two. Antara

4 1 0
                                    

Di trotoar dekat alun-alun Jakarta, orang-orang sedang mengadakan bazar malam. Lampu yang dipasang untuk menerangi sepanjang jalan raya itu memperlihatkan berbagai macam makanan yang diperjualbelikan. Dengan stan seadanya, banyak pejalan kaki maupun pengguna motor memilih berdiam dulu di beberapa tempat duduk yang tersedia di beberapa stan. Menjejali perutnya dengan makanan dan minuman. Membuat jalanan itu ramai dikunjungi banyak orang.

Di salah satu stan, ada seorang lelaki yang semangat meladeni pembeli. Bagaimana tidak semangat, pembeli itu seperti jelmaan uang yang mengalir di dompetnya. Tidak ada pembeli, maka ia tidak akan punya uang, begitu batinnya.

"Jangan kelamaan itu! Balikin, balikin! Ntar baksonya gosong!" serunya membuat beberapa pembeli menoleh kepada bakso yang sedang dibakar di atas alat pemanggangan. Ikutan waswas.

Sementara temannya, Farhan, mulai memutar sumpit kayu hingga ketiga bakso di tusukan itu membalik. "Iya sabar Antara sayang ...."

Antara bergidik mendengarnya. "Ngga gua gaji tau rasa lo!"

"Dih! Ngambekan. Pantesan jomlo."

Antara mendelik tak suka. Rupanya celetukan itu terdengar oleh lingkaran tiga perempuan yang sedang duduk menunggu antrean bakso bakar, mereka spontan tersenyum malu-malu.

"Waah. Siapa tau mas-nya mau sama saya ...," salah satunya menyeletuk.

"Sama gue aja, kak! Masih free, nih!" Cewek sebaya Antara ikut menyeloteh, mengedipkan satu matanya menggoda.

Mendengar itu, ekspresi jengkel Antara berubah. Ia tersenyum manis. Balik mengedipkan satu matanya. "Kalau mau sama saya harus mau jadi pelanggan setia Bakso Bakar Delicious. Dijamin, hati saya terpikat!"

Ketiga perempuan itu tertawa. "Boleh dong langsung jadi pelanggan setia hatinya, Mas!"

"Boleh untuk pelanggan saya, dan dengan senang hati," Antara membungkuk sembari memberikan bungkusan berisi lima tusuk bakso yang sudah layak dipasarkan. "Kapan-kapan mampir lagi ya, cantik."

Farhan terkekeh melihat usaha Antara dalam memikat pelanggan dengan memanfaatkan wajah beningnya itu. Ditambah sekarang, lelaki itu mulai nimbrung di bangku tempat duduk pelanggan. Ikut bercanda ria bersama cewek-cewek yang belum berpawang. Begitu dilakukannya sampai bakso bakarnya habis laku terjual.

"Maaf ya cantik, baksonya udah habis, maaf yaa," Antara menginterupsi perempuan-perempuan yang hendak mendekati stan-nya.

Tinggal segelintir orang masih ada di situ. Memilih stan-stan lain yang belum habis terjual. Pada saat itu, klakson sebuah motor terdengar meraung di perempatan jalan, orang-orang dibuat senyap begitu motor ninja itu melesat cepat melewati pertengahan bazar.

Antara melihat pengendara motor yang melintas itu. Perempuan berjaket kulit hitam. Di punggungnya bergambar serigala bermahkota ratu. Lambang gangster WolfAngel's.

"Jaman begini masih ngericuh jalan raya," gumam Farhan ketus ketika suara klakson itu perlahan sayup.

Antara mendengar gumaman itu, ia hanya mengedikkan bahu sembari tangannya menata rapi alat-alat masak ke dalam kardus besar. Setelah itu, ia mulai me-lap meja-meja.

"Denger-denger, anak geng cewek itu udah mulai ngerusak fasilitas di sini. Lapang bola dekat gedung tua, yang di sampingnya ada game center. Lo tau gak sekarang kondisinya gimana?"

"Ngga pernah ke sana lagi. Kenapa emangnya?"

"HANCUR!" Farhan menerkam pundak Antara dari belakang. Wajahnya dibuat sok seram. "Dijadiin tempat tawuran sama anak WolfAngel's!"

Antara yang sedikit membungkuk me-lap meja langsung berdiri tegak. Melepas paksa tangan temannya yang menempel di kedua pundaknya.

"Kalo gak salah mereka tawuran sama anak Gladiolus. Ya tentu yang menang WolfAngel's lah, karena emang geng cewek itu udah terkenal kuatnya!"

"Perasaan tadi ngomongnya ketus, kok sekarang kedengaran kayak muji?" Antara mengangkat kedua alisnya sangsi.

Farhan tersadar, wajah kagumnya berganti sinis. "Emang beneran gak suka gue. Cewek kok kelakuannya bar-bar. Seharusnya cewek itu diem di rumah. Bersih-bersih rumah, nyuci baju, masak, supaya nanti jadi isti yang solehah."

"Positif thinking aja, lah. Mungkin tempat tinggalnya gak pantes disebut rumah. Wajar kan sikapnya jadi ugal-ugalan begitu ...."

Antara mengangkat kardus berisi peralatan itu menuju jok motor yang terparkir di samping stan-nya. Sejenak ia melirik jalan raya yang mulai lengang. Dibantu cahaya lampu, Antara menemukan secarik kertas putih yang terlipat asal di dekat selokan samping stan-nya. Antara mengerutkan dahi, ketikan di kertas itu sedikit terbaca, membuatnya penasaran. Ia meraih kertas itu yang belum sepenuhnya ternodai oleh debu, pertanda kertasnya masih baru terbuang.

Antara membuka lipatan asal kertas itu. Penasaran, ia membaca.

"Kertas apaan?" tanya Farhan melihat Antara menseriusi kertas itu.

"Surat keterangan dikeluarkan dari sekolah," Antara membaca ulang judul yang tadi sempat membuatnya penasaran.

"Sekolah mana? Siapa yang dikeluarin?"

Antara membaca sekali lagi satu nama perempuan yang tercantum di situ. Setelahnya, ia melipat kertas itu hingga membentuk persegi kecil agar muat untuk dimasukkan ke sakunya.

***

ANTARA RENAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang