"Jaemin-ah, apa bayi kita selamat?."
Jaemin tersenyum. Ia meraih satu tangan Winter kemudian mengecupnya lembut, berusaha menenangkan wanita itu.
"Ya. Dia lahir dengan selamat, sayang. Kau tidak perlu khawatir lagi, okay?. Dia juga sehat, wajahnya sangat mirip dengan Jisung kita."
"Hm, Namja lagi kan?." Winter bergumam sambil tersenyum lemah. "Apa Jisungie sudah melihat adiknya?."
Tenggorokan Jaemin tercekat, ia hanya mengangguk kecil menanggapi pertanyaan tersebut. Melihat Winter yang terbaring lemah dan rapuh, Jaemin mendadak khawatir, takut terjadi sesuatu yang buruk pada istrinya itu.
"Berjanjilah kau akan merawat mereka." Winter berucap dengan nada lirih. Matanya mulai terasa berat.
"Apa maksudmu, sayang?. Kita akan merawat mereka bersama-sama sampai kita menua nanti." Jaemin mengelus wajah istrinya dengan tangan gemetar.
"Aku... Aku takut Jaemin-ah." ujar Winter dengan air mata berlinang.
"Apa yang kau takutkan, hm?. Ada aku di sini, sayang. Ada aku yang akan selalu menjagamu dan anak-anak kita." Jaemin mulai terlihat cemas, dia terus menggenggam erat jemari istrinya sambil mengecupnya berkali-kali.
Mendengar kalimat menenangkan yang diucapkan Jaemin, lagi-lagi Winter hanya bisa tersenyum. Matanya benar-benar terasa berat. Dia sadar, waktunya tidak akan lama lagi. Dia harus mengucapkan pesan terakhirnya, sebelum semuanya terlambat.
"Berjanjilah padaku, Jaemin-ah. Kau akan merawat mereka kan?."
Jaemin terkesiap. Ia menggigit bibir bawahnya, sambil terus mengawasi mata istrinya yang sudah melemah. 'Ya tuhan, ada apa ini?.' Batin Jaemin mulai panik.
"Jangan bercanda Minjeongie!. Apa yang sedang kau bicarakan?. Kita akan merawat anak kita bersama-sama, dan aku tidak akan membiarkanmu pergi meninggalkanku!."
Winter terisak pelan, sambil terus menatap penuh cinta ke arah suaminya.
"Aku bahagia Jaemin-ah, selama ini aku sangat-sangat bahagia bersamamu."
"Aku juga, sayang." Suara Jaemin bergetar. "Ku mohon, jangan seperti ini Minjeongie. Semua akan baik-baik saja, aku mohon bertahanlah."
"Kau harus merelakan aku, Jaemin-ah."
Ya tuhan, pertanda apakah ini?. Kenapa Minjeong berkata seperti itu dan menangis?.
"Cukup Minjeongie! Aku tidak ingin lagi mendengar ocehanmu yang aneh itu." Jaemin mulai frustasi.
"Apa kau akan merelakanku?." tanya Winter lagi. Kali ini dia menatap suaminya dengan mata yang mulai mengatup.
Jaemin berdiri memeriksa keadaan jantung istrinya. Dia masih bisa merasakan jantung itu berdebar-debar dengan kencang.
"Minjeongie..." Jaemin tak dapat menyembunyikan kepanikan-nya.
"Apa kau akan merelakan aku?." Kalimat itu kembali terulang bagai kaset rusak.
Jaemin menggeleng kuat-kuat. Air matanya mulai luruh. Ini tidak mungkin. Kata Dokter barusan, keadaan istrinya baik-baik saja. Jaemin memegang tangan Winter yang melemah. Ia juga tak lepas menatap kedua mata cantik itu yang perlahan mulai terpejam.
Tak mau tinggal diam, tangan Jaemin bergerak memencet tombol untuk memanggil para tim medis, sedangkan matanya tak lepas memperhatikan mata Winter yang semakin meredup.
Jaemin sangat takut. Mungkin, inilah saatnya...
"Aku mencintaimu Jaemin-ah. Jaga anak-anak kita. Aku... pergi."
Dan mata itu benar-benar tertutup tanpa celah. Disusul Jaemin yang berteriak kalap sembari merengkuh tubuh istrinya, menyadari kalau semuanya telah terlambat.
Benarkah?
Yeah.
Jaemin sendiri masih tidak percaya. Apakah ini akhir dari kisahnya bersama Park Minjeong, istrinya sekaligus ibu bagi dua putranya?.
.
.
.
08/02/24