#17 ajaib

927 144 10
                                    

2019

Jalur berkendara di lingkungan kampus Universitas Padjadjaran tersebut dibuat searah sehingga orang-orang tidak berkendara sembarangan. Itu pula yang membuat Barra dan Billal kini perlu mengitari kawasan tersebut sebelum sampai ke gerbang utama. Tujuan mereka berdua kini yakni menuju apartemen dengan harap bisa menemukan Binnar juga Baim. Informasi terakhir yang mereka dapatkan terkait Baim sungguh membuat keduanya cukup panik, sampai Billal membawa mobil lebih cepat dari sebelumnya.

"Ini kenapa gak pada diangkat sih telfon Aa?!" Kesal Barra penuh emosi. Hampir saja dia banting ponsel tersebut ke arah dashboard mobil sebelum Billal dengan gesit menahan pergerakan Barra, "MOBIL AKANG TONG DI RUKSAK OGE ATUH A!—mobil Akang jangan dirusak juga dong!" Keduanya sama-sama saling berteriak panik. Beberapa kali Billal harus menghentikan laju kendaraannya kala berpapasan dengan kendaraan umum Unpad yang melaju lambat. Sampai mereka pun mau tak mau ikut berhenti di terminal akhir karena lahan jalan yang cukup sempit ditambah banyaknya mahasiswa berlalu-lalang.

Baru saja hendak Billal menyusul mobil di depannya, Barra seketika menahan lengan Billal untuk menghentikan sang adik. Karena mata Barra kini menangka dua sosok laki-laki yang sedaritadi dia juga Billal cari. Ya. Itu adalah Binnar dan Baim. Keduanya turun dari kendaraan umum Unpad sembari tertawa girang dan hendak menaiki mobil keberangkatan berikutnya. Tapi tanpa Billal duga, sang kakak akan dengan impulsif menekan klakson di kemudinya dengan tidak sabaran hingga semua mata beralih melihat mobil mereka, "Aa ih! Gandeng! Era!—berisik malu!" Tegur Billal seraya berusaha melepaskan tangan Barra dari kemudinya. Namun yang lebih tua tetap bersikukuh karena dia melihat kepanikan di wajah Binnar juga Baim.

Sadar mobil yang membuat keributan tersebut adalah milik Billal, keduanya kini mematung. Dan semakin panik karena sekilas mereka mampu melihat wajah Barra di balik kaca jendela tersebut. Binnar menyenggol lengan kanan Baim, "tuhkan kata Abin juga apa!" Tapi adiknya tersebut hanya diam dengan mulut sedikit menganga, "itu Aa???" Tanya-nya pada Binnar karena merasa tidak percaya. Tanpa perlu Binnar beri jawaban, sosok yang membuat mereka panik setengah mati kini sudah keluar dari dalam sana. Barra berdiri tegap di balik pintu mobil, menatap Binnar dan Baim penuh amarah secara bergantian. "Masuk" perintah yang sama sekali tanpa bentakan namun memiliki aura dominan yang sangat kuat itu berhasil memicu Binnar dan Baim untuk berlari menuju mobil. Tak ada yang peduli dengan semua tatapan orang, hanya Billal saja mungkin yang merasa malu karena sedaritadi dia hanya menundukan kepalanya ke atas kemudi.

Mendapati semua orang sudah duduk di dalam mobil, Billal segera menginjak pedal gas untuk berlalu dari situasi memalukan tadi. "Kenapa telfon Aa gak ada yang angkat?" Barra bersuara di tengah keheningan, "langsung pulang aja Kang." Perintah Barra sebenarnya ingin Billal tolak karena dia tak mau berkendara dalam situasi seperti ini. Terlebih Billal mengkhawatirkan kondisi Barra. Tapi sepertinya titah putra pertama Pramana tersebut tak bisa di interupsi sehingga Billal melanjutkan lajunya menuju gerbang tol.

"Maaf A, hp-nya Dedek di silent dari waktu acara kampus mulai taunya keterusan... kalo Abin—" Baim melirik sedikit ke arah sang kakak, "—tadi hp-nya Abin lowbat terus Dedek suruh simpen di tas sambil nyalain power saving mode. Jadi gak tau Aa nelfonin..." Penjelasan dari bungsu Pramana tak mendapatkan respon apa-apa. Billal sedaritadi memilih diam pun mulai menyuarakan pendapatnya, "nanti lanjut ngobrol di rumah aja,—" dia melirik dua orang di bangku belakang melalui kaca spion "—lain kali jangan gitu Bin, Dek." Dan mereka yang ditegur hanya bisa mengangguk lesu.

Rupanya anjuran Billal untuk pembahasan lebih lanjut tadi berbuah hasil. Aura kakak tertua tidak lagi semenyeramkan sebelumnya. Sesekali Billal bersenandung untuk mencairkan suasana. Dan tiba-tiba dia memiliki ide, "siapa yang mau drive thru McD?" Ujarnya. Meskipun sempat merasa kesal tapi dia jauh lebih khawatir jika adik-adiknya menerima ledakan amarah dari Barra. Sehingga sedaritadi Billal terus berusaha menurunkan intensitas emosi yang ada di antara mereka. Seulas senyum tergurat di wajah tampan Billal karena mendapati kedua adiknya saling senggol untuk menjawab pertanyaan yang baru saja dia lontarkan. "Akang yang bayarin ko bukan Aa," lanjutnya. Kini Billal melirik Barra, dia masih berdiam kaku membisu tak menunjukan respon apapun. Tak lama terdengar suara cicitan dari belakang, "Aim mau Kang..." Tapi belum sempat dijawab oleh Billal, suara baritone lain menginterupsi percakapan mereka.

Bulir Padi [haechan, johnny, yuta, taeyong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang