Hollow

1K 140 11
                                        

Shikamaru dan Sakura keluar dari gedung pesta, berlari-lari kecil menuju jalanan yang mengarah ke arah gedung penginapan mereka. Saat berjalan, genggaman tangan Sakura pada pergelangan tangan Shikamaru belum terlepas. Tentu pria berambut nanas itu menyadarinya. Sementara gadis bersurai merah muda memimpin perjalanan di depan, ia sibuk memperhatikan jemari gadis itu yang melingkar di lengannya.

​"Hah, aku ingin mengganti kimono ini secepatnya. Rasanya sungguh menyesakkan, apalagi jika—" ucapannya terhenti. Perlahan gadis itu melepaskan pegangan, kemudian menarik tangannya. "Ma-maaf, aku tidak sadar sedari tadi masih memegangimu."

​Shikamaru mendongak. "Ah, iya, tidak apa." Ia berdehem pelan, kemudian menyusupkan tangan ke balik saku celana. Merasa malu.

​Mereka berdua kembali berjalan. Tidak seperti tadi, kini Shikamaru dan Sakura berjalan berdampingan, tanpa mengobrol. Sepertinya Sakura telah kembali sibuk dengan pikirannya sendiri, begitulah hasil tebakan Shikamaru setelah mencuri pandang ke arah gadis itu beberapa kali.

​Jika selama di pesta Sakura selalu memasang wajah ceria, bersikap ramah dan sopan, kali ini berbeda. Dia kelihatan sangat berbeda. Keningnya menampilkan garis-garis kerutan, sementara mata besarnya menjadi sedikit lebih sipit. Terlihat jelas bahwa sekarang dia sedang berkutat dengan pikiran yang cukup rumit.

Kerutan Kakashi tak sampai sebanyak itu saat bekerja.

​Malam belum begitu larut. Jalanan masih sangat ramai. Sedari tadi mereka berpapasan dengan para penduduk desa, yang tak sedikit tertangkap basah mencuri-curi pandang ke arah penampilan Sakura.

Yah, tidak heran. Siapa pula yang tidak akan menatap gadis ramping dengan kimono berdesain indah dan sexy seperti itu. Bahkan dirinya sendiripun mengakui bahwa sedari tadi matanya tak bisa berhenti melirik ke samping.

Sial.

​Pandangan Shikamaru naik, menatap wajah gadis di sebelahnya. Kerutannya semakin dalam, dan itu terlihat sangat, buruk.

​"Kau ingin mampir ke suatu tempat sebelum kita kembali ke penginapan?" Shikamaru mengeluh dalam hati, ketika tanpa sadar mengajukan pertanyaan itu.

​Sakura menoleh. Garis-garis di dahinya perlahan menghilang, berganti dengan gerakan alisnya yang melengkung naik. "Kemana?" gadis itu balik bertanya.

​Shikamaru mengedikkan bahu. Ia sama sekali tak punya ide. "Mungkin, kita bisa mengetahuinya nanti setelah berjalan-jalan sebentar di pusat desa."

​"Bukan ide buruk." Ucap Sakura, kembali menghadap ke depan. Gadis itu menyingsing kimononya ke atas, menampakkan sedikit kaki jenjangnya nan putih dan mulus. "Kalau begitu, ikuti aku."

​Shikamaru terkejut saat Sakura tiba-tiba saja mengambil jalan berbelok, memasuki gang pertokoan yang dipenuhi hiruk pikuk penduduk desa. Rupanya selain para shinobi, para penduduk juga sedang mengadakan pestanya sendiri. Jalanan dipenuhi lampu dan hiasan.

Di sepanjang jalan, mereka melewati berbagai pedagang. Mulai dari penjual makanan, permainan, lukisan, sampai arena taruhan pun ada. Para penduduk desa yang berjalan-jalan disana terlihat sangat bersenang-senang, terutama para pasangan muda-mudi. Mereka memanfaatkan momen itu untuk berkencan.

​"Wah, disini bahkan lebih meriah dari pesta di gedung tadi. Ku rasa sudah lama sekali sejak terakhir kali desa kita mengadakan festival seperti ini. Aku sedikit merindukannya." Sakura terus berjalan. Kepalanya tak berhenti bergerak ke kanan dan ke kiri, memperhatikan setiap sudut keramaian. Wajahnya tampak berseri-seri, terutama saat kembang api meletus tepat di atas kepalanya. Gadis itu mendongak, menatap takjub sisa-sisa kembang api yang perlahan menghilang di langit.

Can We Call This Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang