawab Jaemin sambil menarik handel pintu kamar, namun matanya tak lepas menatap Jisung.
"Masuklah. Tidak baik berkeliaran sendirian di luar, Jisungie. Kau bisa melanjutkan tidurmu di kamar daddy."
Jisung menaikan sebelah alisnya, namun bocah tersebut tak berniat membantah perkataan sang ayah. Dia langsung masuk ke dalam kamar dan mendapati suara tangisan bayi yang cukup memekakkan telinga. Yah, ayahnya benar, suara sayup-sayup yang tadi dicarinya itu—tak lain adalah suara adiknya yang tengah menangis.