"Ah, sorry. Tadi aku pikir pakaian itu milik selingkuhan mommy. Ternyata itu milik daddy ya?."
Jaemin memilih bungkam sepenuhnya. Begitu pun Winter yang hanya bisa memalingkan wajah seolah enggan menanggapi pertanyaan Jisung.
Namun, ketika mendengar suara gelak tawa, keduanya sama-sama terhenyak. Tidak menyangka kalau tawa ringan tersebut baru saja keluar dari bibir Jisung.
"Jisungie, kau sudah salah paham. Ini tidak seperti yang kau pikirkan."
"Ya, daddy bisa jelaskan semuanya."
Melihat orang tuanya yang berusaha menjelaskan perkara mengapa mereka bisa keluar dari kamar yang sama, Jisung hanya mengedikkan kedua bahunya. Ia kembali menjatuhkan diri ke sofa, lagi-lagi menunjukan sikap tidak peduli.
"Semalam daddy datang ke sini untuk menjemputmu pulang. Tapi, ternyata kau sudah tertidur pulas. Dan alasan kenapa daddy pagi ini—"
"Dad, Maaf... Pertanyaanku yang tadi, lupakan saja. Aku sama sekali tidak butuh penjelasan kalian. Lagipula itu juga bukan urusanku, jadi aku tidak akan ikut campur. "
Jaemin hanya bisa menghela napas panjang mendengar Jisung menginterupsi ucapannya.
Well, Jisung benar. Sebenarnya memang tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Toh, diantara dirinya dan Winter—tidak terjadi sesuatu yang 'berarti'. Kecuali adanya adu argumen yang hampir berujung dengan pertengkaran.
Lelaki itu kemudian bergerak mendekati sofa dan duduk di samping Jisung.
"Baiklah. Kalau kau tetap bersikeras tidak mau mendengar penjelasan daddy, anggap saja masalah ini sudah clear, okay?. Sekarang daddy harus ke kantor. Ada beberapa klien penting yang harus daddy temui hari ini."
Jaemin menarik salah satu credit card dari dompetnya lalu menyodorkan kartu itu di hadapan Jisung.
"What's this?." tanya Jisung kebingungan.
"Selama sepuluh hari masa skorsing-mu, kau boleh pergi berlibur dan berbelanja sesuka hatimu, nak. Selama ini yang kau butuhkan adalah refreshing. Kau hanya tinggal memilih tempat dimana tujuan liburanmu. Urusan tiket, hotel, dan orang yang akan membawamu, biar daddy yang mengurus semuanya."
"Terimakasih dad, tapi aku tidak membutuhkannya." tolak Jisung sambil menyerahkan kembali credit card tersebut. "Selama masa skrorsingku, aku sebaiknya tinggal bersama mommy di sini. Aku harap daddy tidak keberatan."
Jisung kemudian menoleh pada ibunya. Ia memasang ekspresi wajah datar, namun anehnya itu bisa membuat Winter tersenyum sumringah. Wanita tersebut tidak menyangka, ternyata Jisung lebih memilih tinggal bersamanya, ketimbang melakukan perjalanan liburan mewah yang baru saja ditawarkan Park Jaemin.
Winter tidak tahu harus berkata apalagi. Dia pun bertekad, selama bersama Jisung nanti, sebisa mungkin Winter harus menyenangkan putranya dan memenuhi apa yang Jisung butuhkan selama ini. Terutama memberikan cinta dan kasih sayangnya—yang selama hampir dua belas tahun ini tidak pernah Jisung dapatkan darinya.
Namun... Winter tidak yakin. Jaemin pasti benci mendengar hal ini, dan Jisung pasti tidak akan semudah itu mendapatkan izin untuk tinggal bersamanya. Karena Winter tahu watak lelaki itu. Jaemin pasti akan mempersulit keadaan—sebagai bentuk balas dendamnya pada apa yang telah Winter lakukan saat dimasa lalu.
"Baiklah. Asal kau berjanji untuk tidak nakal dan tidak berulah yang aneh-aneh lagi, daddy akan mengizinkanmu tinggal di sini." kata Jaemin sembari mengacak-acak rambut Jisung kemudian beralih menatap Winter.
"Aku titip putraku padamu. Urus dia baik-baik. Setelah masa skorsingnya selesai aku akan kemari lagi untuk menjemputnya."
Jaemin berkata dengan tenang namun terdengar sangat tegas. Ia lalu beranjak dari tempat duduknya dan berjalan meninggalkan Winter yang masih berdiri mematung di tempatnya.