Shikamaru memegangi pelipisnya yang terasa berdenyut, akibat kurang tidur. Sepanjang malam, pemuda berambut nanas sama sekali tak bisa mengalihkan pikiran dari kejadian yang terjadi antara dirinya dan Sakura.
Haruskah aku meminta maaf, atau, berpura-pura tidak ada apapun yang terjadi diantara kami semalam?
"Hah—" Shikamaru mengerang. Matanya beranjak memandangi jarum jam yang sudah berhenti di angka delapan lewat lima.
Pagi ini ia dan Sakura sudah harus kembali ke Konoha. Jika sesuai rencana sebelumnya, harusnya pukul 9 pagi keduanya sudah sampai di gerbang desa Suna untuk berpamitan. Tapi jangankan untuk mematuhi rencana itu, melangkahkan kaki keluar kamar saja Shikamaru merasa enggan. Pemuda itu hanya sempat tertidur selama dua jam. Kepalanya pusing, tubuhnya pegal, ditambah lagi sekarang harus memikirkan bagaimana cara menghadapi Sakura ketika mereka bertemu nanti.
Benar-benar merepotkan.
Setelah menguatkan diri, akhirnya Shikamaru yang sudah berpakaian lengkap dengan tas ranselnya keluar dari kamar.
Ruangan kosong. Ia sama sekali tak merasakan kehadiran Sakura, bahkan di kamar gadis itu sekalipun. Sebuah helaan napas lega begitu saja keluar dari bibir pemuda berwajah malas itu. Tapi detik berikutnya, ia tertegun.
Dia tidak mungkin sudah pergi duluan, kan?
Pikiran buruk itu langsung di patahkan. Tepat saat itu, pintu depan terbuka.
Shikamaru menoleh. Sakura baru saja masuk. Penampilannya—berantakan. Rambut merah mudanya diikat asal. Dia bahkan masih mengenakan pakaian semalam, dibalut dengan jubah di luarnya.
Terjadi kecanggungan yang luar biasa saat manik mata mereka bertemu. Ini adalah momen yang sangat dihindari Shikamaru. Baik ia maupun Sakura, seketika itu juga langsung melengos.
"Ka—kau, dari ma—mana?" tanya Shikamaru, berusaha memecah kecanggungan yang membuat dadanya sesak.
Sakura memegangi belakang tengkuk, terlihat tidak nyaman. "Aku keluar mencari obat pengar." ucapnya tenang.
Shikamaru mengangguk pelan. Ini adalah reaksi terbaik yang bisa dilakukannya untuk merespon jawaban itu.
Keheningan kembali mendarat ditengah-tengah keduanya. Sakura masih berdiri di depan pintu, sementara Shikamaru membeku di tempatnya.
"Beri aku waktu 15 menit untuk bersiap." Akhirnya Sakura kembali bersuara. Gadis itu melewati Shikamaru untuk pergi ke kamarnya.
"Tidak perlu terburu-buru."
Setelah pintu kamar Sakura tertutup, Shikamaru segera menghenyakkan tubuh di sofa. Kepalanya kembali berdenyut-denyut.
Masa-masa sulit baru akan mulai.
**
Seperti dugaan, perjalanan kembali ke Konoha berlangsung dalam keheningan yang mencekam. Sakura sama sekali tidak menyinggung perihal semalam, yang artinya bisa dua hal.
Pertama, gadis itu mengingat kejadian semalam, tapi berpura-pura tidak terjadi apapun supaya hubungan mereka tidak lebih canggung dari pada saat ini. Kedua, gadis itu sama sekali tidak mengingat apa-apa, dan hanya sibuk dengan pikirannya seperti biasa.
Mereka sama sekali tidak bicara, kecuali saat hendak menetapkan tempat pemberhentian untuk istirahat.
Saat Shikamaru dan Sakura sampai di gerbang desa, hari sudah cukup larut. Mereka memutuskan untuk melapor besok pagi saja, dan tentunya, secara terpisah. Karena Shikamaru dan Sakura memiliki dua perihal berbeda yang akan disampaikan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Can We Call This Love?
Fanfiction"Perempuan sangat merepotkan" Itulah yang selalu dikatakan Shikamaru. Ia tak memiliki niat bahkan pemikiran untuk menjalin hubungan dengan seseorang, meski jelas-jelas ada gadis yang amat menyukainya. Sampai suatu hari, Shikamaru harus terjebak di...