six. Pagi di Kantin

0 1 0
                                    

Masih pagi dan dingin untuk sekedar duduk diam di kelas yang masih kosong, menanti hangatnya matahari. Renaya memilih keluar dan pergi ke kantin.

"Ada teh anget, Mbak? Beli satu aja."

Renaya duduk di salah satu meja. Mengaca di layar ponsel yang mati, kening samping dipenuhi plester, lumayan parah juga, batinnya. Terdapat ungu lebam sedikit terlihat diujung-ujungnya. Pantesan keningnya jadi pusat perhatian ketika ia berjalan di koridor.

"Hai. Boleh duduk?"

Antara lagi. Renaya merotasikan matanya. "Ngapain?"

"Mau duduk sama lo," Antara tersenyum lebar. Ia pun melihat sekitaran kantin yang sepi. "Gak ada temen."

"Lebay amat lo."

Antara duduk di meja, karena belum mendapat persetujuan duduk di kursi oleh Renaya. Ia lalu melihat kening Renaya yang diplester. "Untung ada gue ya, Nay. Kalo ngga, mungkin lo udah pendarahan."

"Dih? Gue gak selemah itu."

"Kemarin lo kenapa, Nay? Ada masalah, ya?"

"Gue setiap hari selalu ada masalah."

"Oh," sahut Antara. "Tapi kemarin lo nangis."

Renaya tidak menanggapi.

"Diputusin pacar, kah?"

Renaya mendelik tajam.

"Oh, ngga ya," Antara gelagapan. "Tapi biasanya gue juga pernah nangis. Karena menyesal gitu, si."

"Terus hubungannya apa?"

Antara berdiri dari duduknya. Tangannya menggaruk kepala yang tidak gatal. "Ya ... gue anggap nangis itu gak lemah. Jadi lo bisa nangis sepuasnya kalo lo punya masalah."

"Gue gak selemah yang lo pikir," balas Renaya sembari memainkan ponsel. "Berhenti ngasih motivasi gak jelas."

Antara tersenyum. "Iya gue tau. Ketua WolfAngel's gak mungkin selemah itu."

Renaya yang sedari tadi melirik ponsel, langsung menoleh ke arah Antara. "Duduk di kursi."

Antara menuruti, ia duduk di kursi di hadapan Renaya. Kedua tangannya menopang dagu. "Makasih udah kasih gue duduk."

Renaya menatap lelaki itu. Tajam. "Lo tau dari mana gue ketua—"

"Dari Farhan," selanya. "Tapi beberapa orang di sini juga udah tau lo kali, Nay."

"Iya. Cuma beberapa," kata Renaya tajam. "WolfAngel's baru jalan dua tahun jadi geng motor. Sebenernya udah jadi santapan publik. Ketika motor kita lewat di jalan, semua orang langsung nyebut kita perempuan bebal karena selalu dikejar polisi, karena kericuhan, tawuran, balap liar. Tapi satu yang harus gue ingetin, anak sini terlalu suci untuk tau identitas anggota WolfAngel's. Terlalu gak peduli sama dunia gelap. Jadi kalo lo bocorin tentang gue di sekolah ini, lo yang pertama gue habisin," jelasnya tajam.

"Oh, gue justru baru tau lo suka buat ricuh sama balap liar. Makasih loh udah ngomong panjang." Antara manggut-manggut.

Renaya melotot. Tersadar ia sendiri yang membocorkan indentitasnya di depan lelaki itu.

"Gue gak bakal cepuin kalo lo penuhi permintaan gue."

Renaya melengos. "Apaan?"

"Jadi pelanggan setia bakso bakar Delicious, ya?" pinta Antara tersenyum manis. "Gue ke kelas, Nay. Bye."

Renaya melongo tak percaya. Permintaan apa itu? Ya kali setiap hari ia makan bakso, yang ada berat badannya naik.

"Gak jelas." Renaya menghabiskan teh hangatnya sekali teguk.

***

ANTARA RENAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang