four. Jeroen

3 1 0
                                    


Selesai memesan mi bakso sekaligus menyantap bakso bakar Renaya langsung mantap untuk belajar setelah istirahat pertama selesai. Tapi ia tidak sekonyong-konyong dengan tenang masuk ke gerbang depan, ya kalau gitu ia dengan tampang bodoh langsung digiring ke lapangan dan tidak akan diberi kesempatan belajar di ruangan. Ia memilih masuk gang perumahan, kata siswa di sini kalau kita jalan lewat sana akan terhubung ke warung dan nantinya akan bertemu kantin sekolah, bisa dilewati hanya dengan menaiki dinding pemisah yang tingginya tidak seberapa. Jalan ini sudah menjadi rahasia cowok-cowok nakal, dan ia bisa menemukan jalan ini padahal baru dua hari menjadi murid SMA Purni Bangsa.

Keren gak tuh? Renaya membatin bangga.

Setelah beberapa menit Renaya berjalan, ia menumukan rumah yang pondasinya terbuat oleh kayu. Jajanan ringan disimpan di meja kayu. Renaya sudah menebak penjualnya pastilah ibu renta. Dan siswa Purni Bangsa nongkrong di sana, anak SMK dan SMA bercampur di sana, ia melihat dari identitas yang dikenakan mereka yang berbeda-beda jurusan. Samar Renaya mendengar suara gaduh cowok yang mengobrol.

"Woy, lah! Minta kali pelit amat lu!"

"Pelit maksud lo? Dari abad berapa lo minta dengan alasan 'mau nyebat gak kuat' dan gue kasih, lo masih bilang gue pelit?" Cowok satu yang dari helaian rambutnya diberi warna ungu itu berbicara tak santai.

"Ya si anjing entar gue ganti kalo dah sukses!"

"Janji lu ye?"

"Iyee!"

"Berisik! Drama minta sebatang ributnya udah kek maling ayam."

"Ini tuh biar dia jera, Gus!"

"Jera ga die?"

"Boro-boro!" Yang paling gendut di sana menyerobot, Renaya lihat mulutnya berminyak seperti habis makan gorengan.

Melihat itu Renaya menghela napasnya. Iya sih di sisi lain, ia berhasil menemukan tempat nongkrong para cowok yang selalu membuatnya penasaran, ternyata di warung ini. Namun, di sisi lain hatinya tidak tenang karena untuk sampai menuju dinding pemisah kantin yang dimaksud yakni harus melewati warung tersebut.

"Kalo gini si identitas gue bakal kebongkar. Gue yakin tu cowok pasti ada yang deket sama antek-antek Gladiolus," monolognya yang bersembunyi di dahan besar.

Pakai masker. Renaya sampai lupa kalo dirinya bawa masker. Ia dengan senang memakai masker berwarna hitam itu. Melewati perkumpulan cowok-cowok dengan tenang seolah dirinya bukan Renaya.

"Cewek, kiw!" goda mereka.

"Bukan cewek anjir, rambutnya pendek begitu," sahut yang lainnya.

"Monyet! Mana ada cowok pake rok!"

"Rambutnya model apa kak?" Cowok yang tadi dimintai sebatang rokok itu iseng bertanya.

"Jangan dijawab die ma. Entar ketular pedit," cowok gemuk tertawa-tawa. "Sekolah di mana, dek? Bolos pelajaran pak Dani yaa—HAHAHA!"

"Berisik lu tong. Mulut tuh berminyak begitu, keliatan lo yang habisin cireng paling banyak."

Renaya bersyukur memakai hoodie di saat yang tepat. Ia pura-pura untuk tidak mendengar ocehan asal mereka, ia tetap lanjut berjalan.

"Naya, kan?"

Langkah Renaya berhenti. Ia melirik cowok yang dengan santai bilang begitu.

Shit! Itu kan Jeroen! Ngapa tu anak bisa di sini? Renaya membatin sembari menatap lelah ke arah Jeroen. Jelas Jeroen bukan anak sini. Batiknya saja beda.

"Eh, lo kenal, Bang?"

"Ngapain lo di sini?" Jeroen tidak berniat membalas temannya. Ia berdiri mendekati Renaya sembari tangannya menyesap puntung rokok yang sudah kecil, lantas ia membuang ke jalan, menginjak-injak hingga bubuk.

"Lo yang ngapain di sini!?" Renaya membisik tajam. "Make nyebut nama gue kek udah akrab aja."

"Lo bolos?" Jeroen tidak membalas, justru bertanya lagi.

Renaya merotasikan matanya. Ia lanjut berjalan. Namun, tangannya digenggam kuat oleh lelaki itu.

"Lo salah orang! Lepas!" teriaknya sambil menepis kasar, membuat yang lain menganggap Jeroen memang salah orang. Ia lantas menarik kerahnya supaya wajahnya mendekat.

"Gue bisa aja hajar lo kalo lo cepu tentang gue ke mereka!" bisik Renaya cepat.

"Lo pindah sekolah?" Jeroen masih tak percaya.

"Inget. Cuma lo yang tau, kalo mereka tau—lo habis!" Renaya melepas cengkraman kuat di kerah lelaki itu. "Makanya jadi cowok jangan kegatelan!" teriaknya sengaja supaya teman Jeroen mengira memang tidak ada hubungan apa-apa di antara keduanya.

Renaya berjalan cepat-cepat. Lepas itu melompati dinding tanpa banyak drama. Hanya Jeroen yang melihat ke mana ia pergi, sekarang anak itu sudah ia cap sebagai cowok yang tau kepindahannya ke sekolah ini.

ANTARA RENAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang