#19 bangga

816 138 8
                                    

2019

Rush hitam milik Billal terparkir mulus di halaman kediaman Pramana. Berbeda dengan hari yang lain, biasanya Billal hanya akan mengantar pulang Baim dan lanjut kembali ke bengkelnya. Namun hari ini dia menerima pesan dari Binnar jika semua harus segera pulang. "Hatur nuhun Akang Billal anu kasep—terimakasih Akang Billal yang ganteng" ujar Baim sembari memberikan gestur hormat layak seseorang yang sedang menyembah. Bukannya menerima ucapan terimakasih tersebut dengan senang, Billal justru meraih leher Baim untuk dia cekik di ketiaknya hingga yang muda meminta ampun. "Teu tulus eta mah Akang ge hapal!—gak tulus itu mah Akang juga tau!" Ujar Billal tak peduli meski Baim sudah menepuk lengannya tanda dia kehabisan nafas. "Oghok! Ampun! Ampun! Tolooooong!!" Karena Baim berteriak, Billal segera melepas kuncian lengannya dan mengusak puncak kepala Baim yang berlagak tengah meraup udara sebanyak mungkin. "Yang terakhir masuk rumah berarti cemen," perlombaan mendadak dari Billal tersebut segera diterima oleh Baim. Melupakan keadaannya beberapa saat lalu yang seperti hampir mati kehabisan nafas, kini dia segera meraih pintu untuk dibuka. Namun sayang pergerakan Baim kurang gesit karena Billal yang sudah turun lebih dulu justru langsung mengunci pintu mobil dari luar. Menjadikan Baim terjebak lebih lama dan berteriak kesal.

"Assalamualaikum!" Teriak Billal disertai nafas yang tersengal akibat berlari sembari tertawa. "Eh? Abinnn?" Panggilnya mencari sosok sang adik, "sepi kieu? Ceunah kudu geura balik—katanya harus cepetan pulang."

Karena tak jua ada jawab, Billal melangkah menuju salah satu pintu kamar di lantai utama yang dimana itu adalah ruang pribadi milik Binnar. Baru saja hendak dia mengetuk pintu, seseorang menggenggam betisnya hingga dia terlonjak kaget, "anjing! Naon eta?!" "HAHAHAHAHAHAHA" tawa Baim menggema ke seluruh penjuru ruangan karena berhasil mengejutkan sang kakak. Tak terima akan kejahilan sang adik, Billal segera menyerang Baim namun kini bukan pergulatan seperti tadi. Melainkan hal yang sangat Baim hindari dari Billal, yaitu—"AAAAAAAAK!!! Abinnnn! Tolongin Dedeeeek!!!"

Dengan sekuat tenaga, Baim menahan wajah Billal menjauh dari wajahnya karena dia tau jika Billal hendak menggigit pipinya seperti mereka kecil dulu. Hanya Billal yang membuat Baim kabur menghindari afeksi yang hendak dia dapatkan. Jika kalian melihat Baim bersikap manja terhadap kakak-kakaknya, maka ketahuilah jika Billal jauh lebih agresif kala bermanja kepada sang adik bungsu mereka. Maka dari itu, kini Baim tengah sekuat tenaga melindungi dirinya dari serangan Billal yang masih berusaha.

Akibat kegaduhan yang terjadi tentu saja Binnar datang dari halaman belakang dengan tergopoh-gopoh, "aya naon ieu meuni gandeng?!!—ada apa ini berisik banget"

"ABIN ATUH ABIN INI SI AKAAANGGG!!"

Dengan tangan yang masih membawa 4 keranjang cucian kosong, segera salah satunya Binnar taruh di kepala Billal dan menarik kembarannya itu agar menjauh dari tubuh Baim. Apakah Billal meronta? Tentu. Tapi teriakan meminta ampun dari Billal terlontar kala Binnar berkali-kali memukul kepala Billal dari luar keranjang. "Da hereuy wae! Hereuy wae! Hih!!—bercanda terus bercanda terus!" oceh Binnar kesal juga gemas. Merasa tenaganya sudah terkuras, Billal pasrah, dia menjatuhkan dirinya tergeletak dengan keranjang yang masih ada di kepalanya. Sama pula dengan Baim yang lelah hanya mampu telentang di atas lantai sedaritadi.

"Assalamualaikum, eh? Aya naon ieu?—ada apa ini?" Sosok besar yang paling tua di keluarga Pramana kini datang. Tentu saja terheran melihat kedua adiknya sudah terkapar tak berdaya. "Waalaikumsalam—" Binnar menjawab. Dia melangkah menuju Barra dan memberikan salam kecupan di tangan sang kakak. "—biasa harereuy wae, capek!" Keluh Binnar karena kedua saudaranya itu selalu saja bercanda dan membuat keributan. Tentu saja hanya disaut tawa oleh Barra.

Sembari melangkahi adik-adiknya, Barra melonggarkan dasi juga kancing kemeja yang dia kenakan, "hudang hudang—bangun bangun. Oh iya, Bin? Tadi Aa pesen makanan buat makan malem jadi Abin gak usah masak. Bisi Aa lagi mandi, tolong terima sama Abin ya? Udah dibayar da." Penjelasan Barra pun dibalas sautan senang juga acungan jempol dari Binnar. "Heh bangun ah! Dedek! Jangan tiduran di lantai nanti masuk angin! Kang! Bangun bangun!" Tegur Barra. Dia tak akan masuk ke kamarnya jika tak melihat Billal dan Baim bangkit.

Karena keduanya takut untuk melawan Barra, kini mereka pun sudah duduk meski tak jua berdiri. Setelah Barra hilang di balik pintu kamar, Binnar bersua, "Dedek kenapa gak mau dicium sama Akang Dek?" Bukannya segera menjawab, Baim justru memberikan gestur seperti ingin muntah. Yang tentu saja dia berhasil mendapatkan lemparan keranjang cucian dari Billal. "Bau jigong si Akang mah gak kaya Abin wangiiii—ampun!!" Teriakan minta ampun tersebut segera Baim lontarkan lantaran Billal sudah bersiap melayangkan pukulan telak, "nih nih! Bau jigong nih! Haaaaah!!" Dengan sengaja Billal kembali mengunci Baim dalam pelukannya dan menyerang Baim dengan gemas. Perlu waktu cukup lama hingga Baim bisa terlepas dari Billal sampai dia berhasil lari menuju lantai dua untuk segera membersihkan diri.

Billal yang tertinggal hanya bisa terduduk di lantai sembari sesekali tertawa mengingat tingkah kekanakannya dengan sang adik. "Kenapa tumben makan malemnya sebelum maghrib Bin?" Tanya Billal seraya menoleh ke arah Binnar yang sedang asik bermain ponsel di atas sofa ruang keluarga. Teringat akan maksud dan tujuannya mengumpulkan seluruh anggota keluarga, Binnar hanya menjawab sekenanya saja. "Nanti pas makan weh Abin kasih tau," jawaban tersebut pun akhirnya hanya menerima anggukan sebelum Billal bangkit untuk menyusul Baim membersihkan diri.

Makan malam terasa berbeda karena Binnar yang dibantu Baim, menyiapkan santap mereka di ruang keluarga. Dengan menu yang terbilang tidak biasa, kini meja sudah dipenuhi oleh beberapa loyang pizza dan minuman berkarbonasi lainnya. "Aa gak salah pesen kan ya? Ini menu kesukaan Abin semua kan?" Suara Barra tiba-tiba terdengar kala Binnar juga Baim masih menyiapkan tempat makan mereka. Binnar menoleh menatap Barra yang sudah bersih mengenakan kaos polos putih juga celana panjang abu, itu adalah setelan rumah Barra menjelang tidur. "Makasih Aa! Hehehe Abin seneeeng!" Seru Binnar tersenyum bahagia. Mengundang Barra untuk mengusak puncak kepala Binnar dengan lembut.

Tak lama Billal terlihat menuruni anak tangga. Dia sempat terkejut karena tak mendapati seorang pun di meja makan. Namun setelah melihat seluruh saudaranya ada di ruang keluarga, Billal segera menyusul mereka semua untuk ikut duduk di atas sofa. "Ada apa ini teh ada apa?" Kesabaran Billal ternyata sudah tak terbendung lagi. Dia benar-benar dibuat penasaran oleh Binnar sang kembaran. Berbeda dengan Billal, Baim justru tak merasa ada yang aneh, "Dedek udah boleh makan pizza-nya belum?" tanya yang paling muda. Barra pun mengangguk seraya mengambil sepotong pizza untuk dia berikan pada Baim. Sedangkan Binnar menyiapkan segelas minuman soda yang juga dia berikan pada adik kecilnya itu.

"Jadiii—" Binnar pun bersuara. Tak hanya menyiapkan minum untuk Baim, Binnar kini memberikan segelas minum pada Billal juga Barra. "—Abin tadi pagi ditawarin bikin buku sama Gramedia!"

Bukan hanya Billal, tapi Baim juga secara bersamaan menyemburkan air soda yang sedang mereka minum. "Serius?!" Teriak keduanya. Semakin tersenyum senang kala Binnar mengangguk dengan semangat. "Waaaa!!! Selamat Abinnn!!" Baim melompat untuk memeluk Binnar dengan erat. "Nanti Dedek harus jadi yang pertama dapet tanda tangan Abin di bukunya yaa!!" Mendengar ucapan Baim, Binnar hanya bisa tertawa dan membalas pelukan Baim tak kalah erat.

Masih setengah tak percaya, Billal melirik ke arah Barra. Kala mata mereka bertukar tatap, Barra mengangguk sedikit yang berhasil menumbuhkan senyuman senang di wajah Billal. Dengan lembut dia usap puncak kepala Binnar hingga sang empunya menoleh ke atas dimana Billal duduk lebih tinggi darinya. "Akang bangga sama Abin," kalimat yang tak pernah Binnar sangka akan dia dapatkan dari kembarannya itu. Tutur lembut juga senyuman haru dari Billal berhasil membuat Binnar justru menangis. Entah perasaan apa yang dia rasakan tapi Billal segera memeluk Binnar agar adik kembarnya itu bisa tenang. Meski diiringi tawa juga ledekand dari Baim, suasana haru tak terhindarkan di makan malam keluarga Pramana hari ini. Percayalah, setiap langkah yang didukung oleh keluarga dengan tulus akan memberikan hasil yang luar biasa berbeda. Bukan dari seberapa besar hal tersebut, tapi dari seberapa dihargainya kita karena itu sangatlah langka untuk didapatkan.

Bulir Padi [haechan, johnny, yuta, taeyong]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang