#18 saling

845 126 5
                                    

2019

Jarum pada jam dinding kamar Barra sudah menunjukan pukul 11 malam namun layar sebuah benda elektronik di meja kerja masih memancarkan cahaya. Sosok besar yang hari ini memilih kabur dari tanggungjawab nyatanya tak sepenuhnya pergi. Karena dia kini kembali mengerjakan apa yang dia tinggal dengan sengaja. Lamunan kembali membawa pikiran Barra pada kalimat yang diucapkan dokternya tadi pagi. Apa yang harus dia lakukan? Ego juga rasa terus berbenturan membuat dia meremas rambutnya secara acak dan menghela nafas berat. Tak lama suara ketukan pintu kamarnya terdengar, "masuk" jawab Barra seraya seseorang membuka pintu tersebut.

"Tuhkan Aa belum tidur," gumam Baim tanpa berniat untuk melangkah masuk. Hanya kepala dengan wajah lucu itu saja yang terlihat oleh Barra. Sang kakak tertua menatap heran mengapa pula Baim tak kunjung masuk, "kenapa Dek? Masuk sini." Ajakan Barra hanya dijawab gelengan kepala, "Dedek cuman mau mastiin Aa istirahat aja ko." Rasanya semua beban pikiran Barra seperti mencair oleh kehangatan yang baru saja diberikan oleh Baim. Seulas senyum mulai menghiasi wajah tampan putra pertama Pramana tersebut seraya menatap lembut ke arah adiknya, "Aa gak bisa tidur, malem ini Aa mau ditemenin Dedek boleh gak?" Bukan lagi senyum tipis tapi kini Barra menunjukan serentetan gigi rapinya.

Mendapati sang kakak meminta sesuatu, Baim berdiri tegak serta mulai masuk ke dalam kamar tersebut. "Kalo mau ditemenin Dedek itu laptopnya matiin sekarang!" Baim bertolak pinggang dengan wajah sedikit mengerut. Meski tengah bersikap tegas, dimata Barra, sang adik terlihat sangatlah menggemaskan. Tak mau membuat Baim "marah" terlalu lama, Barra pun menutup benda elektronik tersebut dengan segera, "iya iya ini Aa matiin." Tawa tipis dari Barra pun terdengar.

Baim tak mampu menyembunyikan senyum bangganya karena berhasil membuat Barra berhenti bekerja. Tanpa menunggu izin dari sang empunya kamar, Baim pun langsung berlari dan melompat ke atas kasur. Tak lupa dia segera menarik selimut untuk menutupi tubuhnya itu, menyamankan diri sembari menunggu Barra yang sudah berjalan menyusul Baim ke atas kasur. "Aa mau Dedek peluk gak?" Tawaran tersebut dibalas anggukan juga kedua tangan Barra yang melebar untuk memberikan ruang pada Baim. Meski keduanya sudah memejamkan mata, tapi kantuk tak jua datang hingga Barra memanggil, "Dek."

Suara gumaman dari mulut Baim merupakan jawaban panggilan tersebut, namun hening. Hanya sedikit suara sayup-sayup tepukan lembut dari tangan Barra di bahu Baim. "Apa Aa," karena tak kunjung mendapat jawab, Baim pun bersuara. Masih juga hening. Barra sungguh ragu tapi entah kenapa Baim membuatnya nyaman dan ingin melepaskan sedikit beban pikiran.

Mata Barra kembali terbuka. Dia menatap kosong entah kemana dengan pipi kanan yang bersandar di kepala Baim. "Dedek udah gede lagi ya?" Kalimat tersebut terlontar begitu saja dan berhasil membuat Baim merasa heran. Yang muda tak menjawab. Dia hanya mengangguk kecil karena memang itulah kenyataannya. Baim sudah menginjak usia 19 tahun. Ya meskipun dia masih diperlakukan seperti bayi oleh kakak-kakaknya tapi dia bukanlah anak kecil lagi.

"Menurut Dedek, keluarga kita gimana?" Rasa heran dalam diri Baim kini tak bisa dia hiraukan. Baim pun membuka matanya, "maksudnya gimana?" Serak yang lebih muda karena dia sempat terlelap dalam pelukan kakaknya itu.

Keheningan kembali menyeruak antara mereka. Karena Barra tengah memikirkan kata-kata yang tepat. "Yaa.. hmmm.. menurut Dedek keluarga kita ini udah cukup atau belum gitu. Dedek ngerasanya keluarga kita tuh keluarga kaya apa?"

Sekarang Baim yang berpikir. Namun karena mulai merasa ngantuk, Baim memilih memenjamkan matanya kembali. "Dedek gak ngerti. Tapi buat Dedek ya keluarga kita udah lebih dari cukup. Aa, Akang, sama Abin gak pernah bikin Dedek kelaperan, kesusahan, semuanya juga udah serba ada—" Baim terdiam sebentar, "—makanya Aa gak usah kerja sampe malem kaya tadi. Kan udah cukup, Alhamdulillah."

Bulir Padi [haechan, johnny, yuta, taeyong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang