Sepanjang perjalanan menuju apartemen Winter, Jaemin terus mengumpat dalam hati. Mengingat kebenaran yang menyatakan bahwa Winter tengah sakit, sedikit banyak mulai mempengaruhi emosi lelaki itu. Setelah kurang lebih setengah jam menyetir ditengah derasnya hujan, Jaemin akhirnya sampai di gedung apartemen yang ditujunya. Lelaki tersebut berjalan dalam diam. Menyusuri koridor dan beberapa lorong yang mulai lenggang, jalan yang membawanya menuju ke unit milik 'wanita keras kepala' yang akhir akhir ini selalu berhasil membuat dirinya geram—sekaligus khawatir di waktu bersamaan.
Sejenak, Jaemin hanya berdiri mematung di depan pintu. Menyadari akan bertemu Winter lagi membuat perasaan Jaemin mendadak gugup. Ya tuhan, lelaki itu bingung. Dia tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat menghadapi Winter nantinya. Mengingat bagaimana perlakuan Jaemin pada Winter akhir-akhir ini, membuat dirinya diliputi rasa menyesal karena telah menunjukan sikap kasarnya pada wanita itu.
Cukup lama berperang dengan batin, Jaemin akhirnya memberanikan diri membuka pintu apartemen Winter, dengan bantuan password yang diberikan Jisung. Jaemin benar-benar harus berterima kasih kepada putranya kali ini. Kalau bukan karena inisiatif Jisung, sampai detik ini Jaemin mungkin tidak akan pernah tahu keadaan Winter yang sebenarnya. Dan karena kecerdikan Jisung pula, alasan yang selama ini membuat Jaemin bertanya-tanya—akhirnya terjawab sudah, walau yang ia temukan hanya kepahitan dalam kenyataan tersebut.
Namun seorang Jaemin tidak mengenal kata menyerah. Tidak peduli wanita itu setuju atau tidak, kali ini Jaemin benar-benar sudah bertekad menunjukan kekuasaannya kembali pada sang mantan kekasih. Apapun yang terjadi malam ini, Jaemin tidak akan membuat Winter menyesalinya. Dia akan terus melakukan berbagai cara agar mereka kembali bersama lagi. Jaemin bahkan telah berjanji, Mulai detik ini ia akan menjadikan Jisung dan Winter sebagai prioritas utama dalam hidupnya, dan akan mengupayakan berbagai cara agar Winter bisa segera sembuh dari penyakitnya.
***
Winter melirik jam yang menggantung di dinding kamar dan baru menyadari kalau hari sudah semakin larut. Jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam, seharusnya Winter segera beristirahat. Namun, entah kenapa kali ini dia begitu sulit memejamkan mata. Mengingat besok pesawat yang ditumpanginya berangkat pukul tujuh pagi, Winter harus bangun tepat waktu meski dirinya sendiri tidak begitu yakin akan bangun secepat itu.
Pasca ditinggal pergi putranya, Winter benar-benar merasa kesepian. Tanpa disadari air mata wanita itu kembali terjatuh. Bibirnya terkatup hingga membentuk satu garis tipis. Dan... hati Wanita itu seakan teremas, membuat dadanya terasa begitu sesak.
Winter menangis di antara suara samar hujan yang turun dengan deras di luar sana. Seandainya Tuhan masih memberinya banyak waktu, Winter sangat ingin menghabiskan sisa hidup yang ia miliki dengan orang-orang yang dicintainya. Namun hal tersebut terdengar sangat mustahil, karena Winter sendiri telah lebih dulu memilih pergi dari kehidupan mereka.
Yeah, rasanya begitu sakit. Hati Winter begitu sakit sekaligus sangat rindu. Wanita itu merindukan putranya. Dia juga tak menampik kalau dirinya begitu merindukan sosok Park Jaemin, satu-satunya lelaki yang pernah singgah di hatinya.