marah

22 3 0
                                    

"lekas sembuh Put, tim butuh kamu"
"peforma anak anak hilang semenjak kamu bedrest"
"aku cape harus selalu jadi penyeimbang kedudukan sendirian"
"kita ga ada semangat kalo kamu ga ada"

Malam ini aku overthinking memikirkan perkataan mereka. Saat beberapa hari lalu tim club ku menjenguk ku untuk yang ke-empat kalinya dan bertepatan mereka baru saja pulang pertandingan.

Aku memang sudah 1 bulan lebih bed rest dan fokus pada kesembuhanku. Tapi sudah ada 3 pertandingan penting yang aku lewatkan. 3 pertandingan itu membuahkan hasil yang tak cukup baik. Bahkan club yang semula dibawah kami, kini berada diatas kami.

"mereka hebat hebat.. tapi kenapa aku yang dicari?"monolog ku menata cermin

Aku sedikit mengintip lupa di bahu ku. sudah mengering dan tak lagi gampang basah. Dan luka di kaki ku sudah hampir sembuh. Aku berfikir bahwa aku sudah bisa mulai lagi sekarang.

Aku beranjak dari duduk ku dan bergegas mencari Ibu dikamarnya. Mungkin ini akan ku diskusikan dengan Ibu.Aku berhasil menemukan ibu dikamarnya,bersama ayah juga.

Jadi aku akan mendiskusikan ini pada ayah juga?

"Bu.. Boleh masuk?" Ucapku

Kulihat ayah sedang sibuk dengan buku bukunya. "boleh.. masuk nak" sahut ibu

Aku masuk kedalam kamar Ibu dan duduk disamping ibu. Ibu yang semula sibuk membereskan seragam ayah, kini menaruh seragam itu dan menatapku lembut.

"kenapa belum tidur?" tanya Ibu

"Mba overthinking bu" sahutku yang membuat ayah juga menatapku

"soal apa?" Ibu merapikan rambutku yang terurai

"anak anak club"

"mereka cari mba ya? Karna peforma club itu menurun semenjak mba istirahat" sahut ayah

Aku bingung, ayah tau soal ini? Loh atau ayah punya indra ke enam yang tau apa pikiranku.

"Temen temen juga bilang gitu" sahutku

"berarti hebat anak ayah.."

"bukan gitu ayah.. Maksudnya kan mereka juga hebat hebat

"ada yang sehebat anak ayah ga?" Ayah menarik kursi nya dan mendekat kearahku dan ibu

"ayah" tegur ibu tapi ayah hanya terkekeh

"Jadi mba mau apa?" Tanya Ibu

"mba udah boleh turun lapangan?" sahutku takut takut

Ibu menatapku dan perlahan tangannya mengelus bahuku yang terluka.

"udah gapapa ko bu.. mba kan kuat" ucapku yang paham

"belum 2 bulan kan?" aku menggeleng menanggapi pertanyaan ayah "ya kalo ayah sih izininnya selepas 2 bulan"

Mendengar penuturan ayah yang secara tak langsung melarangku untuk turun lapangan, aku menatap ibu dengan penuh harapan semoga diizinkan.

"kalo soal ini.. Ibu setuju sama ayah"

***

Ini phiraa

Aku jemput kamu yaa

Hati hatiii

Pagi ini perasaanku masih tak tenang. Masih memikirkan club ku, bahkan sampai aku tak merasa lapar.

Aku melihat jam di kamarku masih menunjukkan pukul 06.10. Ini adalah jam sarapan. Tapi aku sama sekali tak berniat sarapan.

The Beloved OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang