"Nggak bunda! Janji!"

3.1K 404 10
                                        

[Jeno kelas 4 SD]
[Liburan di rumah Oma]

.
.

"Sudah berapa kali bunda bilang jangan main di rel?"

Jeno menunduk, jemari mungilnya memilin ujung kaos hingga semakin kusut.

"Liat bunda."

"Hiks!"

"Kenapa tadi ke rel?"

"M-main bunda~"

"Main apa sampe di rel huh?"

Jeno terdiam. Ia tak berani menjawab. Meskipun suara sang bunda tak meninggi tapi matanya begitu menusuk.

"M-main~"

"Siapa yang ngajak tadi?"

Jeno kembali menunduk. Ia benar-benar tak berani menjawab pertanyaan itu. Dirinya yang mengajak teman-teman bermain ke rel kereta api karena ia ingin melihat kereta lebih dekat. Alasan sangat sepele tapi tenyata berhasil memancing amarah sang bunda.

"Jawab bunda Jeno."

"Hiks! Hiks!" Air mata Jeno turun tanpa terkendali. Tak ada yang bisa membantunya. Sang ayah sekarang pasti pergi entah kemana karena takut melihat bundanya marah.

"Bunda~"

Doyoung menghela nafas panjang. Rasanya hampir mati mendengar putranya bermain di rel setelah beberapa hari lalu ada seseorang meninggal tertabrak kereta. Rumah mamanya yang dekat dengan perlintasan rel itu membuatnya terus mewanti-wanti Jeno agar tak bermain kesana. Masih beruntung sang tetangga datang menyeret Jeno dan yang lain pulang karena 10 menit kemudian sebuah kereta melintas.

"Siapa yang ngajak main ke rel kereta?!"

"Aku bunda huwaaaa~ Maaf~" Jeno langsung memeluk kaki sang bunda untuk meminta pengampunan.

"Kamu Jeno?!"

"Maaf bunda maaf~ Janji nggak kesana janji~ Huhuuu~"

"Jeno tau kan kemaren oma bilang ada yang ketabrak kereta?" Rahang Doyoung mengeras dan suaranya begitu rendah, "rel kereta bukan tempat main! Bahaya! Kalo Jeno kenapa-napa gimana?"

"Nggak bunda! Janji! Aku janji!" Jeno menarik tubuhnya dari kaki sang bunda. Ia katupkan kedua tangan sambil terus mengatakan maaf.

"Maaf huhuuu~"

"Kalo bunda denger Jeno main ke rel lagi, bunda nggak mau ngurusin Jeno."

"Bunda huwaaaaa~"

Melihat Jeno yang semakin keras menangis jujur membuat Doyoung tak tega. Hatinya sakit ketika air mata Jeno berlomba-lomba jatuh, tapi putranya harus diberi tau.

Doyoung akui dirinya sedikit kelepasan untuk mengatur emosi. Bukan inginnya marah-marah. Tapi mendengar Jeno sendiri yang mengajak ke rel emosinya semakin menjadi. Ya Tuhan~

Sambil mengatur nafasnya Doyoung berlutut di depan Jeno. Ia pegang lembut kedua lengan putranya yang bergetar.

"Sudah, bunda maafin, tapi Jeno janji ya?"

"I-iya huhuuu~ Nggak kesana lagi~" Kepala si kecil menggeleng cepat agar bundanya benar-benar percaya padanya.

"Maaf bunda udah marah sama Jeno~" Doyoung bawa si kecil ke pelukannya. Mengalirkan semua rasa sayang yang ia punya pada Jung kecil.

"Bunda sayang sama Jeno. Bunda nggak mau Jeno kenapa-kenapa kalo main kesana~"

"Hiks! Maaf bunda~"

"Iya~"

Cup

Doyoung kecup pelipis Jeno, sungguh ia sangat bersyukur masih diberi kesempatan untuk bersama dengan putranya.

"Sayang bunda hiks!"

.

Setelah kejadian siang kemarin Jeno tak berani keluar rumah. Putra Jung Jaehyun paling-paling hanya bermain di depan rumah. Banyak yang mengajaknya bermain tapi Jeno masih takut.

"Itu temennya ngajak main. Daritadi ayah liat cuman main di sini?"

Si kecil Jung menggeleng pelan. "Nanti bunda marah~"

"Nggak bakal marah kalo Jeno nggak main lagi ke rel. Nggak main di kolam ikan. Main sewajarnya di lapangan."

Akan tetapi Jeno masih kekeh dengan keputusannya.

"Mau ayah ajak ke stasiun? Kita liat kereta dari dekat."

"Liat kereta ayah?! Mau! Ayo kesana!"

"Yuk! Pamit dulu sama bunda."

Tanpa menunggu lama Jeno berlari mencari bundanya. Tak lupa ia mencari jaket dan topi agak tidak kepanasan.

.

15 menit berlalu sampailah Jaehyun dan Jeno di stasiun. Setelah memarkirkan motornya Jaehyun mengajak Jeno ke sebuah pagar yang membatasi area rel dengan jalan.

Melalui celah pagar Jeno dapat melihat kereta api yang tengah berhenti mengambil penumpang.

Mesin kotak yang sangat keren dimatanya. Suatu saat ia berharap bisa menaiki kereta dan duduk di tempat masinis berada.

"Kalo ban keretanya bocor gimana yah?" Tiba-tiba pertanyaan random terpikirkan oleh Jeno saat melihat roda kereta yang banyak.

"Nggak mungkin bocor Jen. Itu dari besi~"

"Oooo~ Berarti kuat xixixi~"

"Harus kuat! Kan bawa orang banyak~"

"Ah ayah~ Nanti aku jadi masinis ya~"

"Iya~ Jeno boleh jadi apapun~ Jadi pilot juga ayah dukung."

"Xixi~ Ntar naik pesawat! Wush!" Tangan kanan Jeno terangkat seperti pesawat yang lepas landas.

"Ahahaha~ Asal itu baik pasti ayah dukung."

Panas matahari semakin menyengat, cuaca yang sangat panas ini pasti cocok jika minum es teler di taman.

"Beli es teler yuk."

"Hu'um!"

"Sama pentol ya yah!"

"Okey~"

.
.
.

TBC~

Loka Loka NoieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang