four. Sampah katanya

2 1 0
                                    

Pulang sekolah. Dilihat waktu masih belum terbilang sore. Renaya memanfaatkan itu untuk menyempatkan diri ke basecamp WolfAngel's. Tapi sebelum ia meninggalkan kelas, Caca tau-tau mendorong Renaya dari belakang. Untung sejak itu Renaya bisa menguasai dirinya untuk tidak reflek memutar tubuh dan menendang Caca di belakangnya.

"Eh! S-sori, sori!" Caca terdengar pura-pura panik.

Renaya masih menghadap pintu luar. Tidak bernafsu untuk membalikkan badannya.

"Lo sih! Dorong-dorong gak jelas!" Caca menyalahkan teman di sampingnya.

Temannya tertawa, lalu berkata sinis, "Gak tau nih, Ca ... lagi mood pengen dorong orang!"

Mendengar itu, Renaya membalikkan badannya. Ia lalu berkata santai, "Tadi dorongnya kurang kenceng."

Caca tersenyum simpul. "Boleh contohin cara ngedorong orang yang bener?" tanyanya sambil melipat kedua tangannya.

Renaya sedikit tersenyum. "Oke, pertama-tama: lo maju," ia selangkah mendekati Caca yang lebih pendek darinya, menghapus jarak di antara keduanya. Menatap dingin.

"Terus?" Caca mundur sedikit.

"Kedua ... tinggal dorong," sahutan itu memelan, membisik tajam.

Caca menelan ludahnya, tanpa sadar ia mendorong Renaya sekuat tenaga. Namun, dorongannya tak membuat perempuan berambut Wolf Cut itu jatuh tersungkur.

"Salah," Renaya menggeleng lambat, ia lantas melirik rombongan teman Caca yang masih berwajah menantang.

"Dih? Jadi gimana cara dorong yang bener ... Sampah?"

Renaya tersenyum kecil. Rahangnya mengencang ketika mendengar dirinya disebut sampah. Wajahnya langsung menunduk, melihat sepatu merahnya. Ruangan itu hening sebentar.

"Nah, kan, malah bengong. Sok paling bisa, sih. Masuk sekolah pake nyuap aja bangga."

Yang lain tertawa bersama-sama. "Palingan--"

BRAK!

Meja depan dekat pintu itu jatuh ke belakang. Silih menyenggol bangku di belakangnya. Membuat barisan bangku yang tadi rapi terjajar berantakan.

Caca dan yang lainnya kaget, reflek mundur menghindari Renaya yang mengamuk. Mereka spontan bersikap waspada, takut-takut perempuan itu menyerang mereka.

Renaya mengatur napasnya untuk tenang. Lalu tersenyum lebar, tapi hal itu tidak berhasil menghilangkan rautnya yang tidak bersahabat.

"C-cuma bercanda, kok, Nay. Jangan baperan gitu, lah."

"Kalo bercanda jangan kelewatan, gak lucu," balas Renaya, "kalian semua bisa gue bully kalo gue mau. Biar lo pada tau dunia penindasan sesungguhnya itu gimana ...."

Renaya menyenggol tempat sampah di samping menggunakan satu kakinya. Isinya ia buat berserakan di lantai. "Nih, bersihin ... kalo besok gue masih liat ni sampah, gue bisa bersikap lebih antagonis ke kalian semua. Terutama ke lo ...."

Caca yang ditunjuk mendadak pucat. Namun ia masih menguasai dirinya.

"Gue pergi. Inget. Bersihin sampahnya." Renaya berjalan keluar.

***

ANTARA RENAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang