#7 baim

1.6K 211 18
                                    

2015

Selama perjalanan tak ada yang bersuara. Binnar sangat amat dikelilingi awan mendung sedangkan Billal tak berniat menjelaskan apa-apa. Sejak kecil dirinyalah yang diharapkan sang Ayah untuk selalu membantu kakak tertuanya dalam menjaga keluarga mereka. Tapi sungguh rasa kesal tak bisa dia tampik kala Barra tak jua meminta bantuannya. Billal tidak suka perasaan ini.

Mobil Binnar sampai di pekarangan Pramana, tanpa disuruh kini Billal sudah turun lebih dulu sebelum akhirnya pergelangan tangan dia ditarik oleh sang adik. "Pasti Akang gak ngerasa salah kan?" Bisikan dari Binnar tersebut cukup menyudutkan Billal karena sang adik menatap begitu dekat dengan wajahnya, "biar Abin yang kasih tau salah kalian berdua apaan." Lagi, Binnar mengunci leher Billal di lengannya dan menyeret sang kakak masuk ke kediaman mereka.

"Aa!" Teriakan Binnar menggelegar membuat dia yang sedang membaca berkas di dalam kamar sedikit terkejut. Kala Barra keluar dari kamar, matanya melotot mendapati Billal yang memukul perut Binnar beberapa kali agar adiknya itu melepaskan kuncian pada leher Billal. Saat Barra berjalan perlahan, Binnar melemparkan tubuh Billal dengan keras sampai tersungkur di kaki Barra. Yang lebih tua pun spontan hendak menolong Billal sampai Binnar berucap, "duduk!" Tak jadi membantu, Barra kini bersimpuh di lantai samping Billal.

Binnaratan adalah putra ketiga Pramana yang hatinya sangat lembut. Di antara kedua kakaknya, Binnar-lah yang cenderung lebih dekat dengan Ibu mereka. Bagaimana mereka habiskan waktu bersama di dapur juga bercerita banyak hal. Sampai perlakuan lembut Ibu terhadap semua anaknya pun membentuk Binnar menjadi sosok yang begitu penyayang. Barra akui jika Binnar tak pernah marah sekesal apapun dia. Sekiranya Binnar merasa kesal, dia hanya akan mengomel juga menggerutu gemas. Tak pernah ada sesuatu yang serius karena apa yang Binnar keluhkan tentu saja untuk kebaikan keluarga mereka.

Berbeda dengan sekarang. Mata besar Binnar benar-benar gelap. Tak ada kerutan di keningnya atau rengutan pada bibir merah putra ketiga tersebut. Tapi Barra justru dapat melihat gurat kekecawaan di wajah sang adik. Menjadikan dia tak berani membantah. "Jelasin sama Abin kenapa kalian berantem" suara yang bergetar itu tidak berhasil membuat mereka yang ditanya untuk segera menjawab. Binnar menarik nafas, dia kini melihat sosok yang paling tua terlebih dahulu, "Aa kenapa marah sama Akang?"

Dengan ragu, Barra sedikit melirik Billal yang mengangguk tipis. Tanda dia memberi izin para kakaknya untuk menceritakan semuanya dengan jujur. "Aa dipanggil ke polsek," Barra mendongak sedikit dan kembali menunduk, "ada laporan kelompok balapan liar yang meresahkan warga. Tapi laporan itu bukan buat Billal, Akang difitnah waktu lagi lewat beres jemput Baim." Tak ada lagi lanjutan dari mulut Barra. Dia juga sejujurnya tidak tau mau menjelaskan apalagi. Ketika kedua anak adam di hadapan Binnar secara bersamaan melirik ke atas, wajah tak berekspresi Binnar mengurungkan niat mereka untuk mendongakan kepala lagi. "Lanjut" ternyata Binnar masih menunggu pengakuan kedua kakaknya. Sekarang giliran Billal yang menjawab, "Akang kenal mereka yang fitnah Akang waktu balapan liar dulu—iya! Iya! Akang salah! Bentar atuh Akang jelasin dulu!" Billal segera melindungi dirinya kala melihat Binnar hendak memberi tendangan. "Waktu sekolah Aa minta Akang buat lanjutin kuliah padahal Aa sengaja ambil SMK biar bisa langsung kerja dan bantuin Aa. Akang ngerasa ilmu SMK Akang sayang banget kalo gak dipake yaudah Akang mikir mau buka bengkel kecil-kecilan. Tapi da bengkel kecil juga butuh modal atuh—"

"Terus Akang ikutan balap liar buat dapetin modal bengkel? Iya?" Potong Binnar dengan nada jengkel. "Ya mau gimana lagi? Lumayan juga ikutan lima kali doang udah bisa bikin Akang beli pretelan terus buka usaha," jelas Billal.

Penjelasan Billal menyadarkan Barra bahwa benar adanya jika Billal-lah adiknya yang jarang sekali meminta uang lebih di luar uang jajan yang dia berikan. Adiknya ini juga tak pernah sekali pun meminta uang keperluan sekolah tak seperti Binnar yang masih meminta bahkan hanya untuk beli cilok. Bagaimana dia bisa melewatkan itu semua? Kini kepala Barra semakin menunduk dan dia pun berbisik, "maafin Aa ya Kang.." Bukan hanya Binnar yang terkejut mendengar permintaan maaf sang kakak tertua, tapi Billal pun lebih terkejut sampai dia menjauhkan tubuhnya dari Barra.

Bulir Padi [haechan, johnny, yuta, taeyong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang