Jarum jam sudah hampir menunjukkan pukul delapan malam, sementara Shikamaru masih terlihat mengamati desa Suna dari balkon apartemen penginapan. Setelan tuxedo bernuansa hijau tua, dipadukan dengan kemeja putih dan vest bermotif kotak bergaris dengan campuran warna coklat yang serasi, tak lupa dasi coklat tua, membuat penampilan Shikamaru terlihat sangat formal malam itu, meski dasinya terpasang sembarangan.
"Hah—" Sebuah helaan malas keluar dari ujung bibirnya yang disisipi sebatang rokok yang sudah tinggal setengah. "Apa tidak bisa aku berdiam diri disini saja—" keluhnya, disusul dengan hembusan asap putih yang mengepul di udara.
Tak berapa lama, terdengar bunyi pintu terbuka. Shikamaru dengan segera menekan ujung puntung rokok ke dasar asbak, kemudian berjalan masuk. Langkahnya terhenti di depan pintu, ketika dirinya berhadap-hadapan dengan Sakura yang baru saja keluar dari kamar.
Mata sipitnya bertemu dengan mata emerald Sakura, hanya sedetik, sampai keduanya dengan segera membuang muka dan pura-pura sibuk membenarkan penampilan mereka. Situasi kembali terasa canggung.
"Kau sudah siap?" Ucap Shikamaru akhirnya. Gadis itu hanya mendehem pelan, kemudian berjalan menuju sofa yang ada di ruang depan apartemen.
Shikamaru memperhatikan gadis itu dari belakang. Rambut merah mudanya di kucir tinggi ke belakang. Dia menggunakan kimono modern, dengan bagian atas lengan panjang berwarna hitam transparan bermotif bunga berwarna merah gelap, menampakkan kulitnya dibeberapa bagian yang tak tertutup bordiran bunga. Model dibagian pinggangnya seperti dililit sebuah kain lebar berwarna merah polos, memperjelas kerampingan sepimilik tubuh. Sementara bagian bawah kimono cukup panjang dan dibuat pas badan, dengan belahan yang cukup ekstrim di bagian paha, memperlihatkan kulitnya yang putih dan mulus. Pemandangan yang membuat Shikamaru harus buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain, seperti tadi.
"Apakah ini tidak terlalu berlebihan?" gumam Sakura saat Shikamaru duduk di seberangnya. "Kenapa Kakashi-sensei sampai menyuruhku mengenakan kimono seperti ini sih?!" celutuknya, kesal.
Alis Shikamaru terangkat. Kapan pria bersurai silver itu sempat menyiapkan kimono untuk Sakura? Dan lagi, kenapa pilihannya harus kimono seperti ini?
Dasar mesum.
Suara ketukan pintu membuat keduanya menoleh berbarengan.
"Sepertinya jemputan kita sudah sampai—" ujar Shikamaru kemudian. Gadis di sampingnya mengangguk.
"Kita berangkat sekarang."
**
Shikamaru turun dari mobil, disusul Sakura setelahnya. Di luar gedung tampak sepi. Tak banyak orang berlalu-lalang, hanya ada beberapa shinobi desa Suna yang tampak berjaga di luar.
"Apa pestanya sudah dimulai, ya?" tanya Sakura sedikit panik.
Shikamaru menggaruk kepala, tampak tak peduli. "Bukankah itu lebih baik? Kita jadi bisa masuk tanpa menjadi pusat perhatian."
Sakura melirik dengan kening berkerut. "Apa tidak sebaliknya?"
Pria itu mengedikkan bahu.
Sakura jalan lebih dulu menuju pintu masuk gedung. Awalnya Shikamaru berniat untuk merokok sebelum masuk, tapi niatnya langsung berubah setelah merasakan bahwa pandangan para penjaga sedari tadi tak lepas menatap Sakura, meski kini hanya punggungnya yang terlihat dari belakang. Shikamaru memasukkan kedua tangan ke saku celana, kemudian menyusul Sakura dan berjalan di belakangnya.
"Hah, merepotkan—"
Sesuai prediksi, ternyata kedatangan mereka menjadi sorotan banyak orang. Baru saja pintu terbuka, semua mata langsung tertuju ke arah keduanya, terutama pada Sakura. Penampilan gadis dengan rambut terkucir tinggi ke belakang itu rupanya mendapatkan sambutan yang luar biasa. Tak banyak orang yang bahkan sampai tak bisa menutup mulut, saking terkesimanya dengan penampilan Sakura malam itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/344108580-288-k656106.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Can We Call This Love?
Fiksi Penggemar"Perempuan sangat merepotkan" Itulah yang selalu dikatakan Shikamaru. Ia tak memiliki niat bahkan pemikiran untuk menjalin hubungan dengan seseorang, meski jelas-jelas ada gadis yang amat menyukainya. Sampai suatu hari, Shikamaru harus terjebak di...