five. Verghost

3 1 0
                                    

Malam-malam Renaya pergi menuju basecamp Verghost bersama anak Foxenderior. Deru motor silih bersahutan di jalan. Adalah motor Renaya yang paling berbahaya, ia tidak tanggung-tanggung dalam melajukan motor ninjanya. Dengan cepat menyalip bahkan hampir terserempet truk karena pengemudinya tidak mau kalah mempercepat lajuannya. Tidak ingat bahwa ini motor sahnya Karlin yang orangnya dibonceng dengan Kaza, sementara motornya masih disita oleh mamanya.

Galang dan Amiya mempercepat lajuannya, menyusul Renaya yang sudah tak sabar ke basecamp Verghost. Mereka memang sudah mengira Renaya akan marah seperti ini.

"Nay, gue rasa lo gak bakal percaya sama info ini."

"To the point, Ndo."

"Foto ini—Nay! Naya! Lo mau ke mana?"

"Jangan gegabah, Nay," peringat Kaza.

"Ya terus gue harus diem!? Ngebiarin kejadian waktu itu jadi sejarah!? Mikir make otak, Za! Erdhan gak mungkin bisa tenang kita lelet kek gini!" Renaya berteriak emosi.

Kaza jadi tersulut. "Lo jangan tolol, Nay! Bukan sekarang lo ke sana. Saat ini kita bicarain dulu, jangan gegabah! Dan lo—masuk! Gue gak mau denger lo pulang babak-belur!"

Renaya mengecangkan rahangnya kesal. Masuk ruangan dengan mulut terkunci.

Itu kemarin. Sekarang kemarahan Renaya tak bisa dibendung. Kebut-kebutan di jalan adalah versi terbaik menurut Renaya.

Hingga sampailah di kediaman Verghost. Renaya dengan tampang tak ramah masuk ke ruangan karena pintu terbuka luas. Terpampang di sana mereka yang sedang mabok.

"Malah mabok ni orang," desis Renaya kesal. "Woy!"

Dhani menengok. "Eeeh Naya anak WolfAngel's bukan?"

"Mana Ardi?"

"Ardi hah? Ardi?" Dhani kelimpungan tidak menentu. Ia yang sudah mabuk berat masih saja meneguk botol di genggaman. "Ardi si ke luar tadi ...."

"GUA BILANG DI MANA ARDI?!" Renaya murka.

Dhani setengah sadar bangkit menghampiri Renaya. Nyengir bloon. "Santai dong cantik. Datang tak diundang pulang mau Abang antar gak??" Ia meraih belakang leher Renaya, hendak merangkulnya.

Sebelum itu terjadi, Renaya memukul perut Dhani hingga terjatuh lagi ke sofa. Cowok itu memberikan gumaman serapah, ia berteriak-teriak memberikan serangan balasan.

Gerakannya yang masih lambat itu tidak membuat Renaya tumbang, hanya dapat melukai pipinya. Ia langsung memelintir tangannya, menendang keningnya yang menunduk ke depan menggunakan sepatu merahnya.

BRAK!

Dhani langsung tumbang.

Sementara itu, Gali sedikit tersadarkan melihat temannya meringkuk mengenaskan di lantai. Ia bangkit berdiri.

"Tujuan lo apa ke sini? Hancurin pesta gak jelas!"

"Tujuan gue jelas, anjing!" Renaya mengecangkan rahangnya. "Di mana ketua bajingan lo?!"

"DI LUAR!!" Gali membentak, wajahnya merah padam. "Angkat kaki lo, njing! Cewek modelan sampah."

Mendengar serapah itu, Renaya mengepalkan tangannya. "Iya, dan lo lebih sampahnya! Kalian kan yang ngebunuh Erdhan!? IYA, KAN?!!"

Gali tak percaya, lalu terkekeh. "Sedeng, anjing ...."

"Jawab sialan!" Renaya maju, merenggut kerah seragam gali kuat-kuat. Matanya risau, ia sungguhan kecewa. "Gua pikir lo dan yang lain gak munafik kayak gini."

Rombongan motor datang. Itu teman-teman Renaya.

Gali melepas paksa lengan Renaya yang menarik kerahnya. "Kebanyakan nonton drama lo, Nay. Lo salah orang," nadanya memelan, emosinya menghilang begitu melihat tatapan Renaya yang lemah.

"Woy, Gal!" Galang menyapa akrab. "Waduh, pestanya hancur apa gimana, nih?" Ia melihat ruangan yang penuh botol dan serbuk putih yang dibiarkan tumpah di meja. Ditambah ada dua orang yang tertidur sambil meracau, ada Dhani yang mimisan di lantai, meringkuk sambil bersumpah serapah. Hanya Gali yang terlihat masih manusia waras.

Gali menggenggam pundak Galang. Mencengkeram keras. "Gara-gara Naya gua gak jadi nge-fly. Sebenernya ada apa?"

Karlin mendekati Renaya yang masih mengatur napas. "You okay?" tanyanya sembari merangkul pelan. "Pipi lo lebam, rambut acak-acakan."

Renaya segera menyugar rambutnya. "Fine," ujarnya dingin.

Zi melihat kondisi Renaya yang kusut. Selanjutnya melirik Dhani yang mengenaskan. Ia geleng-geleng kepala.

"Ardi ke mana, bro?" Kaza bertanya santai kepada Gali.

"Ke luar, bangsat! Lo mau duga gue boong juga kek Naya?!"

Amiya melotot. "Maksud lo apa bilang begitu?"

"Die datang dan ngamuk-ngamuk gak jelas!" Gali menunjuk-nunjuk Renaya, mengadu. "Makanya gua tanya, maksud kalian ke sini mau ngapain? Nyari Ardi? Dia udah jarang ngumpul sejak sebulan yang lalu."

"Kenapa?" Vando bertanya.

"Kabur, anjing," desis Renaya pelan.

Gali mendengarnya. "Heh! Apaan lo ngomong begitu? Ardi akhir-akhir ini lagi nge-date, puas lo!"

"Sama siapa?" Renaya bertanya sangsi. Nadanya menantang. "Sama anak Gladiolus, kan?"

"Lo bisa tenang gak, nyet! Vera cuma mantannya!"

Ingat Vera? Ketua Gladiolus, salah satu orang yang membuat Renaya dikeluarkan dari sekolah.

"Santai, ke sini kita cuma mau nanya," intrupsi Kaza.

"Gua si santai," Gali menunjuk Renaya menggunakan dagunya. "Noh si paling rusuh! Nuduh gak jelas."

"Oke. Duduk di mana ya biar nyaman," kata Vando.

"Di sini aja, gue udah puyeng."

"Oke," Mawar baru bersuara. "Lo ingat kan pengepungan dua tahun yang lalu? Verghost juga ada di situ, right?"

"Oke, oke, gua ngerti," sela Gali tajam, "kalian nuduh kita pelakunya? Inget ini baik-baik, GUE DAN YANG LAIN BANTU ERDHAN YANG SEKARAT!!"

"Santai, bro ...."

"Pergi lo pada, njing!" Gali mengusap wajahnya kasar.

"Sori, Gal," sahut Kaza.

"Iya, iya, gua tau! Sekarang kalian pergi, gua sebenernya kecewa kita dituduh gak jelas, bahkan sampe si Dhani sekarat," ia melirik Renaya tajam. "Tapi gua tau, kalian gak mungkin nuduh orang yang udah bantu Erdhan, ya walaupun gua tau kita telat waktu itu. Erdhan keburu hilang nyawa. Tapi asal kalian tau, kalo di sana gua dan yang lain gak ada. Jasad Erdhan gak bakal kalian temuin lagi ...," jelasnya tajam.

"Thanks and sorry ... untuk semuanya," balas Renaya dingin. Lepas itu pergi dan mengendarai motornya. Merasa perannya di situ telah selesai.

***

ANTARA RENAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang