three. Pertengkaran kecil

8 1 0
                                    

Pagi sehabis hujan adalah waktu paling enak untuk tidur. Menikmati setiap embusan nyaman di bawah selimut. Itulah mengapa Renaya masih belum tergerak.

Pintu diketuk bahkan digedor dari luar.

Pendengaran Renaya masih belum berfungsi. Ia semakin memeluk bantal guling, mengusel-usel pelan.

Jendela di kamar itu ditutupi oleh tirai gelap. Kemudian tirai itu bergerak, disingkap oleh seseorang yang menyelinap masuk lewat jendela yang tidak pernah terkunci dengan baik.

Sementara Renaya mulai mengendus-endus pelan. Ada bau hujan yang tadi tidak terendus. Ada angin yang langsung membekukan tubuhnya. Kemudian ada derap dua kaki menyelinap masuk ke kamarnya. Penciuman dan pendengarannya mendadak tajam.

Mata Renaya masih terpejam, tetapi pendengarannya menghitung setiap endapan langkah orang itu. Ia mulai waspada ketika endapan itu mulai mendekati ranjang yang ditidurinya.

"Nay--"

Kaki jenjang Renaya keluar dari selimut tebal itu. Menerjang wajah orang yang berani mengendap ke dalam kamarnya.

Tepat sasaran. Terdengar, orang itu terpelanting ke arah meja belajarnya.

Renaya langsung berdiri di lantai. Mata Renaya membuka berat, memperlihatkan dunia yang masih samar. Pandangannya berkunang-kunang dan kepalanya pusing sedikit. Membuat tubuhnya terduduk kembali di ranjang. Ini yang Renaya tidak suka ketika harus bangun mendadak. Darahnya terbilang rendah.

Setelah beberapa detik berlalu, Renaya sudah mulai menguasai diri. Ia menatap orang yang meringis-ringis. Renaya langsung melotot kaget. Tersadar ia sudah melakukan pelanggaran besar.

"Bang Acelll!" Renaya membantu abangnya bangkit. "Abang gapapa!!?"

Rasyel yang masih meringis itu menatap galak adiknya. "Lo ngapa nendang gua!?" serunya sembari memegangi keningnya yang merah.

"Ya Bang Acel ngapain masuk lewat jendela kek maling!?" Renaya balas menatap galak.

"Karena jendela lo gak dikunci!"

"Terus dengan Naya lupa ngunci jendela, Abang langsung cosplay jadi maling!?"

"PINTU LO DIKUNCI, BANGSAT!"

"LO KALI BANGSATNYA!" Renaya ikut mengamuk.

Rasyel berdiri perlahan, mulai meraih kunci di meja belajar. Hendak membuka pintu. "Serah lo, dah."

"Idih! Emang salah Bang Acel! Ngapain juga masuk kayak maling. Padahal tinggal ketuk pintu baik-baik juga gue bakal buka!"

Rasyel baru memasukan kunci itu ke gagang pintu. Belum memutarnya supaya dapat membuka. Ia langsung kembali membalas omongan pedas adiknya. Bertengkar hingga dorong-dorongan.

Rasyel itu memang abang ter-gak mau ngalah sama adiknya. Beda dengan Rafael yang lebih dewasa dikit.

Pernah, Renaya menangkap basah Rasyel mencuri uang sepuluh ribu kertas milik Rendra di dompet yang tersimpan sembarang di karpet. Rasyel menyuruhnya untuk diam, dia beralasan akan membeli semangkuk bakso dan akan dimakan bersamanya. Tapi waktu itu Rasyel mengingkari. Renaya langsung marah. Pertengkaran sengit pun tidak bisa dielak lagi. Mereka silih mencubit dan menjenggut rambut satu sama lain. Pertengkaran itu baru berhenti ketika kembaran Rasyel datang. Keduanya berdiri mendengarkan Rafael yang marah-marah menasihati. Sementara abang pertama mereka, Rendra justru tersenyum menahan tawa melihat adik-adiknya membuat drama hanya karena semangkuk bakso yang akhirnya ia habiskan karena khawatir keburu dingin.

Rasyel dan Rafael memang kembar. Tapi Renaya tau perbedaan mereka yang sangat-sangat mencolok. Dari sikapnya yang satu kekanakan tapi pintar ngelawak, yang satu serius tapi temperamental. Rambut Rasyel yang lurus dipotong pendek dan nampak acak-acakan, sementara Rafael berambut bergelombang yang bawahnya dibiarkan panjang hingga menutupi leher belakang.

ANTARA RENAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang