#15 hancur

1.1K 155 10
                                    

2005

Barra menuruni anak tangga menuju lantai utama kediaman Pramana. Saat ini adalah minggu tenang hingga hari kelulusannya menuju SMA, maka dari itu sang sulung Pramana ini pun memanfaatkan waktu hanya untuk bersantai di rumah. Berbeda dengan kedua adik kembarnya yang masih duduk di Sekolah Dasar, menjadikan mereka kini masih melakukan pembelajaran. Kala dia melangkah ke arah ruang keluarga, Barra mendengar tangisan kencang adik kecilnya yang belum genap berusia 5 tahun itu. Sampai pintu kamar orangtuanya terbuka, dia berpapasan dengan sang Ayah yang keluar membawa tas cukup besar.

Kekacauan terlihat karena Baim terus menangis semakin kencang di dalam gendongan Ibu mereka. Tubuh kecil tersebut terus meronta meminta pelukan sang Ayah, "Ayah kan harus kerja Sayang... Baim di rumah yaa sama Ibu? Hmmm?" Bujuk Ayah yang akhirnya menyerah untuk memutar tubuh tersebut menghampiri anak bungsunya. Masih di posisi yang sama, Barra bertanya kebingungan, "mau kemana emang Yah?" Ayah menoleh ke belakang, dia lihat jam tangan yang melingkar di pergelangannya sembari tetap mengusap kepala Baim agar bayi tersebut bisa lebih tenang. "Ayah ada urusan dulu ke Jakarta, Aa jagain Ibu sama adik-adiknya ya?" Seakan mengerti ucapan pria paruh baya tersebut, tangis Baim semakin lantang berteriak memanggil Ayahnya.

"Yayah!! Yayahh!!!-"
"Iya Sayang.. Yayah di sini ko.."

Merasa tak bisa melakukan apapun, Barra melangkah kembali menuju ruang keluarga meninggalkan Ibu juga Ayahnya yang mulai kewalahan. Pasalnya, jika sang Ayah menerima untuk menggendong Baim kecil, putra bungsu Pramana tersebut akan semakin susah untuk dilepaskan. "Ibu ikut Ayah aja atuh ya? Sama si Dedek.. duh ini kasian sampe nangis gini Yah..." Sempat merasa ragu namun karena tak ada waktu tersisa, sang Ayah segera mengambil alih tubuh Baim dan membiarkan Ibu untuk bersiap terlebih dahulu.

Tak berselang lama sebuah mobil Mercedes-Benz hitam datang dan seseorang turun untuk mengetuk pintu kediaman Pramana. Mendengar hal tersebut pun Barra lantas beranjak untuk membukakan pintu, "Tuan Pramana?" Barra diam menatap bingung, apa yang dimaksud lelaki ini adalah Ayah? Tapi belum sempat Barra menjawab, panggilan sang Ibu pun membuatnya menoleh. "Aa mau ikut? Kalo mau biar Ibu bantu siapin barang-barang terus kita jemput Billal Binnar" dengan cepat kepala Barra pun menggeleng, "Aa jaga rumah aja. Akang Abin kan besok sekolah." Ibunda Pramana mengangguk setelah menerima jawaban putranya dan segera mengunci kamar mereka untuk segera berangkat. Sebelum menyusul Ayah juga Baim yang melangkah lebih dulu, Ibu menyempatkan memeluk tubuh Barra dan memberi kecupan dalam di kedua pipi putranya yang sudah lebih tinggi itu. "Ibu sayang Aa. Ibu nitip adik-adik ya A? Makasih Sayang. Ibu pergi."

Setelah melepas kepergian orangtuanya, Barra kembali bermain playstation sembari menunggu jam kepulangan anak kembar Pramana. Waktu masih menunjukan pukul 8 pagi yang dimana masih ada kurang lebih 4 jam lagi sampai dia berangkat menjemput adik-adiknya. Sampai waktu berlalu tanpa dia sadari karena rasa kantuk menyerang. Tak lama dering telfon rumah pun terdengar. Barra sempat enggan untuk mengangkat panggilan tersebut karena sudah dapat dipastikan jika itu untuk kedua orangtuanya. Hingga mata juga telinga Barra terpaku pada berita di televisi. Kepala putra pertama Pramana menoleh ke sumber suara. Barra mulai berjalan lunglai menuju alat komunikasi tersebut. Tubuhnya pun bergetar. Jika kalian ingin bayangkan apa yang terjadi. Dunia ini bagai runtuh. Mata Barra terbelalak. Tubuhnya diam terpaku. Telinganya berdenging. Pikirannya bak mati tak berfungsi. Dan saat seseorang di ujung sana mengatakan lokasi dimana kejadian berlangsung, tanpa pikir panjang Barra berlari ke luar rumah menuju kediaman tetangga.

"Tolong!! Tolong!! Bu!! Pak!!! Tolong!!!"

Apakah ada tangis? Tidak. Barra panik setengah mati. Dia harus segera datang. Dia harus menyusul orangtuanya. Sosok lelaki paruh baya keluar menanyakan apa yang terjadi. Di saat dia mendengar penjelasan Barra, pria tersebut pun berlari mengambil kunci mobil untuk mengantar Barra.

Bulir Padi [haechan, johnny, yuta, taeyong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang