foul

16 2 0
                                    

"gue tetep main"

Ucap Putri memecah kegaduhan teman temannya tentang keputusan dirinya tetap main atau tidak.

"Hah" sahut beberapa temannya yang khawatir tentang keadaan dirinya

"Gue rela kesini cuma untuk pertandingan bukan untuk ngeluh didepan kalian... Sebisa mungkin gue lakuin yang terbaik"

Prittttttt pritttttttt

Peluit berbunyi, tanda pertandingan selanjutnya akan dimulai. Putri yang pertama mengulurkan tangan mengajak rekan rekannya untuk melakukan salam bersama.

"Babak terakhir dan babak penentu... Gue minta kalian jangan gegabah dan harus kerjasama antara satu sama lain oke?"

Teman temannya mengangguk dan saling menutup mata "untuk hari ini... Kejuaraan milik kita. BOSSTAVIA" teriak Putri diakhir kalimat

"JAYA!" Sahut teman temannya menghentakkan tangan mereka masing masing ke arah kaki.

Satu persatu dari mereka masuk ke lapangan. Sebelumnya Putri menghampiri Phira memberikan senyum tulus padanya.

"Hati hati" ucap Phira

Putri mengangguk "aku pasti baik baik aja kok"

Setelahnya Putri berlari menghampiri teman temannya dilapangan yang tengah bersiap.

Putri menatap Ega dengan segan karna sejak tadi Ega menatapnya dengan licik. Kali ini tandingannya Ega. Lawan yang dulu pernah berkawan.

Wasit melakukan jump ball dan Riri berhasil meraihnya karna tubuhnya jangkung melebihi yang lain. Bola itu jatuh didepan Putri.

Putri mengambil bola itu sedangkan dihadapannya sudah ada Ega yang menghalangi.

"Hai" sapanya yang kemudian merebut bola itu

Putri tak tinggal diam. Ia melakukan close over melewati Ega. Dengan menyesal Ega berbalik menepuk pundak tepat pada luka Putri dengan cukup kuat.

"Argh" keluh Putri. Tapi ia tak berhenti. Ia tetap berlari dan mengoper bola pda temannya.

Dika yang melihat hal itu komplain ada wasit. Mengapa hal itu tidak disebut foul.

Wasit tak menghiraukan Dika dan fokus memperhatikan pertandingan ini. Karna menurut wasit, selagi pemain tidak berhenti dan wasit 1 tidak meniup pluit maka tidak pelanggaran.

Dika melihat Putri yang melanjutkan permainannya. Gerak gerik Putri yang susah ditebak dan sangat lincah.

Putri berhasil menjebol pertahanan lawan, hingga kini Putri berada ada defense lawan.

"GO POINT PUTRI!" teriak Dika

Putri mendengar kalimat itu, ia melakukan apa yang harus dilakukan. Ball lay up. 2 point untuk Bosstavia.

***

Babak pertama, Bosstavia unggul 13 point diatas Arumartha. Perbedaan angka yang cukup jauh untuk Arumartha mengerjar.

Selama pertandingan tadi pun, Putri banyak mendapatkan serangan fisik yang tak dilihat wasit tapi mampu ia rasakan. Pundak dan kakinya.

Diberikan waktu 5 menit untuk break sejenak dan mengatur strategi baru, Putri menghampiri Phira dan mengadukan semua keluhannya pada Phira.

Phira mengompres pundak dan kaki Putri dengan cold Kompress.

Putri menyandarkan tubuhnya pada kursi pemain. Ia memejamkan mata dan sedikit memasrahkan dirinya. Sedangkan Phira dengan telaten mengompres pundaknya.

Tapi Phira melihat sesuatu mengalir di pundak Putri. Kejut Phira saat melihat bahwa luka di pundak Putri berdarah lagi.

"Hei... Ini sakit?" Phira menyentuh luka yang dibalut perban yang kini warna perban itu sudah merah sepenuhnya.

"Sedikit" sahut Putri

"Aku gatau jahitan luka ini kebuka atau ngga, tapi... Dia berdarah lagi" ucap Phira ragu ragu

Putri menatap Phira yang ketakutan. Ia melihat sendiri luka di bahu nya. Ia sendiri pun terkejut melihat perban yang semula putih kini berubah menjadi merah karna darah.

Melihat sahabatnya yang panik dan takut, Putri mengusap lukanya dengan sepele. "Sembuh ini nanti... Gapapa udah" ucap Putri menenangkan Phira

"Tapi-"

"Aku kan kuat gapapa ini mah ga kebuka kok jaitannya" tenang Putri lagi

Tidak. Tidak sepenuhnya tenang. Ia juga memikirkan kondisi lukanya. Tapi jika ia terlihat panik, maka Phira akan semakin panik juga.

"Kalo kamu gakuat, panggil aku ya?" Pinta Phira

"Iya nanti aku panggil" sahut Putri dengan senyum tulusnya, berharap Phira tenang setelah ini.

Pritttttt pritttttttt

"Babak terakhir... Ini penentu kalian oke? Saya percaya sama kalian" ucap Dika menyemangati timnya

Seluruh tim sudah masuk ke lapangan, termasuk Putri. Semua sudah berada di posisinya masing masing dan menunggu wasit menyerahkan bola pada tim Arumartha.

Pertandingan berjalan seperti biasanya. Saling menyerang dan diserang. Kebanyakan tim Arumartha selalu mendekati Putri dan berusaha membuat Putri cidera.

Tapi teman teman Putri yang paham hal itu juga tak tinggal diam dan akan menghalangi siapapun yang berusaha menghalangi Putri.

Point 23-27, Bosstavia unggul 4 angka atas Arumartha. Selalu seperti itu. Jika Arumartha mencetak point, maka Bosstavia akan membalas dengan banyak point.

Saat ini bola berada ditangan Arumartha. Ega lebih tepatnya. Putri mengambil alih menghadang Ega. Ia paham bahwa Ega menginginkan dirinya cidera, tapi Ega lupa jika Putri tak segampang yang ia kira.

"Hai" sapa Putri melambaikan tangan dan sesaat kemudian, dengan mudahnya ia mengambil bola ditangan Ega "ups... Maaf sayang" rayu nya yang kemudian berlari menuju ring lawan.

"Shibal!" Ega berbalik arah mengejar Putri

Mengompori teman temannya untuk mengejar Putri dan membuatnya luka.

Ega memandang teman temannya dan memberikan isyarat licik untuk menyerang Putri.

Tepat saat Putri hendak melakukan sprint lay up, Ega menarik pundak Putri. Tepat pda lukanya.

"Ah!" Keluh Putri

"Putri!" Teriak Phira dan teman teman lain yang melihat Putri tersungkur memegangi pundak nya.

Wasit meniup pluit foul. Sedangkan Putri menangis merasakan lukanya yang mungkin jahitannya rusak.

Phira berlari menghampiri Putri, ia juga melihat jersey Putri sudah penuh dengan darah. Ia memeluk Putri yang menangis kesakitan

"Udah ya... Udahan" ucap Phira.

Phira membantu Putri naik ke tandu medis. Sedangkan pertandingan berlanjut tanpa Putri didalamnya.

***

"Jaitan rusak hingga lapisan ke dua... Dan ini harus segera ditangani untuk perbaikan jaitan nya" ucap Dokter medis yang menangani Putri

"Rusak?" Tanya Phira

"Kemungkinan karna banyak bersentuhan dengan sengaja dan banyaknya pergerakan tangan selama pertandingan"

Tak lama dokter pamit meninggalkan Putri dan Phira diruang medis. Putri melihat jersey nya yang berlumuran darah, ia khawatir ayahnya akan marah besar padanya.

"Nanti biar aku yang cuci ya... Setelah ini kita pergi ke rumah sakit" ucap Phira memberikan sebotol air mineral

"Aku takut ayah marah" sahut Putri menatap Phira

"Nanti aku bantu ngomong sama ayah ya?"

The Beloved OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang