#3 sekolah

2.1K 218 4
                                    

2015

Kegaduhan di pagi hari kediaman Pramana sudahlah menjadi hal yang biasa. Bukan hanya Binnar yang tengah menyiapkan sarapan pagi, tapi juga keributan kalan Billal yang tak henti menjahili adik bungsu mereka. Suara kencang seketika terdengar. Dia yang tengah menyesap kopi sembari menatap layar iPad pun menoleh ke sumber suara, "AKAAAAANG!!!" Teriakan dari arah dapur tak lain dan tak bukan adalah Binnar. "Aa atuh urusin dulu itu Akang sama Dedek! Abin lagi ribet iniii!" Permintaan Binnar tentu saja dituruti oleh yang paling tua. Setelah menaruh cankir kopinya dan bangkit dari meja makan, langkah Barra pun berhenti di tangga menuju lantai dua kediaman Pramana, "turun Kang. Baim juga."

Tanpa perlu memerintah dua kali, Barra sekarang sudah melihat kedua adiknya menurunin anak tangga. Didahului oleh Baim yang terlihat canggung juga Billal yang melangkah ragu di belakang. Dahi Barra berkerut setelah melihat memar di kepala adik bungsunya, "ai tadi yang jatoh Dek Baim?" Netra Barra kini berpindah pada sosok Billal meminta penjelasan. Belum sempat Billal bersuara, Baim sudah bergelayut manja pada lengan kekar sang tertua dan menyeret tubuh tersebut kembali ke meja makan. "Hehehe Baim kepeleset. Untung tadi ada Akang jadi gak jatoh-jatoh banget" jelas Baim kini sudah duduk bersama Barra. Satu sentuhan mendarat di luka yang tak seberapa itu, "gak jatoh-jatoh banget teh gimana maksudnya? Jadi tadi Dedek jatoh atau engga?" Memang cukup sulit menghalau perhatian sang sulung Pramana. Tak jua mendapat jawaban dari Baim, Barra kini menoleh ke arah Billal yang sudah duduk di samping kanan Baim. Satu helaan nafas pun keluar diikuti tawa canggung, "Akang gak sengaja A hehehe."

Jawaban dari Billal bagaikan mengulang kembali beberapa kisah yang telah lalu. "Kamu mah tiap salah teh jawabnya gak sengajaaa terus. Heran da" teguran pun akhirnya lolos dari mulut Barra. Tapi tenang saja, tak pernah ada pertengkaran berarti antara keempat Pramana ini. Sampai Binnar datang membawa semangkuk besar nasi goreng. Muncul harap dalam hati Billal agar Binnar tak menilik kondisi sang adik, namun ternyata harap hanyalah harap. Suara melengking dari mulut Binnar pun berhasil membuat Baim sedikit tersedak saat sedang meminum air putih, "TARANG SI DEDEK KUNAON BEREUM KITU?!—jidat si adik kenapa merah gitu"

Spontan Barra juga Billal membantu Baim untuk melegakan pernafasannya dengan menepuk lembut punggung sang Adik. "Udah diobatin sama Akang ko Abin, Dedek gapapa" cicit Baim karena masih sedikit kesulitan bernafas. Tak terhindarkan lagi, sendok nasi pun mendarat telak di kepala Billal sampai sang empunya mengaduh kesakitan. "Kebiasaan da! Main sama adiknya teh yang lembut atuh Kang! Dulu aku yang dibikin benjol! Masa sekarang si Dedek juga?! Akang teh udah gedeeee ih!!" Bukan Binnar jika tidak cerewet kala menegur Billal. Yang ditegur hanya merengut sembari mengejek Binnar, "dili iki ying dibikin binjil nyinyinyi anak laki mah harus kuat! Benjol dikit gak masalah! Iya gak Dek?" Merasa dirinya di ajak bicara, Baim yang sedang menunggu sendokan nasi dari Barra pun segera menoleh dan tersenyum menunjukan serentetan gigi rapinya. "Tetep aja harus hati-hati Kang. Aa gak mau adik-adik Aa ada yang lecet" kini Barra yang menegur Billal sembari menyendokan nasi goreng pada piring adiknya tersebut, "Abin duduk sini makan dulu. Udah beberes-nya nanti aja sama Aa."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bulir Padi [haechan, johnny, yuta, taeyong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang