Bayangan di dalam cermin tidak bergerak, sejak sepuluh menit yang lalu. Tampaknya pikiran pemuda bertelanjang dada itu berkelana jauh sekali, hingga membuatnya lupa bahwa sedari tadi ia hanya memegangi baju kaos tanpa bermaksud memakainya dengan benar.
Dentingan suara jam menyadarkan pria itu dari lamunan. Jarum jam sudah sampai di angka sembilan, tapi lihatlah pemuda itu, ia bahkan belum siap sama sekali untuk berangkat, menjemput gadis berkucir empat yang hari ini akan ditemaninya berjalan-jalan di desa.
Shikamaru memakai kaos lengan panjangnya dengan sedikit terburu-buru, kemudian menyugar rambut ke atas, mengikatnya dengan telaten sampai membentuk gambaran sebuah nanas.
"Hah—" helaan napas malas menjadi awal perjalanannya menuju ke depan penginapan tempat Temari berada.
Jika bukan karena Temari adalah tamu kenegaraan, mungkin hari ini Shikamaru akan menghabiskan seluruh waktunya bermenung di kamar, memikirkan perihal hubungan saling menguntungkan yang semalam kembali di bahas Sakura padanya.
Hah, kenapa aku mesti repot-repot memikirkan hal itu. Bukannya sudah jelas, itu merupakan hubungan yang konyol. Bagaimana bisa seorang pria dan wanita melakukan hubungan seperti dua orang yang menjalin asmara, padahal aslinya tidak memiliki perasaan apapun satu sama lain. Memikirkannya saja sudah tidak masuk akal.
"Shikamaru!"
Gadis berkucir empat melambai dari pekarangan gedung penginapan, berjalan mendekati Shikamaru yang baru saja sampai.
"Kau menunggu lama?"
"Tidak. Aku juga baru keluar." Temari mengangkat sebelah alis, memberi isyarat untuk segera berjalan pergi.
Kedua orang itu memulai tur desa di bawah birunya langit tanpa awan pagi itu. Shikamaru menunjukkan daerah perumahan warga yang baru saja selesai dibangun, menjelaskan proses pembangunan secara menyeluruh. Gadis kelahiran negeri angin itu mendengarkan dengan seksama, seperti seorang kolega yang datang untuk mendengarkan pengarahan kerja.
Setelah itu Shikamaru membawa Temari melintasi jajaran pertokoan yang menjual berbagai kepentingan warga desa. Sesekali mereka mampir ke toko-toko kerajinan atau gerobak makanan ringan, melihat-lihat dan membeli beberapa untuk dinikmati selama perjalanan.
"Oh, bukankah itu toko bunga Ino—" Temari menunjuk sebuah toko yang dihiasi berbagai macam bunga di depannya. "Ayo mampir kesana."
Sebenarnya Shikamaru tak begitu ingin bertemu kenalannya hari ini, apalagi Ino. Gadis bermulut besar itu pasti akan menggodanya habis-habisan, begitu tahu ia dan Temari menghabiskan waktu bersama hari ini.
"Astaga, lihat siapa yang ada disini—"
Baru saja dibicarakan, si pemilik toko keluar sambil bertepuk tangan, menyambut dua orang yang sepertinya hanya hadir untuk sekedar melihat-lihat.
"Kau tidak bertugas hari ini?" Temari bertanya sambil memperhatikan deretan bunga yang terpajang di tepi kaca.
Ino meregangkan kedua tangannya, tampak lelah sehabis mengurus toko. "Aku baru saja kembali dari misi beberapa hari lalu, dan belum ada panggilan lain setelahnya." Jelasnya, mengikuti arah pandang Temari pada keranjang yang berisi bunga matahari yang baru datang pagi ini.
Shikamaru menoleh saat Ino menyenggol lengannya. Alisnya mengernyit, menyadari maksud tatapan gadis berambut kucir kuda yang menunjuk-nunjuk Temari.
"Hentikanlah—" dengus Shikamaru, membuat Temari seketika berbalik untuk mengetahui apa yang terjadi.
"Kau payah." Cibir Ino, kemudian mendekati Temari dan merangkul lengannya seolah-olah mereka cukup dekat. "Bagaimana kencanmu dengan Shikamaru, menyenangkan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Can We Call This Love?
Fanfiction"Perempuan sangat merepotkan" Itulah yang selalu dikatakan Shikamaru. Ia tak memiliki niat bahkan pemikiran untuk menjalin hubungan dengan seseorang, meski jelas-jelas ada gadis yang amat menyukainya. Sampai suatu hari, Shikamaru harus terjebak di...